Masuk Daftar
My Getplus

Bokator dan Legenda Beladiri dari Peradaban Angkor

Berawal dari legenda pendekar yang menghajar seekor singa. Beladiri kuno yang bertahan sejak Peradaban Angkor.

Oleh: Randy Wirayudha | 09 Mei 2023
Cabor seni beladiri bukator khas Kamboja yang dipertandingkan di SEA Games 2023 (NOC Indonesia)

SEBAGAIMANA yang sudah-sudah, Kamboja sebagai tuan rumah SEA Games XXXII (5-17 Mei 2023) punya privilese mempertandingan cabang olahraga (cabor) khasnya. Salah satu cabor tradisional Tanah Khmer yang kali ini diikutsertakan adalah beladiri Kun Bokator.

Kendati masih terdengar asing, bokator justru jadi tambang medali buat kontingen Indonesia. Dari cabor ini pula Indonesia meraih medali pertamanya sehari sebelum upacara pembukaan.

Mengutip laman resmi Kemenpora, Kamis (4/5/2023), medali itu diraih oleh Alfadila Ramadhan. Ia memetik perak di nomor sprint form tunggal putra. Menyusul kemudian raihan medali perunggu atas nama Gema Nur Arifin di nomor bamboo shield tunggal putra.

Advertising
Advertising

Meski masih baru bagi para atlet tanah air, bokator justru jadi tambang medali buat kontingen Indonesia. Selama lima hari pertandingan (4-8 Mei 2023) di Changvar Convention Centre, Phnom Penh, Kamboja, tim bokator Indonesia total mengoleksi 20 medali: tiga emas, lima perak, dan 12 perunggu.

Baca juga: Vovinam, Silat Kebanggaan Vietnam

Tim bukator Indonesia yang berjaya di SEA Games 2023 (kemenpora.go.id/NOC Indonesia)

Sekilas, bokator atau kadang juga disebut labokatao seperti kickboxing dan muay thai asal Thailand, atau pradel serey/kun khmer dan yutakhun khom yang juga asal Kamboja. Kelima beladiri itu sama-sama mengandalkan lengan, sikut, lutut, dan betis untuk bertahan maupun menyerang.

Atribut yang digunakan dalam bokator pun nyaris setali tiga uang dengan yang dipakai para petarung muay thai. Ada krama atau kain khas prajurit kuno Angkor yang dipakai di pinggang, lalu sangvar day atau lilitan sutera dijadikan ikat kepala dan lengan.

Namun bedanya, muay thai cenderung beladiri tangan kosong, sementara bokator dalam beberapa gaya dan jurusnya menggunakan senjata. Selain dambong veng (toya panjang), ada dambong clei (tongkat pendek), tongkat bambu, hingga trabiet yang merupakan semacam alat pertanian ani-ani khas Khmer. 

Tentu saja, bokator punya akar sejarah berbeda dari beladiri-beladiri serumpun Indocina yang lain.

Baca juga: SAMBO, Seni Beladiri dari Negeri Tirai Besi

Seni beladiri bokator yang atributnya mirip dengan muay thai (cambodia2023.com/federationkhmersakyant.com)

Legenda Pendekar Melawan Singa

Seperti halnya beladiri kuno lain semisal silat di Nusantara atau gongfu/kungfu di Tiongkok, belum ada kepastian yang mencatat siapa yang memulai atau menciptakan bokator. Jika menilik atribut yang digunakan para petarungnya, bisa dibilang bokator sudah eksis sejak Peradaban Angkor atau era kejayaan Kekaisaran Khmer pada awal abad ke-9 hingga abad ke-15.

“Bokator seni beladiri lokal yang dikembangkan dan digunakan para prajurit Angkor. Beladiri ini juga jadi pendahulu kickboxing Asia Tenggara. (Raja) Jayawarman VII yang memerintah Kekaisaran Khmer di akhir abad ke-12 disebutkan merupakan praktisinya. Secara luas juga dipercaya bahwa beladiri ini jadi kunci kesuksesan para raja Angkor yang mendominasi Asia Tenggara selama enam abad sejak 800 Masehi,” ungkap Chris Crudelli dalam The Way of the Warrior: Martial Arts and Fighitng Styles from Around the World.

Baca juga: Melacak Jejak Pencak Silat

Meski begitu, beladiri tersebut saat itu belum disebut “bokator”. Mengutip ulasan Joseph Curtin yang dimuat di Phnom Penh Post, 4 September 2015, “Back in the Ring and Fighting to be Remembered”, istilah “bokator” baru dimunculkan cendekiawan Buddha Sangha bernama Chuon Nath pada 1938.

“Baik bokator maupun yutakhun khom tak disebutkan dalam (catatan) Angkor Wat, melainkan hanya terdapat dalam relief di tembok-tembok. Akan tetapi bokator disebutkan Chuon Nath yang menciptakan (kamus) bahasa Khmer,” ujar Presiden Federasi Bokator Kamboja cum sekjen Komite Olimpiade Kamboja, Vath Chamrouen, kepada Curtin.

Patung dan relief di candi-candi Kamboja yang menggambarkan beladiri bokator (clevelandart.org/Wikipedia)

Biksu Chuon merupakan reformis dalam bahasa tradisional dan melestarikannya lewat kamus bahasa Khmer modern pertama. Dalam kamus itu, lemanya dituliskan dalam ejaan bok-ah-tau, diambil dari kata labokatao dan punya makna “memukul singa.”

Akar kata labokatao berkait dengan sebuah legenda yang terjadi dua ribu tahun lewat. Legenda itu menceritakan seekor singa yang mengacak-acak dan membuat kacau sebuah desa. Dari sekian penduduk, hanya seorang pendekar yang bernyali menghadapi singa itu. Sang pendekar berhasil mengalahkan sekaligus membunuh singa itu dengan tangan kosong lewat satu serangan lutut.

Baca juga: Pencak Silat Warisan Mataram Menembus Zaman

Seiring perjalanan waktu, beladiri yang digunakan pendekar itu dikembangkan dan disempurnakan menjadi beraneka teknik dan jurus oleh para prajurit Angkor.

“Nama seni beladiri ‘labokator’ artinya melawan singa. Hingga kini ada sekitar 10 ribu teknik dalam bokator. Tentu saja akan sangat sulit mempelajari semuanya,” kata salah satu guru besar bokator, Sean Kim San, dikutip Curtin.

Biksu Chuon Nath yang menghimpun kamus Khmer modern pertama (Repro: Bouddhisme au Cambodge: aperçu religieux Phnom-Penh 1962)

Akan tetapi, di era rezim Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot (1975-1979), bokator nyaris punah. Apa yang terjadi di Cina pada masa Revolusi Kebudayaan Mao Zedong (1966-1976) terjadi pula di Tanah Khmer. Segala bentuk seni, termasuk beladiri, diberangus dan dilarang Pol Pot. Alhasil para praktisi bokator terpaksa mengungsi ke luar Kamboja.

Sean satu di antaranya. Praktisi beladiri yang juga mendalami hapkido itu harus mengungsi ke Amerika Serikat. Baru pada 2001 ia “pulang kampung”.

Baca juga: Wing Chun Lahir dari Masa Pergolakan

Tak dinyana, bokator sudah asing di telinga para penduduk Kamboja sendiri. Baru pada 2004, Sean mulai berusaha menghidupkan kembali bokator di negerinya. Ia mengumpulkan para murid baru dan mendidik para pengajar baru sebelum memprakarsai kejuaraan nasional bokator pertama pada 2006.

“Kami seperti sudah tidur selama 1.000 tahun tapi pada 2004 menjadi kelahiran kembali bokator. Sebelumnya sama sekali tidak ada (bokator). Akibat Khmer Merah, segalanya mereka hancurkan,” kata Sean, disitat Taipei Times, 14 Oktober 2007.

San Kim Sean, grandmaster yang menghidupkan kembali bokator (sankimsean.com)

Sesudah bokator mulai bangkit, pemerintah Kamboja berupaya membuat bokator mendunia. Salah satunya dengan melobi UNESCO untuk mengakui bokator sebagai salah satu warisan dunia asal Kamboja sejak 2017.

“Pada 2017, Kamboja meminta UNESCO untuk mendaftarkan seni beladiri bokator sebagai warisan budaya tak benda. Meski pastinya akan ada debat panas antara pihak Khmer dan Thailand setelah UNESCO menyingkap keputusan terhadap status bokator sebagai beladiri yang mirip dengan muay thai. Faktanya, banyak pihak di Kamboja yang memandang bahwa muay thai asal muasalnya dari bokator,” tukas Chanborey Cheunboran dalam Cambodia’s China Strategy: Security Dilemmas of Embracing Dragon.

Baca juga: Dari Merpati Putih untuk Gajah Putih

TAG

sea games seagames seni-beladiri kamboja

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal Lebih Dekat Beladiri Kurash Sukarno Sahabat Pangeran Kamboja Selayang Pandang Tim Gajah Perang Arena Sejarah Kun Khmer "Kembaran" Muay Thai Bruce Lee dalam 10 Fakta (Bagian II – Habis) Vovinam, Silat Kebanggaan Vietnam Ketika Presiden Soeharto Dijahili Pangeran Kamboja Perjalanan Hidup Ip Man Wing Chun Lahir dari Masa Pergolakan Jurus-Jurus Penghabisan Ip Man