Masuk Daftar
My Getplus

Liku-liku Otto Abdulrachman

Bekas taruna Breda ini sempat ditahan di kamp Nazi. Ia kemudian bergabung dengan TNI dan belakangan menjadi diplomat dan ahli politik luar negeri.

Oleh: Petrik Matanasi | 12 Nov 2022
Pembebasan tahanan kamp konsentrasi Auschwitz oleh Tentara Merah Rusia, Januari 1945. (Wikimedia Commons).

Letnan Kolonel CKH Durmawel Achmad, oditur Mahmilub (Mahkamah Luar Biasa), menyebut sekitar awal Juni 1965, tertuduh dr. Subandrio telah mendengar dari Brigadir Jenderal TNI Otto Abdulrachman bahwa ada sekelompok perwira yang tidak puas dengan petinggi Angkatan Darat, yang kala itu dipimpin oleh Letnan Jenderal TNI Achmad Yani.

Sekitar tahun 1965, Otto Abdulrachman menjabat asisten khusus Menteri Luar Negeri. Kala itu Menteri Luar Negeri dirangkap Wakil Perdana Menteri dr. Subandrio. Mahmilub menjatuhkan vonis mati kepada dr. Subandrio yang kemudian diubah menjadi hukuman seumur hidup.

Sementara itu, nasib Otto Abdulrachman, sepupu wartawan perempuan Herawati Diah, tak seapes dr. Subandrio. Ia terus berkarier di Departemen Luar Negeri. Ia sempat jadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Tanzania dari 1970 hingga 1974. Masa pensiunnya dihabiskan dengan menjadi pemikir pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Tahun 1976, ia dan keluarga Diah pergi naik haji.

Advertising
Advertising

Baca juga: Dari Kamp Nazi ke TNI

Soemiarto Abdulrachman lahir di Bogor pada 11 November 1918. Sejak pertengahan tahun 1938, ia sudah merantau ke Negeri Belanda. Koran De Sumatra Post, 10 Agustus 1938, menyebut ia naik kapal Sibajak. Ia menjadi taruna bagian infanteri Koniklijke Militaire Academie atau Akademi Militer Kerajaan di Breda.

“Meski begitu, Soemiarto memendam simpati nasionalisme yang samar,” tulis Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit: De Indonesische officieren uit het KNIL 1900–1950. Selain itu, Otto Abdulrachman juga menjalin kontak dengan mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda.

Sedianya setelah lulus Otto Abdulrachman menjadi perwira KNIL yang ditugaskan di Hindia Belanda. Namun, sejarah dunia kolonial terguncang tahun 1939. Bahkan, Negeri Belanda diduduki oleh tentara Nazi Jerman pada Mei 1940. Hubungan antara Negeri Belanda dengan tanah koloninya, Hindia Belanda, terputus.

Otto Abdulrachman tak bisa lulus dengan baik dari Akademi Militer Breda dan bersama taruna lainnya menjadi penghuni kamp tawanan Nazi. Perang Dunia II tak bisa membuatnya hidup mapan sebagai perwira KNIL melainkan harus menderita selama beberapa waktu di kamp Nazi. Bahkan, jadi penghuni kamp Nazi bisa membuat nyawanya melayang.

Baca juga: Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi

Akhirnya, Otto Abdulrachman dibebaskan tentara Rusia pada 1945. Sebuah komisi menyatakan Otto Abdulrachman tidak bisa dijadikan perwira untuk militer Belanda. Ia kemudian mendengar kabar bahwa Indonesia telah merdeka dan Republik Indonesia sudah lahir.

Sebagai orang yang bersimpati kepada nasionalisme Indonesia, Otto Abdulrachman tentu merasa senang. Ia memilih jadi wartawan di Belanda sebelum pulang ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia sekitar pertengahan 1946, ia diberi pekerjaan di Kementerian Pertahanan.

Tak hanya Otto Abdulrachman, bekas taruna Breda lainnya, yakni Kanido Rachman Masjur juga berada di Kementerian Pertahanan. Mereka mendapat pangkat Letnan Kolonel dengan keahlian militernya dari hasil belajar di Breda.

Otto Abdulrachman dekat dengan kelompok kiri dan pejabat kiri macam Amir Sjarifuddin. Ia disebut Francisca Fanggidaej dalam Memoar Perempuan Revolusioner termasuk guru yang mengajar di Marx House. “Belakangan pada awal tahun 50-an, ketika aku bertemu lagi sudah menjadi seorang perwira TNI,” kata Francisca. Marx House dibuka oleh Pesindo di Madiun pada 1946. Kelompok kiri ini hanya berjaya hingga awal 1948 dan setelah September 1948 dihabisi oleh Kabinet Hatta dan tentara yang dipimpin A.H. Nasution.

“Ia ditahan sewaktu Peristiwa Madiun. Setelah dibebaskan sehubungan serangan Belanda (dalam Agresi Militer II 19 Desember 1948), ia bertempur dalam pasukan Republik,” tulis Bouman.

Baca juga: Sersan Mas Soemitro Melawan Nazi di Belanda

Rupanya, kawannya semasa di Akademi Militer Breda, Kapten J.J. Nortier tidak jauh dari tempat Otto Abdulrachman bergerilya di sekitar Purworejo. Nortier mengenalinya dan menangkapnya.

Otto Abdulrachman dibebaskan setelah gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda. Ia lalu bekerja kembali untuk Republik Indonesia Serikat. Namanya lalu direhabilitasi oleh negara terkait Peristiwa Madiun dengan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1951 tentang Penetapan Merehabiliteer Letnan Kolonel Otto Abdul Rachman dengan Pangkat Mayor.

Setelah bertugas kembali di TNI, Otto Abdulrachman menjauh dari politik praktis. Dalam kariernya di TNI, ia berhasil mencapai pangkat Mayor Jenderal. Namun, ia tidak dalam pasukan tempur dengan pangkat militernya, tetapi lebih dikenal di jabatan diplomatik. Belakangan ia menjadi pengamat politik luar negeri yang cukup didengar.*

TAG

tni ad nazi

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Nasib Tragis Sophie Scholl di Bawah Pisau Guillotine JJ Nortier Kabur dari Nazi ke Front Pasifik Pesawat Multifungsi Tulang Punggung Matra Udara Jerman Hjalmar Schacht Melawan Hitler Ujung Hayat Kaisar Terakhir Jerman di Pengasingan Barisan Pangeran di Pasukan Perang Hitler