Masuk Daftar
My Getplus

Seniman Tolak Komersialisasi Taman Ismail Marzuki

Aksi protes berbentuk karya seni dari para seniman untuk kebijakan pemerintah Jakarta dalam mengelola TIM. Mereka mendukung revitalisasi tapi tidak untuk komersialisasi.

Oleh: Fernando Randy | 09 Feb 2020
Para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan "silent action" di trotoar TIM. (Fernando Randy/Historia).

Awan tebal menggelayut. Matahari tak kelihatan. Hampir turun hujan. Para pekerja berhelm proyek dan berompi oranye bergegas. Mereka meneriakkan aba-aba kepada rekannya di dalam ekskavator. Lengan ekskavator bergerak, menghantam dua bangunan di dekatnya. Gedung Galeri Cipta I dan Graha Bhakti Budaya roboh pelan-pelan menjadi puing.

Alat berat saat merobohkan gedung Graha Bhakti Budaya di Taman Ismail Marzuki. (Fernando Randy/Historia).

Para seniman Ibukota resah. Tempat yang membersamai mereka sedari dulu, kini satu per satu hilang. Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, tengah direvitalisasi. Proyek ini sudah dimulai sejak tahun 2019 dan terus berlanjut hingga Februari 2020 meski protes dari seniman mengalir deras.

Para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan silent action di trotoar TIM. (Fernando Randy/Historia).

Salah satu protes datang dari para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM. Mereka merasa ada kejanggalan dalam proses revitalisasi TIM sejak awal. “Dari awal, kami seniman TIM, tidak pernah diajak diskusi mengenai rencana revitalisasi ini. Pemerintah terkesan sembunyi-sembunyi,” ujar Tatan Daniel (48), perwakilan seniman

Advertising
Advertising
Graha Bhakti Budaya ketika dirobohkan oleh alat berat. (Fernando Randy/Historia).
Aksi salah satu seniman saat memprotes revitalisasi Taman Ismail Marzuki. (Fernando Randy/Historia).

Menurut Tatan, seniman bernama besar seperti Nano Riantiarno dan Putu Wijaya juga tak pernah didengarkan. Kedua seniman itu besar bersama TIM. Kekecewaan terbesar mereka adalah adanya rencana pembangunan hotel mewah.

Perwakilan Forum Seniman Peduli TIM Tatan Daniel usai melakukan unjuk rasa di TIM. (Fernando Randy/Historia).

Tatan menyebut hotel itu akan membuat TIM jadi komersial. Tapi hal tersebut dibantah oleh Pemerintah Provinsi Jakarta selaku penanggung jawab proyek revitalisasi TIM. Mereka bilang hanya ingin mendirikan wisma untuk seniman. 

Para pekerja saat merenovasi gedung Graha Bhakti Budaya di komplek TIM. (Fernando Randy/Historia).

Tatan tak percaya bantahan itu. “Kalau memang nantinya akan dibangun wisma untuk seniman, kami mau fungsi dan bentuk benar benar wisma, jangan seperti hotel mewah,” lanjut Tatan. Para seniman masih terus menggelar aksi tolak komersialisasi TIM. Bentuknya “Silent Action”. Aksi itu berlangsung tiap Jumat sore di depan pelataran TIM. 

Para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan silent action di trotoar TIM. (Fernando Randy/Historia).
Salah satu seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan kritik lewan karya seni di trotoar TIM. (Fernando Randy/Historia).
Para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan silent action di trotoar TIM. (Fernando Randy/Historia).

Kritik terhadap revitalisasi juga keluar dari mulut Yayu Unru (57), aktor senior sekaligus dosen pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Dia mengaku kecewa pada keputusan Gubernur DKI Jakarta dan resah jika TIM nanti berubah fungsi menjadi pusat komersial. “Kalau TIM sudah dikomersialkan, bagaimana kita mau berkarya? Nantinya TIM hanya mementaskan karya-karya yang laku di pasaran. Karya yang mengikuti pasar. Bukan karya-karya yang bagus. Itu tidak benar,” kata Yayu. 

Alat berat saat merobohkan gedung Graha Bhakti Budaya TIM. (Fernando Randy/Historia).
Suasana gedung Graha Bhakti Budaya usai di robohkan. (Fernando Randy/Historia).
Suasana revitalisasi di depan gedung Planetarium TIM. (Fernando Randy/Historia).

Protes para seniman terhadap revitalisasi tidak kunjung usai. Tapi tak tampak pula upaya dari Pemerintah Provinsi Jakarta untuk duduk bersama berdiskusi dengan mereka. Ini berbeda dari cara Ali Sadikin, Gubernur Jakarta dulu, dalam menyikapi segala hal menyangkut TIM dan seniman di dalamnya. 

Para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan silent action di trotoar TIM. (Fernando Randy/Historia).

 

TAG

taman ismail marzuki ali sadikin

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Sukarno dan Planetarium Pawang Hujan dalam Peresmian TMII Call Me Mbak W.G.Jongkindt Conninck, Pengusaha Kina Ternama di Hindia Belanda Cerita di Balik Pembangunan TMII Hikayat Jongkindt Conninck dari Kertamanah Oase Bernama TIM Gerakan Menentang Pembangunan TMII Gagasan Awal Taman Mini Indonesia Indah Ki Hajar dan Sekolah Liar