KETIKA Inggris (kembali) menjadi penguasa tunggal Maluku, rakyat diatur dalam suasana kebebasan. Inggris belajar atas kesalahan mereka di masa lalu, juga melihat kebijakan pemerintahan Belanda sebelumnya yang berhasil menyulut reaksi rakyat untuk melawan.
Dampak pemerintahan baru Inggris di Maluku dinilai baik oleh semua kalangan. Rakyat tidak merasa adanya tekanan dari penguasa lama yang kembali tersebut. Hal itu dirasakan juga oleh Thomas Mattulesi dan teman-teman seperjuangannya di Lease, Kepulauan Maluku bagian tengah. Sesekali ia memanfaatkan kelonggaran peraturan pemerintah Inggris itu untuk bekayuh ke Ambon, mencari informasi sebanyak-banyaknya dari pusat pemerintahan Inggris di Maluku.
“Kebebasan ini, terutama kebebasan kaum muda di seluruh negeri, nantinya mempunyai akibat buruk bagi Belanda yang kembali lagi sesudah pemerintah Inggris berakhir,” kata I. O. Nanulaitta dalam Kapitan Pattimura.
Ketika Inggris mengumumkan penarikan pemuda-pemuda Maluku untuk menjadi bagian dari kesatuan militer mereka, Mattulesi dan teman-temannya segera mendaftar. Sedikitpun mereka tidak ragu menjadi bagian dari barisan bangsa asing tersebut.
Baca juga: Proklamasi Kemerdekaan Rakyat Maluku
Alasan kuat yang membuat Mattulesi memilih bergabung adalah tugas tentara rakyat itu yang dibentuk untuk menjaga wilayah kekuasaan Inggris dari pihak luar, atau secara tidak langsung juga turut menjaga rakyat Maluku. Selain itu tidak seperti Belanda yang mengirim tentara rakyat ke Batavia, Inggris akan menempatkan mereka di Ambon.
Ada syarat-syarat tertentu agar dapat lolos seleksi tentara rakyat. Dua di antaranya adalah tes kesehatan dan uji kemampuan fisik. Setelah seluruh proses selesai dilakukan terpilihlah 500 orang, termasuk Mattulesi, untuk bergabung dalam kesatuan Ambon. Mereka dibayar cukup tinggi dan bertempat tinggal di asrama militer di Ambon. Tidak lupa para perwiranya diberi seragam yang baik.
“Latihan berperang, pendaratan di berbagai pantai berombak, berpasir putih, hingga berkarang adalah latihan-latihan yang sungguh dipersiapkan untuk menangkis dan menyerang musuh,” tulis Nanulaitta.
Tentara Inggris cukup baik melatih para perwira baru ini. Berbagai macam pelatihan menggunakan senjata api dipelajari selama berada di sana. Oleh karena perang yang masih terus berkecamuk antara Inggris dan Prancis dibantu Belanda, pemerintahan di Maluku selalu dalam kondisi siaga. Setelah dirasa siap, Mattulesi dan perwira lain disebar ke pulau-pulau di seluruh negeri.
Selama pelatihan, Mattulesi menunjukkan keterampilan, kecakapan, dan kemampuan memimpin melebihi teman-temannya yang lain. Ia pun cepat mendapat promosi dan dipercaya menjadi pemimpin bagi angkatannya. Kurang lebih Mattulesi berkarir di militer Inggris selama tujuh tahun. Pangkat terakhir yang diterimanya adalah sersan mayor.
Baca juga: Jebakan Warisan Inggris di Indonesia
Namun pada 19 Agustus 1816, karir militer Mattulesi berakhir. Hasil peperangan di Eropa memaksa Inggris menyerahkan kembali Indonesia ke tangan Belanda. Kali ini ada perjanjian internasional yang ditandatangani, Traktat London, sehingga Inggris tidak mungkin kembali menguasai Indonesia.
Pada 18 Maret 1817, kesatuan Ambon dikumpulkan oleh pimpinan militer Inggris. Mereka menjelaskan situasi yang sedang dihadapi kepada Mattulesi dan kawan-kawannya. Sampai tiba waktunya, mereka akan tetap berada pada kesatuan. Dan tugas terakhir yang harus dijalankan adalah menyambut rombongan orang-orang Belanda di Benteng Victoria.
“Disiplin militer terlalu meresap pada diri Mattulesi dan pasukannya untuk bertindak di luar kehendak atasannya. Ia harus menurut perintah dulu,” tulis Nanulaitta.
Dampak penyerahan kekuasaan itu juga dirasa oleh Mattulesi dan kesatuan Ambon. Pada 25 Maret 1817, bersamaan dengan diturunkannya Union Jack (bendera Inggris) di Batavia, Mattulesi terpaksa memberikan tugas penjagaan kepada tentara Belanda, yang mayoritas diisi oleh orang Jawa.
“Alangkah lucunya, pasukan Jawa ini tidak dilengkapi dengan semestinya. Mereka belum diberi pakaian seragam. Mereka masuk pos-pos dengan hanya bercelana pendek dan berbadan telanjang,” kata Nanulaitta.
Baca juga: Cerita di Balik Gambar Pattimura
Sebenarnya kesatuan Ambon pernah ditawarkan oleh Inggris kepada Belanda. Namun ditolak karena Belanda ingin membangun pasukan baru, yang dilatih oleh militer mereka. Akhirnya dibuatlah keputusan bahwa kesatuan Ambon akan dibebaskan, yang berarti nantinya mereka dapat menentukan sendiri kelanjutan karir militernya masing-masing.
Dalam buku Sedjarah Perdjuangan Pattimura, M. Sapija menerangkan penyerahan kembali pemerintah Maluku ke tangan Belanda terjadi pada 21 April 1817. Dengan disaksikan langsung rakyat, proses penyerahan terjadi dalam upacara yang cukup sederhana. Di sana turut hadir J. Churcham sebagai wakil kerajaan Inggris, sementara Belanda diwakili oleh residen Martheze.
Sebelum Inggris angkat kaki dari tanah Maluku, kesatuan Ambon dikumpulkan di pusat kota Ambon. Para pembesar militer Inggris mengadakan upacara pembebasan. Dengan disaksikan ratusan rakyat, pejabat Belanda, dan sisa pejabat Inggris yang masih bertahan, Mattulesi dan anggota kesatuannya diberi surat bebas. Status sosial mereka pun berubah menjadi ‘Borgor’, yang berarti mereka kebal terhadap kebijakan kerja paksa Belanda, serta diberi banyak kemudahan dalam menjalani hidup.
Baca juga: Dari Matulessia Menjadi Matulessy
Upacara pembebasan itu diakhiri dengan pesta meriah yang mengundang seluruh masyarakat yang tinggal di Ambon. Mereka menari, bernyanyi, dan saling bercerita dalam suasana yang riang gembira. Tentara Inggris juga turut hadir di tengah-tengah masyarakat, menikmati sajian di dalam pesta tersebut.
Dengan berakhirnya hari, berarti tuntas sudah tugas Mattulesi dan kesatuan Ambon sebagai bagian dari penjaga keamanan di Maluku. Namun penglaman Mattulesi dalam kesatuan militer Inggris itu berdampak besar dikemudian hari. Ia dan teman-temannya mampu menerapkan pelajaran yang meraka dapatkan saat memimpin rakyat Maluku berperang melawan Belanda.
“Kebencian mereka terhadap Belanda menjadikan mereka prajurit-prajurit yang bertekad bulat untuk menghancurkan Belanda, kalau tentaranya berani mendarat,” ucap Nanulaitta.