Di tengah kegiatannya yang segudang, Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Letjen TNI Ahmad Yani masih bisa meluangkan waktu untuk olahraga. Bahkan, dia menggemari beragam olahraga. Mulai dari berbagai jenis atletik, tenis, tenis meja atau ping pong, renang, sepakbola, hingga golf.
Yani suka olahraga sejak sekolah di HIS (Hollandsch-Indische School) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwisj di Bogor pada 1929. “Yani menyenangi olahraga renang, lempar lembing, lempar cakram dan semua cabang atletik,” ungkap Amelia Yani dalam biografi ayahnya, Profil Seorang Prajurit TNI.
Di zaman pendudukan Jepang, Yani melakoni Ken-Do, olahraga beladiri asal Jepang, ketika menjalani pendidikan perwira Pembela Tanah Air di Bogor. “Yani ahli dalam olahraga ini. Badannya atletis, sempurna sekali untuk gerakan-gerakan dengan samurai (kayu),” kata Amelia yang kini menjabat duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Bosnia-Herzegovina.
Selepas Indonesia merdeka, Letkol Ahmad Yani yang memimpin sebuah resimen di Tegal, Jawa Tengah, menekuni olahraga tenis selain sepakbola dan renang. “Hari-hari tertentu bapak senang main tenis. Sudah menjadi cara rutin bahwa setiap sore sepulang bapak dari bermain tenis, kami dibawanya ke pinggir laut untuk berenang,” kata Amelia. “Dalam sepakbola, bapak adalah penyerang tengah dan kesebelasannya bernama Kesebelasan Kapuk. Kapuk adalah kapas pengisi bantal, kasur dan guling, jadi kesebelasan yang empuk, begitulah.”
Yani meneruskan hobinya berenang, tenis dan golf, setelah pindah ke Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta untuk menjabat Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat hingga akhirnya berpangkat Letjen dengan jabatan Menpangad.
Kalau sedang ada waktu membawa keluarganya ke Pantai Sampur, Jakarta Utara, Yani acap mengukur kemampuannya berenang hingga tengah laut. “Setiap Minggu kalau lagi diajak ke pantai, bapak biasanya berenang sampai ke tengah-tengah. Bapak juga senang main pingpong dan golf. Sejak kecil memang tidak ada yang menonjol dari bapak, kecuali ya di bidang olahraga itu,” imbuh Amelia.
Yani juga tak ketinggalan main golf, olahraga para elite politik dan pebisnis. Termasuk pada 30 September 1965, di mana dia terakhir kali melihat matahari sebelum jadi korban tragedi 1 Oktober 1965.
“Sesudah makan siang bersama (30 September 1965), bapak berangkat ke Senayan untuk latihan memukul golf ditemani Om Bob (Bob Hasan). Sepulangnya, bapak berpesan pada Pak Dedeng (sopir pribadi) untuk membersihkan alat-alat golf yang baru saja dipakainya, kemudian disuruh menyimpannya. Alat-alat itu tak pernah digunakannya lagi,” tutur memori anak-anak Jenderal Yani dalam Tujuh Prajurit TNI Gugur: 1 Oktober 1965.