Masuk Daftar
My Getplus

Babu-Babu Laut Indonesia di Perang Dunia II

Mereka kuli rendahan di kapal. Banyak yang terbunuh di Perang Dunia dan setelah 1945 ada yang melawan Belanda.

Oleh: Petrik Matanasi | 20 Okt 2023
HNLMS Java sedang diserang pesawat Jepang pada 15 Februari 1942. (Australian War Memorial/Wikipedia.org)

Samudra Atlantik masih berkecamuk oleh Perang Dunia II ketika Djojoh ikut berlayar di kapal motor MS Madoera pada 1943. MS Madoera bukan kapal perang. Pun Djojoh bukan tentara. Dia hanyalah seoerang babu.  

Sebuah kapal besar sudah pasti memiliki banyak pekerja selain kelasi, masinis, mualim, dan nahkodanya. Ada segolongan pekerja kapal yang kurang dibicarakan dalam sejarah, yakni pekerja kasar atau kuli. Pekerjaan mereka seperti angkut-angkut barang, memasak, mencuci, dan membersihkan kapal. Mereka biasa disebut sebagai babu laut. Namun di zaman Hindia Belanda, mereka disebut bedinde.

“Istilah 'bedinde’ dipinjam dari bahasa Belanda bediende yang sejatinya berarti pengabdi. Kata tersebut digunakan untuk menyebut pembantu rumah tangga laki-laki atau perempuan yang melayani keperluan majikannya. Terdapat julukan khusus untuk bedinde laki-laki, yaitu ‘jongos’. Sama halnya dengan pembantu perempuan yang dijuluki ‘babu’,” tulis Olivier Johannes Raap dalam Potret Pendoedoek di Djawa Tempo Doeloe.

Advertising
Advertising

Strata bedinde lebih rendah dari kelasi atau matros kelas tiga di kapal. Para bedinde itu di bawah naungan Government Marine (GM) atau Dinas Pelayaran Pemerintah Sipil, Koninklijk Marine (KM) alias Angkatan Laut Kerajaan Belanda, ataupun kapal-kapal dagang milik maskapai swasta yang beroperasi di Hindia Belanda.

Banyak orang pribumi yang menjadi bedinde meski nasib bedinde di KM beda dengan matros atau kelasi. Koran Sinar Laoetan no. 8, Maret 1930, menyebut siswa Kweekschool voor Inlandschs Schepelingen Makassar dapat uang kepala (Handgeld) sebesar 200 Gulden sebelum jadi kelasi. Sementara itu calon bediende hanya dapat 24 Gulden. Gaji bedinde di bawah seorang matros. Jenjang karier bedinde hanya sampai kopral saja, semisal kopralkok atau kopral juru masak atau kepala pelayan yang disebut botteliers.

Kendati bergaji terendah di kapal, para bedinde menghadapi risiko yang sama dengan posisi-posisi lain di atasnya. Peperangan di laut membuat seorang bedinde pun bisa mati terpanggang atau tenggelam seperti kelasi lain. Banyak bedinde yang terbunuh dalam Perang Dunia II. Dalam Pertempuran di Laut Jawa, misalnya. Pertempuran maritim antara armada Sekutu melawan armada laut Jepang itu menewaskan seorang bediende. Buku Gedenkrol van de Koninklijke Marine 1939-1962 mencatat, ada 217 orang Indonesia yang terbunuh, termasuk bedinde.

Jumlah bedinde tewas jauh lebih banyak di kapal penjelajah ringan HNLMS Java. Kapal penjelajah ringan AL Belanda itu tenggelam dalam Pertempuran Laut Jawa.

“Komando ABDA mengumpulkan satuan tugas kapal perang tua untuk mencegat armada Invasi Jawa (AL Jepang, red.), ini adalah kapal dari empat angkatan laut, dipimpin oleh laksamana Belanda Karel Doorman. Kapal andalan Doorman, HNLMS De Ruyter sebuah kapal penjelajah ringan, didukung oleh HNLMS Java, juga kapal penjelajah ringan HNLMS Kortenaer. Rencana pertempuran malam yang telah dilatih oleh Jepang melawan Amerika terkena dampak yang menghancurkan menjelang tengah malam pada tanggal 27, ketika empat kapal penjelajah Doorman yang masih hidup saling bertukar tembakan dengan kapal Jepang, dan De Ruyter serta Java keduanya tenggelam dengan terbunuhnya Doorman dalam pertempuran,” tulis Nick Shepley dalam  Red Sun at War Part II: Allied Defeat in the Far East, Part 2.

Dari 119 orang Indonesia yang meninggal di kapal HNLMS Java, kebanyakan adalah kelasi, yakni 41 orang. bedinde di urutan kedua dengan 37 korban, diikuti 23 juru api, 5 juru minyak, dan lainnya. Di kapal perang De Ruyter, yang menjadi flagship AL Belanda, terdapat 73 orang Indonesia yang gugur, 23 di antaranya bedinde dan sisanya adalah kelasi dek dan juru mesin.

Perang Dunia II juga telah menjauhkan pada bedinde itu dari Jawa. Ada bedinde yang ikut kapal sampai ke Samudra Atlantik. Perairan Atlantik adalah daerah operasi kapal selam ringan Jerman yang dikenal sebagai U-Boat.  U-Boat tak hanya memangsa kapal perang Sekutu tapi juga kapal-kapal niaga. Lantaran banyaknya serangan U-Boat, Sekutu lalu mengerahkan kapal-kapal perangnya untuk mengawal kapal-kapal niaga mereka.

Kendati dengan pengawalan kapal perang, ancaman tak berarti hilang. Di tengah ganasnya ancaman U-Boat Jerman itulah kapal MS Madoera milik Java New York Lijn berlayar pada 23 Februari 1943. Selain Djojoh, di MS Madoera kala itu terdapat pula awak lain dari Indonesia: Amak, Djoekamarie, dan Sakamanta.

Dalam perjalanan, kapal itu dihajar torpedo U-Boat. MS Madoera pun rusak parah dan akhirnya berhasil dibawa ke St Johns, New Foundland untuk diperbaiki. Djojoh yang ada di dalamnya ketika torpedo menghantam, bisa selamat. Tanpa memikirkan nyawanya sendiri, dia dan rekan-rekannya justru bekerja keras menyelamatkan kapal. Berhasil. Bulan Agustus tahun itu juga Djojoh mendapatkan Kruis van Verdienste atas kerjanya di MS Madoera yang sedang dalam bahaya itu.

Di kapal MS Janssen, ada pula bedinde asal Indonesia: Soeboer dan Oesman. Soeboer seorang bottelier kelas satu, sementara Oesman adalah juru masak di kapal itu. Ketika ikut operasi pendaratan di Teluk Leyte, Filipina, kapal itu berkali-kali mendapat serangan berat dari pesawat udara AL Jepang. Alih-alih takut dan lari, Soeboer dengan berani membantu anggota militer lain. Oleh karenanya, Soeboer juga mendapat Kruis van Verdienste dari Kerajaan Belanda.

Selain Soeboer dan Oesman, dari kapal MS Janssen ada Soekoet (kepala kamar mesin) dan Soelan (perwira kapal) yang juga mendapatkan Kruis van Verdienste pada Juli 1945 berdasar Koninklijk Besluit nomor 29 tanggal 3 Juli 1945. Namun, keempatnya pada 24 September 1945 menolak bekerja kepada Kerajaan Belanda yang ingin menduduki kembali Indonesia yang telah merdeka.

TAG

perang dunia ii perang pasifik

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Haryasudirja Hampir Mati Ditembak Jepang Perjuangan Kapten Harun Kabir Aksi Tentara Semut di Zaman Revolusi Taruna Cilik Zaman Belanda Kerangka Serdadu Jepang dari Pertempuran Biak Oposan Sepanjang Zaman Orang Toraja dan Luwu Melawan Belanda Suka Duka Pasukan Perdamaian Indonesia di Gaza Orang Wana Melawan Belanda Pratu Misdi, Pasukan Perdamaian Indonesia yang Gugur di Gaza