Masuk Daftar
My Getplus

Riwayat Kedatangan Islam di Gowa

Masuknya Islam di Gowa terbilang lambat jika dibandingkan wilayah Sumatera dan Jawa. Namun raja di sana menerima Islam secara cepat hingga agama itu berkembang pesat.

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 21 Mar 2020
Pemakaman penguasa Gowa (TroppenMuseum)

Wabah Covid-19 semakin meresahkan masyarakat Indonesia. Pemerintah pun akhirnya mengeluarkan imbauan agar masyarakat sebisa mungkin menghindari keramaian. Masyarakat diminta tidak berkumpul dalam jumlah besar di tempat tertentu. Hal itu dilakukan untuk memutus rantai persebaran virus yang semakin meluas.

Di tengah upaya tersebut, masyarakat Indonesia malah dihebohkan dengan pemberitaan tentang kegiatan Tabligh Ijtima Dunia 2020 Zona Asia yang rencananya akan diselenggarakan di Gowa, Sulawesi Selatan pada 19-22 Maret. Diberitakan CNNIndonesia, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo membenarkan keberadaan 8.000 anggota Jemaah tabligh di Gowa tersebut.

Namun setelah pemerintah daerah Sulawesi Selatan bersama TNI dan kepolisian melakukan koordinasi dengan pihak panitia penyelenggara, acara tabligh itu resmi ditunda. Pangdam Hasanuddin Mayjen TNI Andi Simangaruka menyebut pihaknya berhasil meyakinkan panitia menunda acara di tengah pencegahan virus corona yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Advertising
Advertising

Baca juga: Wabah Virus Global yang Mengacaukan Sepakbola

 

“Jadi rencana mereka akan membatalkan kegiatan itu. Ini kesepakatan dengan panitia karena kan progam pemerintah dalam rangka pencegahan penularan virus corona. Mereka mengerti itu,” ucap Andi Simangaruka.

Banyak masyarakat yang bingung dengan pemilihan wilayah Gowa sebagai tempat penyelenggaraan acara tersebut. Dari sekian banyak wilayah di Indonesia mengapa Gowa yang dipilih untuk acara yang baru pertama kali terselenggara di Indonesia ini. Hal itu tentu tidak terlepas dari perkembangan ajaran Islam di Gowa yang telah terjadi  sejakratusan tahun lalu. Lantas bagaimana Islam pertama kali masuk ke Gowa?

Kedatangan Pertama

Penyebaran Islam di Nusantara berlangsung tidak merata. Ajaran agama dari Jazirah Arab ini tidaklah masuk secara bersamaan ke seluruh penjuru Nusantara. Masuknya Islam ke Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Gowa contohnya, bisa dikatakan terlambat dibandingkan dengan wilayah Sumatera dan Jawa. Jika di kedua wilayah tersebut Islam telah berkembang pesat sejak abad ke-10, pengaruh Islam di Sulawesi baru muncul sekitar abad ke-16. Penyebabnya adalah kegiatan dagang di sana baru ramai akhir abad ke-16 hingga permulaan abad ke-17.

Dijelaskan Ahmad M. Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai Abad XVII, para pedagang Muslim dari berbagai daerah di Nusantara, serta pedagang Eropa baru ramai mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Sulawesi Selatan pada periode abad tersebut. Aktifitas dagang inilah yang mempengaruhi tumbuhnya Islam di Jawa dan Sumatera. Sehingga ketika Sulawesi mulai ramai dikunjungi, persebaran Islam di Gowa pun mulai meningkat.

Menurut Mattulada dalam “Islam di Sulawesi Selatan” dimuat dalam Agama dan Perubahan Sosial karya Taufik Abdullah, keberadaan pemukiman Muslim pertama di Makassar diketahui pada masa pemerintahan Raja Gowa X Tonipalangga (1546-1565). Penduduk Muslim pertama di Sulawesi Selatan itu mayoritas berasal dari Campa, Patani, Johor, dan Minangkabau. Mereka adalah para pedagang yang melakukan aktifitas dagang di pelabuhan Makassar, yang ketika itu dikenal sebagai tempat singgah para pelaut yang ingin ke Maluku ataupun ke Sumatera.

Baca juga: Perkembangan Islam di Sulawesi Selatan

 

Pada masa kekuasaan Tonijallo (1565-1590) di tempat bermukim para pedagang Muslim di Mangallekanna itu telah berdiri sebuah masjid. Memasuki abad ke-17 Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo mulai menerima keberadaan Islam di negerinya. Peristiwa besar penerimaan Islam tersebut ditandai dengan kedatangan tiga orang datuk (datuk tallua) dari Minangkabau ke wilayah kekuasaan raja Gowa.

“Peristiwa masuknya Islam Raja Gowa merupakan tonggak sejarah dimulainya penyebaran Islam di Sulawesi Selatan, karena setelah itu terjadi konversi ke dalam Islam secara besar-besaran,” tulis Sewang.

Berdasar peneltian etnolog Prancis Christian Pelras dalam “Religion, Tradition and the Dynamics of Islamization in South Sulawesi” dimuat Archipel, diketahui bahwa orang pertama di Gowa yang menerima Islam adalah mangkubumi Kerajaan Gowa, yang juga memegang kekuasaan tertinggi di Tallo, yaitu I Malingkang Daeng Manyonri. Ia kemudian memperoleh nama Islam Sultan Abdullah Awwalul-Islam. Pada waktu yang bersamaan, Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabia, juga mengikrarkan dirinya menjadi seorang Muslim. Ia kemudian mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin. Keduanya tercatat menjadi Muslim pada 1605.

Perubahan seluruh keyakinan di Gowa ke dalam Islam ditasbihkan dengan dikeluarkannya sebuah dekrit Sultan Alauddin pada 9 November 1607. Dalam dekrit itu, kata Sewang, Sultan menjadikan Islam agama resmi kerajaan dan agama yang perlu diyakini seluruh rakyat di wilayah kerajaan Gowa. Tidak ada pertentangan atas keputusan tersebut.

Baca juga: Cerita Menarik di Balik Gelar Anumerta Raja Gowa

 

Tetapi kemudian mulai timbul pertentangan manakala Gowa mulai menyerukan Islam ke kerajaan-kerajaan taklukannya yang mayoritas masih menganut kepercayaan di luar Islam. Pada perkembangan selanjutnya, ajaran-ajaran Islam yang disyiarkan oleh para ulama di Gowa mulai diterima secara luas oleh masyarakat.

“Sejak semula, penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja, serta atas kemampuan adaptasi yang diperlihatkan oleh para penyiar Islam. Akan tetapi bagaimana proses itu terjadi serta peranan yang dimainkan oleh raja di dalamnya, belumlah ada penelitian yang membahas secara khusus tentang itu,” ungkap Sewang.

Datuk Tallua

Tersebarnya Islam di kalangan penguasa Gowa tidak terlepas dari peran datuk tallua. Tiga datuk tersebut di antaranya: Abdul Makmur (Khatib Tunggal), dikenal juga dengan nama Datuk ri Bandang; Sulaiman (Khatib Sulung), dikenal juga dengan nama Datuk Patimang; Abdul Jawad (Khatib Bungsu), dikenal juga dengan nama Datuk ri Tiro.

Begitu tiba di Makassar, ketiganya tidak langsung menjalankan misi agamanya. Mereka lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang Melayu dan pedagang Muslim yang sudah lebih dahulu tinggal di Sulawesi Selatan. Para mubalig ini berusaha mendekati para penguasa yang paling dihormati agar penyebaran ajaran Islam lebih mudah dilakukan.

Dikisahkan dalam Lontara Pattorioloang dan Lontara Bilang, ketiga datuk kemudian pergi menuju Luwu untuk mendekati penguasa di sana. Berdasar informasi yang didapat, penguasa Luwu lebih terbuka terhadap keberadaan Islam. Akhirnya pada 1605, penguasa Luwu Daeng Parabung berhasil diislamkan. Ia mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad. Sebagai raja Luwu, Sultan Muhammad cukup dihormati di kalangan raja-raja Sulawesi Selatan. Ia memiliki pengaruh yang besar.

Baca juga: Membuka Peristiwa Pembantaian di Sulawesi Selatan

 

Sultan Muhammad lalu menyarankan agar datuk tallua pergi menemui Raja Gowa. Wilayah Gowa, menurut Sultan Muhammad, memiliki kekuatan militer dan politik yang kuat di kawasan Sulawesi Selatan. Jika Islam berhasil berkembang di sana, persebarannya diyakini akan semakin besar dan cepat. Usaha para mubalig itu pun membuahkan hasil. Beberapa bulan setelah melakukan pendekatan, Gowa dan Tallo bersedia memeluk agama Islam.

“Kerajaan Gowa dikenal sebagai salah satu kerajaan pertama yang menerima Islam sebagai agama resmi sekaligus menjadi pusat Islamisasi di Sulawesi Sulatan,” tulis Sewang.

TAG

gowa islamisasi

ARTIKEL TERKAIT

Jaringan Intelektual dan Spiritual dalam Jalur Rempah Di Balik Berdirinya Kesultanan Banjar Jejak Sufi, Pembawa Ajaran Islam ke Nusantara Islamisasi di Tanah Ternate Samudera Pasai dan Dinasti Abbasiyah Hikayat Putri Cempa dan Islam di Majapahit Empat Penjelajah Muslim Awal Anak Raja Sunda Mencari Islam Cerita Tentang Hamka Alkisah Gereja Tertua di Gaza