Masuk Daftar
My Getplus

Jejak Keberagaman Bangsa di Sam Poo Kong

Berkunjung ke salah satu klenteng tertua di Indonesia. Berdiri di jantung kota Semarang, Sam Poo Kong menjadi salah satu saksi sejarah bangsa.

Oleh: Fernando Randy | 26 Jan 2020
Sam Poo Kong di kota Semarang Jawa Tengah, salah satu klenteng tertua di Indonesia. (Fernando Randy/Historia).

Hubungan Nusantara dengan Tiongkok telah terjalin berabad-abad lamanya. Catatan perjalanan musafir Tiongkok mengungkap adanya hubungan dagang antara kerajaan Nusantara dan Tiongkok pada abad ke-7. Letak Nusantara begitu strategis, bagian dari Jalur Sutra, tempat singgah pedagang-pedagang dari utara. Termasuk pedagang Arab dan India.

Para pengunjung beristirahat di Klenteng Sam Poo Kong, Semarang. (Fernando Randy/Historia).

Selama berabad-abad itu, rombongan pedagang dan utusan resmi kerajaan di Tiongkok silih berganti mendatangi Nusantara. Salah satu cerita kedatangan rombongan yang cukup terkenal adalah rombongan Laksamana Sam Poo Tay Djien, atau lebih dikenal dengan sebutan Cheng Ho. 

Patung Laksamana Cheng Ho berdiri gagah di halaman Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).

Saat akan mendatangi beberapa wilayah di Jawa, Cheng Ho sempat berlabuh di Bukit Simongan, wilayah pesisir utara Jawa bagian Tengah, sekarang dikenal Semarang. Salah satu juru mudi sekaligus orang kepercayaannya, Wang Jing hong, menderita sakit keras sehingga harus diturunkan. Bersama itu pula, sejumlah awak kapal turun untuk merawat Wang Jing Hong di suatu tempat. Cheng Ho lalu melanjutkan perjalanannya. 

Advertising
Advertising
Wisatawan mancanegara mengamati kisah berdirinya Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).
Gua Batu tempat berdoa sekaligus mengenang kebaikan Cheng Ho. (Fernando Randy/Historia).

Sekarang tempat perawatan Wang Jing Hong bernama kawasan Klenteng Sam Poo Kong. Setelah sembuh, Wang Jing Hong yang beragama muslim mulai menyebarkan agama Islam di Semarang. Kepada penduduk, dia juga menceritakan berbagai kisah kehebatan Laksamana Cheng Ho. 

Relief yang menceritakan kebaikan Cheng Ho. (Fernando Randy/Historia).
Suasana di dalam Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).

Sebagai penghormatan kepada Cheng Ho, Wang Jing Hong membangun sebuah arca. "Diletakkan di Gua Batu. Arca tersebut untuk mengenang kebaikan dan kehebatan Laksamana Cheng Ho," ujar Chandra Atmaja (65), ketua Yayasan Klenteng Agung Sam Poo Kong. Gua Batu adalah sebutan lain untuk Klenteng Sam Poo Kong. Disebut begitu sebab dulunya tempat itu menyerupai gua besar.

Umat yang sedang berdoa di Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).

Sam Poo Kong bukan saja kental oleh nuansa budaya Tiongkok, tapi juga terisi penuh oleh ide penghargaan terhadap keberagaman agama pada masa lampau. Sam Poo Kong menjadi tempat ibadah bagi para penganut Taoisme, Buddhisme, dan Konfusianisme.

Umat saat beribadah di Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).
Salah satu patung di sudut Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).

Sekarang Sam Poo Kong berkembang lebih dari tempat ibadah. "Sam Poo Kong kini terbuka bagi semua pemeluk agama. Dulu memang hanya tempat beribadah untuk warga keturunan Tionghoa. Kini kami membukanya baik untuk wisata maupun untuk berbagai kegiatan yang positif. Itulah salah satu cara kami untuk mempopulerkan wisata budaya Sam Poo Kong," lanjut Chandra. 

Seorang pekerja sedang membersihkan klenteng Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).
Salah satu patung berdiri gagah di halaman Sam Poo Kong. (Fernando Randy/Historia).

Sam Poo Kong masih berdiri kokoh di jantung kota Semarang. Ia menyisakan pelajaran tentang pentingnya penghargaan terhadap sesama kelompok masyarakat.

Sam Poo Kong menjadi salah satu bukti keberagaman bangsa Indonesia. (Fernando Randy/Historia).

 

TAG

tionghoa arsitektur cheng ho

ARTIKEL TERKAIT

Njoo Han Siang, Pengusaha yang Tak Disukai Soeharto Mencari Ruang Narasi Peran Etnik Tionghoa dalam Sejarah Bangsa Pajak Judi Masa Kompeni Mula Pedagang Kelontong Kala Penduduk Tionghoa di Batavia Dipimpin Wanita Kala Kepala dan Kuku Dipungut Pajak Tio Tek Hong, Perintis Rekaman di Hindia Belanda Gubernur Jenderal VOC Dijatuhi Hukuman Mati 4 Februari 1921: Tjong A Fie Meninggal Dunia Wayang Potehi Terawat di Gudo