TIADA pasang kuda-kuda berlebihan. Teriakan pemacu semangat dan adrenalin khas kungfu pun tak dilantangkan. Dengan tenang serangan lawan dipatahkan. Diam-diam menghanyutkan setiap lawan. Tiap gerakannya efektif, cepat, dan mematikan saat pertarungan jarak dekat. Begitulah ciri khas Ip Man, guru besar wing chun.
“Karena setiap gerakannya harus rileks. Perhatikan, di film-filmnya pun Ip Man (diperankan Donnie Yen, red.) enggak ada teriakan sama sekali. Memang wing chun terkenalnya close combat (pertarungan jarak dekat). Enggak pakai awalan (kuda-kuda, red.), enggak pakai tarikan baru pukul seperti beladiri lain. Dari depan langsung pukul. Keistimewaan wing chun memang begini,” ujar Sifu Martin Kusuma, salah satu pendiri Tradisional Ip Man Wing Chun (TIMWC) Indonesia, kepada Historia.
Sejak 2008, kungfu aliran wing chun booming di Asia hingga Amerika seiring dirilisnya sejumlah film drama-action yang menonjolkan karakter Ip Man. Utamanya yang diperankan Donnie Yen, yang seri terakhirnya, Ip Man: The Finale, tayang di bioskop-bioskop Indonesia sejak 1 Januari 2020.
Baca juga: Jurus-Jurus Penghabisan Ip Man
Sejatinya, wing chun dikenal luas di berbagai penjuru dunia berkat Bruce Lee yang mempopulerkannya pada 1960-an. Namun sepeninggal Bruce Lee, beladiri tenggelam seiring maraknya film-film laga Mandarin yang mempertunjukkan kungfu aliran lain. Padahal sebagaimana aliran lain, wing chun punya sejarah panjang dan akarnya sama-sama dari kungfu Shaolin.
Muasal
Wing chun atau kadang dituliskan Ving Tsun hingga kini masih samar muasalnya. Siapa penciptanya dan kapan beladiri itu muncul, belum diketahui pasti. Yang beredar masih berupa legenda.
Mengutip An Exposé on Wing Chun Kung Fu oleh Sifu Linda Baniecki, legenda paling dipercaya adalah wing chun merupakan beladiri yang diciptakan biksuni Shaolin bernama Ng Mui di masa Kaisar Jiaqing (periode 1796-1820) dari Dinasti Qing.
Legenda itu bermula dari kisah gadis di Liancheng bernama Yim Wing Chun, yang merupakan putri dari Yim Yee, pelarian biksu Shaolin asal Quanzhou. Saat itu, kuil-kuil Shaolin di utara acap jadi sasaran untuk dimusnahkan oleh Dinasti Qing. Para biksu pelarian banyak yang berpencar ke selatan, sebagaimana Yim Yee.
Baca juga: SAMBO, Seni Beladiri dari Negeri Tirai Besi
Dalam perjalanan waktu, Yim Wing Chun menjalin kasih dengan Leung Bok Chau. Namun, asmara mereka diusik oleh lamaran penguasa lokal yang juga jatuh hati pada Yim. Sang penguasa yang jago kungfu itu mempersilakan Yim menolak pinangannya dengan syarat bisa mengalahkannya bertarung. Yim pun frustrasi.
Masa depan Yim diselamatkan takdir kala ia bertemu biksuni bernama Ng Mui. Mui mengajarinya beladiri dengan berbeda, yakni beladiri jarak dekat yang konon merupakan cikal bakal wing chun.
Bermodal beladiri baru dari Ng Mui itu, Yim berhasil mengalahkan sang penguasa lokal. Leung Bok Chau yang lantas jadi suaminya juga diajari beladiri yang sama. Leung lalu menamakan beladiri itu kungfu wing chun, untuk menghormati istrinya.
Versi tersebut berbeda dari versi Bruce Thomas. Dalam bukunya Bruce Lee: Fighting Spirit, Thomas menyebut wing chun sudah lebih dulu ada sebelum disebarkan Ng Mui. Beladiri itu diciptakan para biksu Shaolin dari falsafah Yin (kekuatan eksternal) dan Yang (kekuatan internal) untuk melawan rezim Dinasti Qing di masa pergolakan dan perang saudara, sebelum Dinasti Qing mengalahkan penguasa sebelumnya, Dinasti Ming (1368-1644).
Baca juga: Wushu Menembus Sentimen dan Stigma Orde Baru
Para tetua Shaolin, sambung Thomas, meracik beladiri itu dengan memadukan Yin (kelembutan dan fleksibilitas) dan Yang (kekuatan) sehingga wajahnya perpaduan antara teknik cepat, power, anggun, dan fleksibel. Para tetua Shaolin bersepakat beladiri baru itu paling cocok untuk pertarungan jarak dekat.
“Para tetua Shaolin menamai aula-aula di kuil mereka dengan metode pertarungan itu dengan dengan nama Aula Wing Chun yang punya dua arti, yakni ‘harapan masa depan’ atau ‘musim semi abadi’. Namun pada 1768 sebelum metode baru ini bisa dipraktikkan untuk para murid mereka, orang-orang Mancuria menyerang kuil Shaolin dan menghancurkannya,” ungkap Thomas.
Beberapa tetua yang berhasil menyelamatkan diri adalah Ng Mui. Selebihnya, versi Thomas kisahnya serupa dengan versi legenda.
Kebenaran dua versi itupun masih punya kelemahan. “Jadi sebenarnya Ng Mui sebagai biksuni Shaolin dan diajarkan ke Yim Wing Chun bukan tokoh yang sebenarnya, cuma legenda saja. Itu hanya filosofi saja, bahwa kita yang mempraktikkan wing chun harus rileks dan gerakannya lembut seperti perempuan. Bukan berarti yang menciptakan itu Ng Mui dari Shaolin karena Shaolin enggak ada perempuan. Ibaratnya, Shaolin itu pesantren putra,” sambung Sifu Martin.
Baca juga: Tuntutlah (Ilmu) Wushu sampai ke Negeri Cina
Wing chun, sebut Martin, diciptakan para biksu Shaolin sebagai metode beladiri baru untuk memberi perlawanan di masa Dinasti Qing memang benar. Namun siapa individu penciptanya, sebagaimana yang diketahui Martin kala mempelajari historisnya kala dilatih Ip Ching, putra bungsu Ip Man, di Hong Kong beberapa tahun silam, hingga kini masih misterius.
“Diceritakan bahwa historisnya, orang-orang Shaolin yang kabur itu bersembunyi dan menyamar di Red Boat Opera. Mereka pelajari beladiri baru itu di sana sembari menyamar karena pakai beladiri Shaolin yang sama mereka enggak bisa menang,” lanjutnya.
Sementara, tulis Baniecki, bukti tertulis tertua adalah mengenai eksistensi praktisi wing chun pertama. Dialah Li Wenmao, aktor opera perahu merah cum pemimpin Pemberontakan Turban Merah (1854-1856) di Foshan.
“Tetapi kemudian adalah Leung Yee Tai, Wong Wah Bo, dan Dai Fa Min Kam, tiga anggota Red Boat Opera yang mendirikan fondasi wing chun, baik gerakan-gerakan latihan maupun senjata. Murid mereka yang paling dikenal kemudian adalah ahli medis Dr. Leung Jan yang bekerja di Foshan,” sebut Baniecki.
Wing chun berkembang pesat lewat Ip Man. Menurut Martin, Ip Man mulanya mempelajari wing chun dari Chan Wah-shun, yang merupakan salah satu murid Leung Jan, pada medio 1905. Namun gegara Leung berhenti mengajarkan wing chun akibat kesehatannya memburuk, pada 1909 Ip Man berguru pada Ng Chung Sok, kemudian Leung Bik-wo yang merupakan salah satu putra Leung Jan.
“Ip Man baru belajar sama Leung Bik ketika pindah ke Hong Kong pada 1950. Dari situ Ip Man punya ilmu wing chun yang style-nya gabungan dari Chan Wah-shun dan Leung Bik. Chan Wah-shun badannya besar jadi style-nya lebih ke power. Kalau Leung Bik orangnya kecil dan lebih ke teknik. Nah Ip Man wing chun-nya gabungan dari dua style itu,” kata Martin.
Baca juga: Dari Balet ke Wushu
Anak-anak dan para murid Ip Manlah yang lalu menyebarkan wing chun ke seluruh dunia, termasuk Bruce Lee yang lantas mengembangkannya jadi Jeet Kune Do. Ip Man sendiri, lanjut Martin, cenderung tertutup soal mengajarkan kungfu ke orang asing. “Memang dianya sendiri enggak mau. Kalau anak-anaknya atau murid-muridnya buka kelas untuk orang non-China, dia enggak masalah, asal dianya enggak,” sambungnya.
Wing chun di Indonesia
Meski sudah disebarkan para muridnya sejak 1960-an, wing chun baru ngetren lagi usai film Ip Man (2008). “Sebelum keluarnya Ip Man (2008), orang kenalnya Jeet Kune Do-nya Bruce Lee. Karena sulit sekali orang belajar wing chun. Salah satunya faktor bahasa. Wing chun karena asalnya dari Foshan di China Selatan, bahasanya Cantonese. Di Hong Kong orang juga jarang pakai bahasa Mandarin. Mereka tahunya Cantonese. Nah Mandarin saja orang asing jarang yang bisa, apalagi Cantonese,” ungkap Martin.
Namun, badan resmi yang menaungi wing chun sudah eksis sejak 24 Agustus 1967. Badan bernama Ving Tsun Athletic Association (VTAA) itu didirikan Ip Man dan murid-muridnya di Hong Kong.
Di Indonesia, kata Martin, wing chun sudah dipelajari beberapa orang Indonesia sejak medio 2008. Mereka adalah mahasiswa yang sedang studi di Eropa. Namun mereka kemudian tak menseriusinya. Hal ini membuat orang seperti Martin kesulitan mencari tempat ketika akan mempelajarinya.
Martin sebetulnya sudah lama tahu tentang wing chun, sejak munculnya film-film Bruce Lee. “Tapi bingung mau belajar di mana. Lalu tahun 2009 ada teman-teman saya yang mengajak ikut latihan ke seorang guru yang katanya bisa mengajar wing chun. Kita belajar sama dia cuma empat bulan,” lanjutnya.
Baca juga: Wushu dan Telepon Merah RI Satu
Ternyata Martin tertipu. Sang guru yang enggan disebut namanya oleh Martin itu ternyata hanya tahu wing chun dari internet dan memanfaatkan booming-nya film Ip Man (2008) untuk menipu Martin. Baru pada 2010 Martin dan rekan-rekannya bisa belajar pada guru wing chun asli, Samuel Kwok. Bersama Arifin Asen, Abraham Nugroho, dan Dino Limawan, Martin sekaligus mendirikan persaudaraan bernama Brotherhood of Wing Chun (BoWC).
“Kita bisa ketemu Samuel Kwok ketika mengadakan seminar dan pelatihan di Malaysia. Tapi hanya sampai 2012 karena sempat ada masalah dan merasa dizalimi, kita mengadu ke gurunya dia, Ip Ching, sampai akhirnya Ip Ching terima saya sebagai murid,” tutur Martin.
Dengan menjadi murid Ip Ching, Martin otomatis resmi jadi orang Indonesia yang terdaftar sebagai anggota VTAA. Sementara, BoWC bertransformasi menjadi Tradisional Ip Man Wing Chun sebagai perguruan Wing Chun resmi pertama di Indonesia dan berbadan hukum, berdasarkan akta notaris nomor 5, tertanggal 6 Oktober 2014.
“Kita pakai nama berbahasa Indonesia mengganti BoWC karena untuk proses legalitas itu. Kita pakai nama ‘tradisional’ pun karena kita diakui Grandmaster Siu Yuk Men (murid Ip Man) karena apa yang kami tampilkan sangat tradisional, sama dengan yang diajarkan Ip Man ke murid-muridnya.”
Usai menjadi juara umum di Kejuaraan Dunia Wing Chun yang digelar VTAA, TIMWC yang punya cabang di 22 provinsi turut menggagas Federasi Wing Chun Indonesia pada 2016. “Tujuan berdirinya federasi untuk menaungi perguruan-perguruan (Wing Chun) lain. Saat ini sudah tujuh perguruan yang gabung ke federasi, walau sampai sekarang kita masih berusaha untuk bisa diakui KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) dan masuk PON (Pekan Olahraga Nasional),” tandas Martin.
Baca juga: Melacak Jejak Pencak Silat