Masuk Daftar
My Getplus

Wabah Virus Global yang Mengacaukan Sepakbola

Jadwal laga-laga akbar sepakbola kacau gegara virus corona, sebagaimana yang terjadi seabad silam.

Oleh: Randy Wirayudha | 12 Mar 2020
Laga Derby d'Italia yang dimenangkan Juventus 2-0 atas Inter Milan, dimainkan tanpa penonton sebelum pemerintah Italia melakukan lockdown di seantero negeri gegara wabah virus corona. (juventus.com).

LIMA liga sepakbola paling kompetitif di dunia, Premier League (Liga Inggris), La Liga (Liga Spanyol), Ligue 1 (Liga Prancis), Serie A (Liga Italia), dan Bundesliga (Liga Jerman) turut terimbas bencana virus corona. Sejumlah laga Serie A malah terpaksa ditunda gegara meledaknya jumlah kasus positif terpapar wabah bernama lengkap Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) itu.

Sebelumnya, otoritas sepakbola Inggris, Spanyol, Jerman, dan Prancis sekadar melayangkan kebijakan sejumlah laga dimainkan tanpa penonton. Namun yang terbaru, laga big match Arsenal vs Manchester City pada Rabu (11/3/2020) malam di Emirates Stadium, London, terpaksa ditunda.

“Premier League menunda pertandingan kami dengan Manchester City pada Rabu malam sebagai langkah antisipasi,” kicau manajemen Arsenal di akun Twitter-nya, @Arsenal, Rabu (11/3/2020).

Advertising
Advertising

Baca juga: Carnevale Venezia yang Dibatalkan gara-gara virus corona

Italia jadi negara kedua di dunia yang paling parah terpapar wabah corona setelah China, negara asal wabah. Perdana Menteri Giuseppe Conte sampai memberlakukan lockdown di seantero “Negeri Pizza” per 9 Maret 2020. Walhasil tidak hanya laga-laga kompetisi lokal, jadwal Liga Champions dan Europa League yang melibatkan tim-tim Italia dan ber-venue di Italia terpaksa ditunda.

Virus corona yang kini menjadi wabah global juga berpotensi merecoki jadwal Euro 2020 yang bakal digelar di 12 kota di 12 negara dan Olimpiade Tokyo 2020. Bencana ini seolah mengulang sejarah kala wabah Flu Spanyol mendera dunia 102 tahun lampau.

Sepakbola dalam Terjangan Flu Spanyol

Sampai sekarang belum ada penelitian yang bisa mengungkap di mana ground-zero Flu Spanyol yang terjadi pada 1918, tepatnya di fase terakhir Perang Dunia I (Februari-November 1918). Virus flunya begitu mematikan dan menyebar dengan cepat lantaran penularannya via udara. Mulanya virus itu menyerang tubuh manusia seperti flu biasa, namun lama-kelamaan penderitanya bakal mengalami pneumonia atau infeksi organ pernafasan yang menyebabkan kematian.

Disebut Flu Spanyol karena saat itu sejumlah negara yang terlibat Perang Dunia I (Jerman, Prancis, Inggris, Amerika Serikat) menyensor semua informasi mengenai wabah itu agar tak diketahui publik, utamanya para serdadu yang berperang. Pengecualian hanya Spanyol, di mana negeri di Semenanjung Iberia itu jadi salah satu negara terparah yang terimbas dengan ratusan ribu orang tewas. Oleh karenanya publik global menyebutnya sebagai Flu Spanyol.

Merebaknya Flu Spanyol di Spanyol turut meningkatkan keuntungan produsen-produsen disinfektan, Zotal salah satunya (Repro Clinical Infectious Diseases).

Di Spanyol, wabah itu sudah jadi sorotan publik sejak 22 Mei 1918. Dalam artikelnya di Clinical Infectious Diseases, Volume 47, “The 1918 Spanish Flu in Spain”, Antoni Trilla, Guillem Trilla, dan Carolyn Daer menyebutkan, dari jutaan yang tertular, 260 ribu di antaranya meninggal. Raja Spanyol Alfonso XIII turut jadi satu dari sekian orang yang pertama tertular meski kemudian bisa pulih.

Salah satu faktor meledaknya wabah di negeri itu tak lain lantaran sejumlah event sepakbola yang digilai publiknya tak dihentikan. Selain liga-liga amatir di masing-masing wilayah (La Liga baru hadir 1929), yang tak dihentikan adalah Copa del Rey alias Piala Raja. Pada edisi 1918, turnamen itu tetap bergulir dengan juaranya Real Unión, yang mengalahkan Madrid FC (kini Real Madrid) 2-0 di stadion Campo de O’Donnell.

Baca juga: Piala Super Spanyol Sarat Drama

Para stakeholder sepakbola di Spanyol bukan berarti tutup mata terhadap Flu Spanyol yang mendera saudara-saudara mereka. Andrew McFarland mengungkapkan dalam “Building a Mass Activity: Fandom, Class, and Business in Early Spanish Football” yang dimuat Football Fans Around the World, sejumlah klub menggelar laga-laga amal demi menggalang dana bantuan para korban Flu Spanyol.

“Contoh terbaik diberikan Atlético de Madrid dan Athletic de Bilbao yang punya kegiatan rutin membantu masyarakat setempat selama wabah berlangsung. Bahkan Athletic de Bilbao beberapakali menggelar laga amal, di mana keuntungan yang didapat dijadikan dana bantuan untuk para keluarga korban di masa sulit itu,” tulis McFarland.

Di Inggris Raya, termasuk Skotlandia dan Irlandia, pesatnya penularan Flu Spanyol terjadi seiring pulangnya para serdadu mereka dari palagan di Prancis usai Perang Dunia I. Di Inggris saja tercatat 228 ribu jiwa melayang dan jutaan lainnya positif terpapar, termasuk Perdana Menteri David Lloyd George yang kemudian bisa sembuh.

Baca juga: Seabad Flu Spanyol

Namun anehnya, sepakbola tidak hanya terus bergulir selama wabah berlangsung namun Inggris malah baru memulai kejuaraan profesional pertamanya. Jumlah peserta Football League First Division edisi ke-45 yang mulai naik level pro bahkan bertambah dari 20 menjadi 22 klub.

“Piala FA juga dimulai kembali pada September 1919 dan (mungkin karena ketidaktahuan cara antisipasi dan mencegah Flu Spanyol), nyaris semua pertandingan penuh penonton. Sementara dalam sepakbola wanita, masalahnya lebih kompleks,” ungkap Tim Tate dalam Secret History of Women’s Football.

Stadion Stamford Bridge tetap ramai penonton kala final FA Cup 1919-1920 yang dimenangi Aston Villa 1-0 atas Huddersfield Town. (Twitter @thecentretunnel/@GreatestCapital).

Sedikit laporan mengenai siapa saja dari dunia sepakbola Inggris yang positif tertular Flu Spanyol, kecuali striker sayap Newcastle United Angus Douglas dan manajer klub Skotlandia Hibernian, Dan McMichael. Keduanya tewas karena Flu Spanyol. Douglas wafat pada 14 Desember 1918 dan McMichael meninggal pada Februari 1919.

Di Amerika Latin, virus Flu Spanyol sudah mulai eksis sejak September 1918. Wabah itu dibawa para pelaut yang pulang ke Recife dari perantauan mereka di pesisir barat Afrika. Dengan cepat, wabah itu merambah ke kota-kota besar seperti Rio de Janeiro dan São Paulo.

“Dari beberapa sumber disebutkan, kasus-kasus pertama Flu Spanyol di São Paulo berasal dari para pesepakbola amatir asal Rio yang mengunjungi kota (São Paulo). Para pemainnya jatuh sakit di São Paulo pada 9 Oktober, oleh karenanya mereka juga yang menyebarkan penyakitnya ke korban-korban lain di Hotel D’Oeste, di mana tim menginap,” singkap Liane Maria Bertucci dalam artikelnya, “Spanish Flu in Brazil: Searching for Causes during the Epidemic Horror” yang dimuat di The Spanish Influenza Pandemic of 1918-1919.

Baca juga: Habis Natal Terbitlah Boxing Day

Puncaknya, sekira 65 persen populasi Brasil positif terpapar Flu Spanyol. Angka kematian di ibukota Brasil, Rio, saja mencapai lebih dari 14 ribu. Satu di antaranya menewarkan Presiden Brasil Francisco de Paula Rodrigues Alves.

Bencana nasional itu memaksa otoritas Brasil menunda turnamen Campeonato Sudamericano de Football (kini Copa América) ketiga di tahun itu. Hajatan dengan sistem klasemen itu baru kembali dimainkan pada 1919 di Rio, yang diikuti empat negara: Brasil, Argentina, Uruguay, dan Cile.

Copa América 1919 yang akhirnya digelar di Estádio das Laranjeiras di Rio setelah setahun sebelumnya harus ditunda gara-gara Flu Spanyol. (Twitter @ViejosEstadios).

Tuan rumah Brasil memenanginya untuk kali pertama dengan catatan dua kali menang dan sekali imbang dalam tiga laga, plus unggul jumlah gol dari runner-up Uruguay meski sama-sama punya lima poin. Gelaran itu jadi hiburan tersendiri setelah Brasil dirundung duka akibat wabah Flu Spanyol yang berhasil mereka atasi.

“Gejala Flu Spanyol di Brasil bisa berimbas pada kelainan telinga yang mendengung, kehilangan pendengaran, vertigo, serta kencing dan muntah darah. Pesatnya penyebaran penyakitnya begitu menakutkan,” ujar sejarawan Brasil Pedro Nava, dikutip Laura Spinney dalam Pale Rider: The Spanish Flu of 1918 and How It Changed the World. 

Baca juga: Muasal Copa America

Pada 1919, Brasil berhasil melaluinya lewat kampanye antisipasi penyebaran Flu Spanyol. Kampanyenya dimulai oleh Carlos Chagas lewat risetnya bersama Oswaldo Cruz Institute. Lewat restu Presiden Venceslau Brás, suksesor Presiden Rodrigues Alves, Chagas merombak birokrasi rumahsakit dan mendirikan lima rumahsakit darurat khusus Flu Spanyol serta 27 klinik serupa yang lebih kecil untuk mengkarantina para pengidap virus Flu Spanyol demi tak menyebarkannya lebih luas. Hasilnya, angka korban tewas berkurang.

TAG

wabah penyakit sepakbola

ARTIKEL TERKAIT

Mula Finalissima, Adu Kuat Jawara Copa América dan Piala Eropa Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian II – Habis) Cerita di Balik Kedatangan Pele ke Indonesia Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I) Luka Lama Konflik Balkan di Gelanggang Sepakbola Eropa Ketika Pele Dimaki Suporter Indonesia Pele Datang ke Indonesia Koloni Kusta di Teluk Jakarta Aneka Maskot Copa América (Bagian II – Habis)