Kapal selam milik TNI Angkatan Laut, KRI Nanggala-402 hilang kontak saat latihan menembakan torpedo di laut Bali pada Rabu, 21 April 2021. Kapal selam buatan Jerman ini membawa 53 prajurit TNI. Indonesia telah meminta bantuan Singapura, Malaysia, dan Australia untuk membantu pencarian kapal selam itu.
Indonesia memesan kapal selam Nanggala-402 bersamaan dengan kapal selam Cakra-401 kepada Jerman pada 2 April 1977. Pembangunannya selesai pada 10 September 1980, dikirimkan pada 6 Juli 1981, dan resmi dioperasikan TNI AL pada 21 Oktober 1981.
Dalam sejarah revolusi kemerdekaan, Kementerian Pertahanan pernah memesan “senjata rahasia” berupa sebuah kapal selam mini yang mampu menenggelamkan kapal perusak Belanda. Para teknisi Indonesia mengerjakannya di pabrik besi Watson di Yogyakarta.
Baca juga: Kapal Selam Nanggala dalam Armada Indonesia
Pabrik itu bernama NV Constructie Atelier der Vorstenlanden (CAV) milik George Watson karenanya lebih dikenal sebagai pabrik Watson. Pada zaman kolonial, pabrik ini beroperasi sebagai bengkel reparasi untuk mesin-mesin pabrik gula.
“Pemilik perusahaan ini meninggalkan Indonesia semasa perang dan tidak berniat untuk melanjutkan usahanya. Semasa pendudukan Jepang, pabrik ini dikuasai oleh Jepang dan dilengkapi mesin perkapalan,” tulis Farabi Fakih, dkk. dalam Bersinergi dalam Keistimewaan: Peran Bank Indonesia dalam Pembangunan Ekonomi Yogyakarta.
Setelah Jepang kalah, pabrik Watson direbut serikat buruh. “Setelah merdeka, pabrik Yogyakarta CAV yaitu pabrik Watson kembali ke tangan pemiliknya. Tetapi karena kondisi revolusi, maka CAV menjual pabriknya kepada pemerintah Yogyakarta seharga 3 juta rupiah,” tulis Farabi.
Baca juga: Aksi Kapal Selam di Papua dan Sabotase yang Gagal
Baha Uddin, dkk. dalam Masyarakat Pedesaan dan Revolusi Kemerdekaan di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut bahwa gedung [pabrik] ini pada masa agresi militer Belanda II hingga Serangan Umum 1 Maret 1949 digunakan sebagai tempat untuk merakit dan memproduksi senjata.
"Perakitan dilakukan di gedung ini karena memiliki beberapa peralatan teknis yang mendukung pembuatan dan modifikasi senjata," tulis Baha Uddin. Adalah Prof. Herman Johanes, salah satu akademisi yang merakit senjata di gedung itu, antara lain granat tekbom, detonator, dan alat peledak. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 2009.
Selain membuat senjata itu, Kementerian Pertahanan memesan “senjata khusus” berupa kapal selam mini. “Kapal selam mini ini cukup dikendalikan oleh seorang awak kapal saja dan bisa membawa sebuah torpedo yang digantung di bawah tubuh kapal selam tersebut,” tulis Moehkardi dalam Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Fisik 1945 sampai dengan 1949.
Moehkardi menyebut perancang kapal selam mini ini adalah J. Ginangan, seorang perwira muda ALRI, tamatan Angkatan Laut Den Helder Belanda. Selama perang, dia menjadi Marinir Belanda lalu pulang setelah Indonesia merdeka.
Baca juga: Enam Tragedi Kapal Selam Rusia
Percobaan pertama kapal selam mini dilakukan di Kalibayem, sebelah barat kota Yogyakarta. Kapal selam yang digerakkan oleh mesin truk ini berhasil bergerak mengapung dan menyelam. Namun, ketika torpedo dilepaskan handel pengikatnya tidak mau lepas sehingga torpedo tetap terikat.
“Akibatnya, kapal selam mini itu terseret oleh torpedonya sendiri, sehingga misi untuk menenggelamkan kapal perusak Belanda untuk sementara mengalami kegagalan,” tulis Moehkardi.
Baca juga: Jejak Magellan dari Kapal Selam
Kapal selam mini kemudian diperbaiki. Namun, belum selesai perbaikan, tentara Belanda menyerbu Yogyakarta. Kapal selam mini itu pun jatuh ke tangan Belanda.
Sementara itu, pemerintah daerah Yogyakarta mengubah pabrik Watson menjadi PT Perusahaan Besi Daerah Istimewa Jogjakarta (Perbedij). Perbedij pernah menjadi bengkel mesin ketiga terbesar di Indonesia. Namun, Perbedij kemudian menghadapi beragam masalah yang akhirnya berhenti beroperasi. Bekas gedungnya kini menjadi Hotel Melia Purosani.