BERBEDA dari kebanyakan pencak silat di Nusantara yang kondang dengan beragam ritual klenik dan mistik, Merpati Putih (MP) tidak punya itu. Sejak didirikan pada 1960-an, MP bebas dari bermacam ritual klenik atau ritual keagamaan tertentu.
Alhasil, hingga zaman kekinian pun MP bisa dipelajari semua golongan. Bukan semata orang Indonesia, banyak orang luar pun mempelajarinya. MP dikenal dunia lewat aksi-aksi pemecahan rekor dari dua keunggulan ilmunya: pematahan benda keras dan ilmu getaran. Di Asian Games 2018, MP berkontribusi bagi kontingen Indonesia maupun Thailand baik lewat pelatih maupun atlet yang mempersembahkan medali.
Diturunkan dari Amangkurat II
Nehemia Budi Setyawan, satu dari dua pewaris MP, berkisah bahwa MP berhulu dari Raden Mas Rahmat (kelak bergelar Amangkurat II) yang hidup semasa Mataram belum pecah dua akibat Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755). “Dulu belum disebut namanya silat MP. Silatnya pun diwariskan turun-temurun khusus di lingkungan keraton,” ujar pria yang biasa disapa Mas Hemi itu kepada Historia.
Ciri khas gerakan-gerakan dalam silat MP yang terbilang halus tak lepas dari pengaruh Nyi Ageng Joyorejoso. “Dia masih turunan Grat ke-III dari Amangkurat II. Nyi Ageng memilih menyendiri keluar keraton sampai punya tiga putra: Gagak Handoko, Gagak Seto, dan Gagak Samudro. Nah, MP itu turunnya lewat Gagak Handoko, yang punya keistimewaan ilmu kanuragannya,” tambahnya.
Baca juga: Dari Merpati Putih untuk Gajah Putih
Jauh setelah itu, silat Amangkurat itu akhirnya disebarluaskan untuk umum. Itu terjadi pada 1963 di masa Guru Besar Raden Mas Saring Hadipoernomo, Grat X dari Amangkurat II. “Pak Saring mengamanahkan dua putranya, Mas Poeng (Poerwoto Hadipoernomo) dan Mas Budi (Budi Santoso Hadipoernomo), bahwa melihat kondisi di Indonesia mulai banyak beladiri asing masuk Indonesia, Pak Saring merasa sudah waktunya ilmu silatnya terbuka untuk masyarakat umum. Akhirnya didirikanlah Perguruan Pencak Silat Beladiri Tangan Kosong (PPS Betako) Merpati Putih pada 2 April 1963,” terang Hemi lagi.
Merpati Putih merupakan akronim dari Mersudi Patitising Tindak Pusakaning Titising Hening yang maknanya Mencari sampai mendapat kebijakan dalam keheningan. Nama itu hasil dari perenungan RM Saring. Sementara, lambang MP berupa telapak tangan dan burung merpati terinspirasi dari bungkus rokok. “Dulu itu ada rokok merek Komodo. Ada gambar merpatinya. Setelah didesain ulang, dijadikan lambang kita. Ditambahkan telapak tangan sebagai simbol beladiri MP yang berfokus pada tangan kosong,” beber Hemi.
Makna Pancasila dan ke-Indonesia-an tersurat di seragam putih-merah MP. Di seragam berwarna putih terdapat motif segilima berwarna merah sebagai perlambang lima sila dalam Pancasila.
Menggantikan Unsur Klenik dengan Metode Ilmiah
Segala hal dalam MP sangat kental budaya Jawa. Namun sejak RM Saring menyerahkan sepenuhnya perkembangan MP kepada Mas Poeng dan Mas Budi, segala hal klenik dan mistik ditinggalkan dan diganti dengan metode yang lebih modern.
“Kita harus akui dan tak mau menutup-nutupi bahwa mungkin awalnya, ya namanya orang dulu ya, dari zamannya Amangkurat sampai orangtuanya Pak Saring, memang ada yang seperti itu (ritual klenik). Tapi berubah di eranya Mas Poeng dan Mas Budi. Mulai era pancaroba di mana sifat mistik dibikin non-mistik agar semua pemeluk agama bisa menerima MP. Hanya satu pantangan di MP, yaitu enggak boleh lapar, hahaha…,” canda Hemi. “Ya kalau lapar bagaimana kita bisa jaga fisik saat latihan? Sementara badan butuh asupan energi dari makanan,” lanjutnya.
Hemi melanjutkan, beragam keilmuan MP bersumber dari olah pernafasan yang berpucuk pada tenaga dalam. Lee Wilson, yang pernah menemui langsung Mendiang Mas Poeng, menyatakan bahwa keilmuan MP sangat logis. “Semua makhluk hidup memerlukan energi untuk eksis dan pernafasan melepaskan energi dalam reaksi kimiawi di sel-sel tubuh melalui oksidasi,” tulis Wilson, mengutip Mas Poeng, dalam Martial Arts and the Body Politic in Indonesia.
Wilson menjelaskan, oksigen yang mengalir dalam pernafasan diolah lewat metode fisik untuk membentuk molekul energi bernama Adenosine Triphosphate (ATP). ATP inilah yang menyimpan dan mengalirkan lagi energi di dalam tubuh untuk memicu reaksi kimiawi menjadi tenaga dalam. Tenaga dalam itulah sumber dari ilmu getaran yang bisa mematahkan benda keras.
Dilirik TNI dan Mendunia
Selain dilirik dunia kesehatan, utamanya untuk penyandang tunanetra, keilmuan MP ditaksir TNI dan Polri. “Sekitar tahun 1973 Mas Poeng dan Mas Budi diminta melatih di TNI AU Yogyakarta. Selain untuk diteliti, keilmuan MP dianggap jadi beladiri yang bisa meningkatkan stamina dan fisik para anggota TNI AU. Setelah itu di tahun yang sama datang surat dari Pak Tjokropranolo (Brigjen Tjokropranolo) dari Kemenhan, MP diminta ikut melatih Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden,” sambung Hemi.
Sejak itu, sepasang guru besar MP itu “hijrah” ke Jakarta. Selain kian menyebarkan MP di ibukota dan sekitarnya, keduanya juga diminta melatih MP untuk beladiri Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) TNI AD (kini Kopassus) sejak 1977 dan Brimob Polri pada 1980-an.
“Sampai sekarang kita punya 122 cabang dari Aceh sampai Papua, ditambah sembilan cabang di berbagai benua di muka bumi: Amerika Serikat, Belanda, Spanyol, Kaledonia Baru, Jepang, Australia, Filipina, Malaysia, dan terbaru di Thailand. Dulu Mas Budi dan Poeng selalu berpesan, kalau punya ilmu jangan pelit. Ilmu ini untuk kemanusiaan, akhirnya memang MP boleh dibuka di luar negeri,” ujar Hemi.
Cabang MP pertama di mancanegara bukan di Malaysia atau Filipina, melainkan Amerika (MP USA). “Cabangnya ada di Utah. Mereka yang datang langsung ke Indonesia akhir 1990-an, katanya tahu MP dari internet. Mereka ini dua bersaudara: Nate dan Mike Zeleznick. Mereka berdua ahli karate tapi tertarik sama MP karena concern sama ilmu getarannya yang bisa diaplikasikan untuk kemanusiaan (penyandang disabilitas). Baru kemudian menyebar ke negara-negara lain dan terbaru pada 2016 di Yala, Thailand,” tandas Hemi.
Baca juga:
Dari Merpati Putih untuk Gajah Putih
Di Filipina, Kali Majapahit Lestari
Raja Mataram Menjaga Keberagaman
Perjanjian Giyanti Membelah Mataram