Dulu Menjegal, Kini Gagal
Bikin Portugal gagal di Piala Dunia 1986, Maroko sekarang KO.
Setelah kalah akibat gol bunuh diri melawan Iran (19/6/2018), Maroko kembali kalah di pertandingan kedua Grup B Piala Dunia 2018, Rabu (20/6/2018), melawan Portugal. Gol tunggal Christiano Ronaldo membuat Maroko kalah sekaligus jadi tim pertama yang angkat koper dari turnamen.
Sebagaimana pertandingan pertama, Maroko apes. Bermain apik, tim Singa dari Pegunungan Atlas itu mendominasi permainan. Penguasaan bola Maroko 54 persen, peluang 16 buah, dan tendangan mengarah ke sasaran empat buah. Tapi, Maroko gagal menciptakan gol.
Pertandingan ini kebalikan dari pertandingan Maroko kontra Portugal 32 tahun silam di Piala Dunia Mexico, Maroko menang 3-1. Keberhasilan itu buah dari pembenahan yang dilakukan pelatih asal Brasil Jose Faria, yang dikontrak Federation Royale Morocanne de Football (FRMF), induk organisasi sepakbola Maroko, pada 1983. Faria mengutamakan pembangunan mental para pemain.
Pembangunannya itu membuat Maroko tampil percaya diri dan bermain lepas di Mexico meski diremehkan banyak pihak. Kepercayaan diri, disiplin, dan sifat pantang menyerah membuat Maroko survive di Grup F yang berisi Inggris, Polandia, dan Portugal.
Baca juga: Kunjungan Sukarno ke Maroko
Di pertandingan perdana (2 Juni), Maroko berhasil menahan imbang Polandia yang diperkuat Zbignew Boniek, yang bersama Michel Platini mengantar Juventus merebut Piala Champions pertamanya, 0-0. Di pertandingan kedua, Maroko kembali berhasil menahan imbang 0-0 tim favorit juara Inggris. “Para pemain Maroko seharusnya mengambilalih permainan dan memenangkannya. Tapi mereka terlalu bersemangat masuk ke dalam cangkang, puas dengan hasil imbang; dan Inggris selamat,” tulis Brian Gianville dalam The Story of the World Cup: 2018.
Maroko mesti menang di pertandingan ketiga untuk bisa lolos ke babak berikutnya. Hal serupa juga berlaku pada Portugal, semifinalis Piala Eropa 1984. Keduanya sama-sama baru mengoleksi poin dua.
Maka, ketika Maroko dan Portugal bertemu di Stadion Tres de Marzo, 11 Juni 1986, keduanya sama-sama ngotot. Saling serang terjadi sejak babak pertama. Namun, tekanan membuat permainan Portugal tak berkembang maksimal.
Baca juga: Kala Arab Saudi Memesona di Piala Dunia
Sebaliknya, sebagai underdog Maroko tampil tanpa beban sehingga berhasil mendominasi pertandingan. Di menit ke-19, striker Abderrazak Khairi langsung memanfaatkan salah umpan bek Portugal Jaime Pacheco dengan melesakkan tendangan dari luar kotak penalti. Kiper Portugal Vitor Damas gagal menahannya sehingga Maroko unggul 1-0. Tujuh menit kemudian, Khairi kembali merobek gawang Damas setelah berhasil menyelesaikan umpan silang bek kanan Labid Khalifa dengan tendangan voli first time.
Tertinggal 0-2, Portugal meningkatkan serangan di babak kedua. Kerjasama apik António Sousa dan Fernando Gomes tak lama setelah babak kedua dimulai hampir membuahkan hasil. Sayang tendangan keras Sousa dari luar kotak penalti ditepis kiper Maroko Badou Zaki.
Unggul 2-0 tak membuat Maroko mengendurkan serangan di babak kedua. Sebuah kerjasama apik empat pemain yang dimotori Mohammed Timoumi pada menit ke-62 behasil memporak-porandakan pertahanan Portugal. Diakhiri oleh umpan silang Timoumi, striker Abdelkarim Merry menyelesaikannya dengan baik. Maroko unggul 3-0. Portugal baru bisa memperkecil kedudukan lewat Diamantino di menit ke-80.
Baca juga: Si Kulit Bundar di Saudi
Kemenangan itu tak hanya mematahkan pandangan miring publik terhadap Maroko. “Maroko menciptakan sejarah bukan semata menjadi negara Afrika pertama yang mencapai babak gugur Piala Dunia tapi juga sebagai juara grup,” tulis Somnath Sengupta dalam “How Morocco’s 1986 World Cup Campaign Changed African Football Forover”, dimuat thesefootballtimes.co.
Meski kalah dari Jerman Barat di babak berikutnya, para pemain Maroko mendapat sambutan meriah begitu tiba di tanah air. Tak hanya rakyat yang merayakannya di jalan-jalan, Raja Hasan II dan keluarganya bersuka cita di istananya. Pencapaian itu masih jadi prestasi terbaik Maroko di Piala Dunia hingga kini.
“Belum pernah terjadi dalam sejarah sepakbola dunia sebuah negara Dunia Ketiga atau tim Afrika menjadi juara grup, padahal ini merupakan grup kuat. Banyak orang berharap kami kalah tapi banyak orang justru kalah di taruhan. Kami bisa pulang sekarang. Seolah-olah kami sudah menang Piala Dunia,” ujar Faria sang pelatih yang amat gembira usai pertandingan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar