Masuk Daftar
My Getplus

Singa Atlas Mengaum di Pentas Sepakbola

Saat tim-tim kejutan lain berguguran, Maroko masih bertahan. Sejauh mana tim Singa Atlas mampu meng-upgrade catatan sejarahnya?

Oleh: Randy Wirayudha | 08 Des 2022
Timnas Maroko mencatatkan sejarah baru bagi sepakbolanya di Piala Dunia 2022 di Qatar. (frmf.ma/fifa.com)

GESTURNYA santai, ekspresi wajahnya pun datar. Seolah tiada beban dalam pikiran Achraf Hakimi jelang momen penentuan sebuah laga di 16 besar Piala Dunia 2022. Salah satu punggawa timnas Maroko itu hanya sekilas menatap si kulit bundar di titik 12 dan gawang lawan di hadapannya. Lantas, Hakimi mengeksekusi “Panenka” yang mengelabui kiper lawan. Gol!

Rekan-rekan setim dan ofisial tim Maroko pun tumpah ruah dan larut dalam euforia. Namun bukan Hakimi yang jadi sasaran rangkulan erat hingga diusung ke udara, melainkan kiper tim Maroko Yassine Bounou alias Bono. Bono jadi pahlawan penentu kemenangan bersejarah tim Singa Atlas (julukan timnas Maroko).

Momen itu terjadi pada Selasa (6/12/2022) malam saat Maroko meladeni Spanyol. Education City Stadium di kota Al-Rayyan, Qatar, jadi saksi Maroko memaksa jawara Piala Dunia 2010 itu angkat koper lebih awal lewat kemenangan 3-0 di babak adu penalti.

Advertising
Advertising

Baca juga: Lima Stadion Unik Piala Dunia

Bono jadi pahlawan yang paling dielu-elukan. Kiper berusia 31 tahun –yang merintis kariernya di Spanyol bersama akademi Atlético Madrid hingga kemudian hijrah ke Sevilla dan bahkan menjadi kiper terbaik La Liga musim 2021-2022– itu dua kali berturut-turut mementahkan eksekusi pemain Spanyol, Carlos Soler dan Sergio Busquets.

Kecemerlangan Maroko tentu bukan sekadar hoki di babak adu penalti. Sepanjang dua babak normal dan dua perpanjangan waktu, Hakim Ziyech dkk. kerja ekstra keras mempertahankan “Tembok Merah” mereka dari beragam gempuran Spanyol sekaligus beberapa kali melancarkan counter-attack berbahaya untuk membuat Spanyol tak bisa all-out dalam menyerang.

Bono alias Yassine Bounou yang jadi pahlawan Maroko (fifa.com)

Pelatih Maroko Walid Regragui dianggap sukses meracik tim dari para diaspora Maroko di Eropa. Baik pemain yang lahir maupun besar dan meniti karier di Eropa. Meski di Piala Dunia tetap dilabeli tim underdog, dari 26 pemain di skuad Maroko hanya tiga yang bermain di klub domestik. Sisanya, semua bermain di klub mancanegara macam Bono dan Youssef En-Nesyri di Sevilla, Hakim Ziyech (Chelsea), Noussair Mazraoui (Bayern Munich), dan Achraf Hakimi (Paris Saint-Germain).

“Tapi kami menunjukkan pada dunia bahwa setiap orang Maroko tetaplah orang Maroko. Ketika dia datang bersama tim nasional, dia rela mati, dia ingin bertarung. Saya sendiri lahir di Prancis tapi tiada yang bisa mengambil hati saya yang setia pada negeri ini. Para pemain saya mengerahkan 100 persen kemampuan. Beberapa dari mereka lahir di Jerman, Italia, Spanyol, Belanda, Prancis, dan setiap negara yang punya kultur sepakbola sendiri. Anda harus bisa meramunya dan lolos ke perempatfinal,” ujar Regragui, disitat Sports Mole, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: Lima Penjegal Raksasa Piala Dunia

Seperti dikatakan Regragui, Maroko pun melangkah sampai ke perempafinal. Sebelumnya di fase Grup F, Maroko sudah bikin kejutan dengan jadi pemuncaknya lewat dua kali menang dan sekali imbang. Belgia yang menempati peringkat dua FIFA dan datang dengan skuad generasi emasnya, jadi salah satu korbannya.

Lolosnya Maroko ke perempatfinal juga menjadi sejarah. Capaian terbaik Maroko sebelumnya terjadi di Piala Dunia 1986, yakni mencapai perdelapan final.

Kini, 36 tahun berselang, sejarah itu di-upgrade oleh Achraf Hakimi cs. Untuk pertamakalinya Maroko memijak perempatfinal dan boleh jadi, kejutan mereka belum akan usai. Patut ditunggu bagaimana Maroko meladeni Portugal –yang lolos ke perempatfinal dengan melindas Swiss, 6-1– pada 10 Desember nanti di Al Thumama Stadium.

Skuad generasi emas Maroko yang memulangkan Spanyol di babak 16 besar (fifa.com)

Permainan yang Diimpor Penjajah

Hingga memasuki awal abad ke-20, Maroko dicengkeram dua kolonialis besar Eropa yang mendirikan protektoratnya: Spanyol dan Prancis. Kolonialis yang disebut terakhir kemudian membawa permainan si kulit bundar dari daratan Eropa menyeberangi Laut Mediterania.

Dalam Soccer Empire: The World Cup and the Future of France, sejarawan Duke University Laurent Dubois mencatat, kolonialis Prancis menularkan sepakbola ke Maroko melalui Aljazair dan Tunisia yang juga jadi tanah yang dijajah Prancis. Tentu mulanya sepakbola itu sekadar dimainkan orang-orang berkulit pucat yang tak hanya militer Prancis tapi para imigran Eropa Selatan lainnya.

“Sepakbola dengan pesat menyebar di Tunisia, Maroko, dan Aljazair yang merupakan wilayah-wilayah jajahan Prancis di Afrika Utara. Sebuah klub didirikan sekelompok pendatang Eropa di Aljazair pada 1897, dan kemudian diikuti para pendatang lain di Maroko dan Tunisia. Para pendatang Eropa itu bukan hanya orang Prancis tapi juga para imigran Italia, Spanyol, dan Malta,” ungkap Dubois.

Baca juga: Sepakbola Palestina Merentang Masa

Seperti halnya di jajahan Prancis lain di Afrika Barat dan Afrika Tengah, sepakbola dijadikan salah satu alat kolonial Prancis untuk membuat penduduk lokal lebih “beradab”. Sepakbola sekaligus dijadikan untuk meredam bibit-bibit pemberontakan agar energi kaum bumiputera dihabiskan di lapangan.

“Seorang jenderal Prancis pada 1936 bahkan menyatakan, ‘olahraga harus menjadi jembatan yang mempersatukan orang Prancis dan masyarakat muslim. Di sisi lain olahraga bisa mengeliminasi segala perseteruan antar-agama dan ras’,” sambungnya.

Wydad AC, salah satu klub tertua Maroko yang masih eksis sampai saat ini (wac.ma)

Di Maroko, sepakbola dibawa masuk serdadu Prancis pada awal abad ke-20. Menurut Moncef Lyazghi dan Abderrahim Rharib dalam “Football and Politics in Morocco” yang termaktub dalam buku Sport in the African World, permainan sepak bola dimainkan pertamakali di tanah Maroko oleh militer Prancis yang menduduki kota Oujda di timur laut Maroko pada 1907 atau lima tahun sebelum Prancis mendirikan protektoratnya.

“Stadion sepakbola pertama bahkan sudah dibangun di tahun yang sama untuk para prajurit Prancis di kamp Jack Rose, di mana pertandingannya dimainkan hanya di antara sesama tim militer Prancis. Kemudian pada 1911 lahir tim sipil pertama di Maroko, Sporting Club of Oujda. Mulanya tim ini dibentuk para orang sipil Prancis. Kemudian minat pada olahraga ini meluas dan hasilnya dibangunlan stadion besar yang memakai nama Marshall Lyautey pada 3 Mei 1921,” tulis Lyazghi dan Rharib.

Baca juga: Larbi Benbarek, Bintang Sepakbola Prancis Asal Maroko

Awalnya, pemerintah kolonial Prancis membatasi perkembangan sepakbola. Salah satunya, setiap klub yang didirikan kalangan bumiputera wajib memiliki sedikitnya tiga pemain Prancis. Sebagai gantinya, Prancis membantu masyarakat setempat di berbagai kota untuk membangun stadion-stadion yang boleh dimainkan klub-klub bumiputera.

Kasablanka menjadi kota di mana sepakbola Maroko berpusat. Di sanalah para pemain lokal mulai unjuk gigi. Salah satunya adalah Larbi Benbarek, yang kemudian berkarier di klub Prancis dan menjadi bintang timnas Prancis kurun 1938-1954.

Timnas Maroko pada 1959 dalam laga kontra Malta (Facebook Malta and International Football Collection)

Pasca-Perang Dunia I, sepakbola makin pesat berkembang dan menyebar di Maroko. Sejak 1920-an, sepakbola sudah teratur dimainkan di Maroko, utamanya di wilayah protektorat Prancis. Terutama sejak sebuah kompetisi berformat liga yang bernaung dan disupervisi langsung oleh federasi sepakbola Prancis (FFF), yakni LMFA, dimulai tahun 1917.

Sepakbola di Maroko, utamanya di wilayah protektorat Prancis, sudah teratur dan ajeg sejak 1920-an. Terutama semenjak dimulainya sebuah kompetisi berformat liga, yakni LMFA, mulai 1917. Liganya bisa teratur dan berjalan dengan laik lantaran bernaung dan disupervisi langsung oleh FFF atau federasi sepakbola Prancis.

“Sepakbola begitu cepat merambah ke segala penjuru Maroko pasca-Perang Dunia I. Pada 1928, Union 14 Sportive Musulmane de Casablanca didirikan. Klub yang sepenuhnya untuk orang Maroko dan memberi mereka kesempatan bermain. Pada 1937, salah satu klub besar Maroko, Wydad, lahir. Meski berbasis di Kasablanka, Wydad sengaja tak menyematkan nama kotanya demi menarik minat dan dukungan yang lebih luas. Setelah Perang Dunia II, klub besar lain, Raja CA didirikan juga di Kasablanka,” ungkap Stuart dan Philip Laycock dalam How Britain Brought Football to the World.

Baca juga: Gema Kemerdekaan Palestina dari Seberang Lapangan

Sementara, klub-klub Maroko yang bertebaran di wilayah protektorat Spanyol baru melahirkan liganya sendiri, Campionato Hispanomarroqui, pada 1931. Sebagaimana juga wilayah tetangga, liganya bernaung di bawah arahan langsung federasi sepakbola Spanyol RFEF.

Dari liga, terutama dari LMFA, terkumpullah sejumlah pemain terbaik yang lantas dihimpun menjadi kesebelasan nasional pertama Maroko pada medio 1928. Pada 22 Desember di tahun itu, timnas Maroko melakoni laga perdananya kontra timnas Prancis B yang sedang tur ke Afrika Utara. Skor akhir 2-1 untuk tim tamu. Selebihnya, timnas pelopor Maroko itu sekadar memainkan laga-laga eksebisi melawan klub-klub lokal Tunisia atau Aljazair.

Sebagaimana di banyak negeri jajahan, sepakbola juga dijadikan alat perjuangan untuk kemerdekaan. Sepakbola, lanjut Stuart dan Philip Laycock, dijadikan salah satu alat untuk show of force terhadap kolonialis Prancis dan mempromosikan kesadaran akan martabat dan identitas nasional.

Timnas Maroko pada debutnya di Piala Dunia 1970 (fifa.com)

Kesadaran identitas nasional itulah yang mendorong para aktivis kemerdekaan bumiputera mendirikan federasi sepakbola, Fédérarion Royale Marocaine de Football (FRMF), pada 1955. Setelah Maroko mencapai kemerdekaannya pada 1956, FRMF baru diterima jadi anggota CAF (Konfederasi Sepakbola Afrika) dan FIFA.

Debut timnas Maroko setelah menjadi negara merdeka dilakoni di ajang multi-event Pan Arab Games 1957 di Lebanon. Ditukangi Benbarek yang baru gantung sepatu, prestasi timnas Maroko lumayan membanggakan dengan membawa oleh-oleh juara empat usai KO di semifinal.

Baca juga: Si Kulit Bundar di Tanah Saudi

Sebagai negara dengan solidaritas politik tinggi, Maroko mendukung upaya kemerdekaan tetangganya, Aljazair. Dimotoro Presiden Ghana Kwame Nkrumah, bentuk solidaritas untuk Pan-Afrika dilakukan juga lewat sepakbola. Oleh karena itu, timnas Maroko hingga 1958 sering bolak-balik ke Aljazair untuk melakoni laga persahabatan dengan tim Front Pembebasan Nasional Aljazair.

Timnas Maroko di level internasional mulai dikenal saat mengikuti cabang sepakbola di Olimpiade Tokyo 1964. Adapun di kualifikasi Piala Dunia, Maroko pertamakali ikut serta pada 1968 untuk merebut tiket lolos zona Afrika menuju Piala Dunia 1970. Maroko akhirnya bisa berbangga menjadi negara Arab cum wakil Afrika pertama yang tampil di Piala Dunia.

“Rasanya sungguh luar biasa karena itu pertamakali Maroko lolos ke Piala Dunia. Jika Anda juga tak punya keyakinan dan kepercayaan diri, Anda takkan tampil di sana” kenang kiper Allal Ben-Kassou yang turut dalam skuad 1970, dikutip ESPN, 6 Mei 2014.

Timnas Maroko menorehkan sejarahnya di Piala Dunia 1986 (fifa.com)

Maroko tergabung di Grup 4 bersama Peru, Bulgaria, dan Jerman Barat yang ditopang Franz Beckenbauer dan Gerd Müller-nya. Tim kuat itu jadi lawan perdana Maroko. Di luar dugaan, Maroko sanggup memberi sengatan dengan unggul 1-0 yang dicetak Houmane Jarir ke gawang Sepp Maier.

“Gol pertama kami benar-benar mengejutkan tim Jerman. Hanya Tuhan yang tahu seperti apa perasaan mereka saat kami unggul lebih dulu,” kata Said Ghandi yang juga anggota skuad 1970.

Baca juga: Maroko Dulu Menjegal, Kini Gagal

Kendati Müller dan Uwe Seeler akhirnya mampu membalikkan skor 2-1, Maroko kemudian bisa pulang dengan kepala tegak meski di dua laga grup berikutnya kalah 0-3 ari Peru dan imbang 1-1 melawan Bulgaria.

“Kami gagal lolos ke fase kedua tetapi kami bermain bagus dan menunjukkan pada seluruh dunia bahwa sepakbola Afrika tak boleh dipandang remeh. Kami mendapat pengakuan dari semua orang. Saat kami pulang, ada ribuan fans yang menunggu dan menyambut kami di bandara,” sambung Ben-Kassou.

Kiprah timnas Maroko di Piala Dunia, searah jarum jam: 1994, 1998, 2018, dan 2022 (fifa.com)

Cerita timnas Maroko lebih indah pada Piala Dunia 1986. Jawara Piala Afrika 1976 dan Mediterranean Games 1983 itu berangkat ke Meksiko dengan skuad generasi emasnya. Tim yang dibesut pelatih asal Brasil José Faria itu membawa serta lima pemain yang berkarier di Eropa dan menempati grup F yang juga dihuni Inggris, Polandia, dan Portugal.

Maroko yang tak mematok target muluk-muluk justru memberi kejutan besar. El Haddadoui dkk. jadi juara Grup F dengan menahan imbang Polandia dan Inggris dengan skor serupa (0-0), serta membekuk Portugal 3-1. Maroko pun lolos ke fase berikutnya. Namun, perjalanan Maroko tamat di perdelapanfinal usai kalah 0-1 dari Jerman Barat.

Setelah itu, auman “Singa Atlas” begitu menggetarkan Afrika. Selain langganan masuk Piala Dunia, Maroko konsisten jadi salah satu raja di Benua Hitam bersama Kamerun dan Nigeria. Tiga kali Maroko juara Afrika (1972, 2018, 2020) selain menjadi kampiun Arab Cup 1998.

Baca juga: Maroko dan Piala Dunia

TAG

sepakbola piala dunia maroko

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia