Masuk Daftar
My Getplus

Penegak Hukum Masa Jawa Kuno

Di masa Majapahit, pejabat kehakiman disebut dengan istilah sang prāgwiwākawyawahāranyāyanyāyawicchedaka.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 11 Agt 2018
Seorang perempuan mengadu pada pengadilan setelah diganggu gerombolan pemuda/Relief Karmawibhangga, Candi Borobudur

DI dalam istana, Raja Wilwatikta makin tekun dalam aktivitasnya. Di pengadilan, dia tak memihak dan sangat hati-hati. Dia ikuti semua aturan dalam kitab Agama. Sang raja tak memihak karena diberi kekayaan. Dia adil kepada semua orang.

“Perbuatan baik diupayakan untuk mengetahui masa yang akan datang dan sebagainya, sesungguhnya beliau penjelmaan dewa,” catat Mpu Prapanca dalam karya monumentalnya, Kakawin Nagarakrtagama.

Dari sana diketahui Raja Hayam Wuruk menjalankan pengadilan tak sembarangan. Dalam kitab itu pula dijelaskan, sang prabu mengangkat keponakannya, Wikramawardana, sebagai wakil raja dalam menjalankan pengadilan. Istilahnya dalam bahasa Jawa Kuno adalah paningkah cri narendradhipa. 

Advertising
Advertising

Sri Kertawardana, ayah Hayam Wuruk, juga punya fungsi di pengadilan. Kertawardana disebut mahir menerapkan hukum perdata.

“Demikianlah ada pembagian tugas antara Kertawardana dan Wikramawardana dalam menjalankan pengadilan atas nama raja,” tulis Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan.

Selama masa Hindu Buddha, khususnya di Jawa, jumlah dan susunan pejabat kehakiman tak selalu sama. Arkeolog Puslit Arkenas Titi Surti Nastiti dalam Perempuan Jawa menjelaskan pada Mataram Kuno hanya ada dua pejabat kehakiman, yaitu samgat i tiruan dan samgat i manghuri. Dalam prasasti Mataram Kuno, pejabat yang berurusan dengan pengadilan disebut sebagai sang pamgat, disingkat samgat atau samgět. Keputusan pengadilan dapat berupa pidana (hukum yang berkaitan dengan kajahatan) dan perdata (hukum yang berkaitan dengan perdagangan, jual beli, dan lainnya).

Masa Kadiri sampai Majapahit jumlah pejabat yang bertanggung jawab di bidang hukum semakin banyak. Pejabat dibagi atas dua kelompok. Pertama, dharmmadhyaksa ring kasaiwan (pemimpin keagamaan/ketua pengadilan dari golongan agama Siwa) dan dharmmadhyaksa ring kasogatan (pemimpin keagamaan/ketua pengadilan dari golongan agama Buddha).

Kedua, kelompok dharma upapatti (pejabat kehakiman) yang jumlahnya tidak tentu dalam suatu prasasti. Namun, secara keseluruhan jumlahnya sembilan orang, yaitu samgat i tiruan, samgat i kandamuhi, samgat i manghrui, samgat i jamba, samgat i panjang jiwa, samgat I pamwatan, samgat I tigangrat, samgat I kandangan atuha, samgat I kandangan rarai.

“Setiap wilayah kerajaan yang terdiri dari pusat dan daerah punya administrasi kehakiman masing-masing,” tulis Titi.

Khususnya pada masa Majapahit, pejabat kehakiman disebut sang prāgwiwākawyawahāranyāyanyāyawicchedaka. Artinya hakim yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah dalam persengketaan. Ini tercatat dalam Prasasti Sukāmrta (1218 saka/1296 M) dan Prasasti Adan-adan (1223 saka/1301 M).

Ada pula sebutan sang dharmmādhikaraņanyāyanyāwyawahārawicchedeka (pemimpin keagamaan yang dapat memutuskan persengketaan antara pihak yang benar dan salah). Ini tertera dalam Prasasti Tuhañaru (1245 Saka/1323 M).

Sementara dalam Prasasti Cangu (1280 Saka/1258 M) dan Prasasti Sěkar, pejabat kehakiman disebut sang dharmmaprawāktawyawahārawicchedaka. Artinya juru bicara dalam bidang keagamaan atau hukum yang dapat memutuskan persengketaan. 

Prasasti Běndosari (1360 M) dan Parung dari masa Majapahit menjelaskan, para pejabat kehakiman punya pertimbangan sebelum memutuskan suatu perkara di pengadilan. Mereka harus mempelajari kitab-kitab sāstra yang berasal dari India, peraturan daerah, hukum adat, pendapat para sesepuh, kitab-kitab hukum, seperti yang selalu dilakukan oleh para hakim sejak dulu kala.

“Prasasti Parung memberikan petunjuk mengenai adanya dasar hukum yang lain. Itu sumpah kepada dewa atau tokoh yang diperdewakan,” tulis Titi.

Sementara itu, epigraf Boechari dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti menjelaskan jika suatu masalah tak tercantum dalam kitab hukum, pejabat kehakiman akan menyelesaikan perkara itu berdasarkan pernyataan saksi. Adapun masalah sengketa tanah, terutama mengenai tanah perdikan, diputuskan oleh raja sendiri.

Baca juga: 

Sumber Hukum Masa Jawa Kuno
Hukuman Kutukan dari Kerajaan Majapahit
Hukuman bagi Penjahat pada Zaman Kuno
Hukuman Bagi Pelaku Pelecehan Seksual di Majapahit

TAG

sanksi Narapidana undang-undang Majapahit Hukum Hayam-Wuruk

ARTIKEL TERKAIT

Produk Hukum Kolonial Terekam dalam Arsip Selamatkan Negarakertagama dari Aksi KNIL Menonton Eksekusi Hukuman Mati di Batavia Gubernur Jenderal VOC Dijatuhi Hukuman Mati Hukuman Kasus Pembunuhan di Masa Sultan Hamengkubuwono VI Dari Lapangan Berujung Penembakan Yap Thiam Hien Membela Soebandrio Jenderal Ibrahim Adjie Tembak Mati Perampok Jenderal Polisi Divonis Mati Mengadili Jenderal Polisi