Masuk Daftar
My Getplus

Hikayat Sunan Prapen

Dianggap sebagai salah satu pemimpin agama terkemuka di Jawa Timur, penguasa Giri itu banyak menyelamatkan para raja dari bencana dan konflik.

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 15 Des 2020
Makam Sunan Prapen di Gresik (disparbud.gresikkab.go.id)

Pertengahan abad ke-16, kegaduhan terjadi di wilayah Tengah dan Timur Pulau Jawa. Wafatnya pemimpin kharismatik Demak, Sultan Trenggana, membuat kekosongan kekuasaan terjadi di kerajaan Islam terbesar di Jawa tersebut. Perebutan kekuasaan pun tidak terhindarkan antara Pajang dan Jipang, yang semakin memperkeruh suasana di Jawa kala itu. Akibatnya, banyak negeri  vasal yang memutuskan hubungan dengan Demak dan memilih merdeka.

Satu di antara negara yang telah sepenuhnya merdeka itu adalah Giri Kedaton di Gresik, Jawa Timur. Sebenarnya, sejak kejatuhan Majapahit pada 1527, Giri tidak pernah merasa ada di bawah kuasa Demak. Mereka menganggap diri sebagai negeri merdeka dan bebas. Sebagaimana diuraikan H.J De Graaf dan TH. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, baik dalam tutur Demak maupun Giri tidak pernah disebutkan adanya pendudukan atas Giri. Namun kejatuhan itu telah membuat wilayah Gresik secara umum terbebas dari bayang-bayang kuasa Demak.

Baca juga: Jaka Tingkir dan Kekuasaan Demak

Advertising
Advertising

Di wilayah Giri Kedaton, kekuasaan tertinggi dipegang oleh pemimpin agama. Tempat itu sejak abad ke-15 telah digunakan oleh para ulama untuk menuntut ilmu dan menyebarkan ajaran Islam. Sewaktu keributan di Demak terjadi, pemimpin agama di Giri diduduki oleh Sunan Prapen, atau dikenal juga dengan nama Sunan Mas Ratu Pratikal. Dia diangkat pada 1548, menggantikan adiknya Sunan Seda-ing-Margi yang tewas di dalam sebuah perjalanan.

“Sunan Prapen ialah pemimpin agama di Giri. Selama pemerintahannya yang panjang sekali (dari tahun 1548 sampai kira-kira tahun 1605) ia banyak berjasa membentuk dan memperluas kekuasaan “kerajaan imam” Islam, baik di Jawa Timur dan Jawa Tengah maupun di sepanjang pantai pulau-pulau Nusantara Timur,” kata Graaf dan Pigeaud.

Baca juga: Dua Wali dalam Konflik Demak

Sunan Prapen diketahui merupakan cucu Sunan Giri, salah seorang Wali Songo. Selama berada di bawah pimpinannya, Giri mencapai masa keemasannya. Daerah itu menjadi pusat peradaban Islam, serta pusat ekspansi Jawa di bidang ekonomi dan politik. Menurut Bagenda Ali dalam Awal Mula Muslim di Bali Kampung Loloan Jembrana Sebuah Entitas Kuno, Sunan Prapen juga menjadikan Giri tempat penyebaran Islam ke wilayah Indonesia bagian timur, termasuk Bali yang amat kental dengan kehinduannya dan Nusa Tenggara.

Islamisasi Bali dan Nusa Tenggara

Tidak dijelaskan dengan pasti kapan Sunan Prapen melakukan Islamisasi di Bali dan Nusa Tenggara. Namun menurut David D. Harnish dalam Between Harmony and Discrimination: Negotiating Religious Identities within Majority-Minority Relationships in Bali and Lombok, Sunan Prapen pergi ke Bali dan Lombok dalam misi penyebaran Islam yang dijalankan Giri.

“Sunan Prapen asal Gresik memang menyiarkan Islam di Buleleng, sebelum akhirnya melanjutkan ke wilayah Lombok. Dia membangun Mushola di Buleleng untuk memfasilitasi para pedagang Muslim yang datang ke Buleleng,” tulis Dhurorudin Mashad dalam Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang.

Baca juga: Riwayat Islam di Bali

Di Lombok, ditemukan banyak bukti keberadaan Giri. Di Desa Dasan Geres, Gerung, Lombok Barat, terdapat sebuah tempat bernama Giri Menang. Tempat itu dipercaya sebagai persinggahan Sunan Prapen selama proses penyebaran Islam di Lombok. Ditemukan juga masjid tua di beberapa lokasi di Lombok Utara dan Lombok Tengah. Selain itu, ada Kelurahan Prapen di Praya, Lombok Tengah, yang dipercaya diambil dari nama Sunan Prapen.

“Situs-situs itu menjadi bukti perjalanan Islam dari Jawa ke wilayah Lombok,” tulis Harnish.

Di Nusa Tenggara, Sunan Prapen pergi ke banyak tempat, seperti Sumbawa, Bima, Dompu, Lombok, hingga sekitar pegunungan Rinjani, sebelum akhirnya kembali ke Bali untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Jawa Timur. Proses pengenalan Islam yang dilakukan Sunan Prapen tidak selamanya berjalan mulus. Menurut Harnish, banyak masyarakat yang kembali ke kepercayaan lamanya begitu Sunan Prapen meninggalkan tempat mereka. Tidak adanya pemimpin agama yang sekualitas Sunan Prapen disebut menjadi alasan kondisi itu terjadi.

Tempat Berlindung Para Raja

Pada 1549, sebagai simbol kebebasan dari belenggu Demak, Sunan Prapen membangun sebuah kedaton baru di Giri, menggantikan kedaton milik kakeknya yang dibangun pada 1488. Menurutnya kedaton lama itu tidak menunjukkan kekuasaan dan kejayaan para pemimpin agama di Giri. Sehingga perlu dilakukan perubahan. Selain itu bangunan baru tersebut, kata de Graaf, menjadi bukti bahwa seorang pemimpin agama ingin disejajarkan dengan raja-raja yang merdeka.

Baca juga: Toleransi Beragama ala Sunan Kudus

Sebagai pemimpin agama, Sunan Prapen lebih banyak memusatkan usahanya untuk memperluas kekuasaan rohani. Di samping kegiatan-kegiatan dagang ke wilayah timur untuk keperluan ekonomi Giri. Menurut De Graaf, dia tidal terlalu mencampuri urusan politik penguasa-penguasa di pedalaman Jawa Tengah. Bahkan di Jawa Timur pun Sunan Prapen tidak memperlihatkan usaha-usaha mencari kekuasaan lebih besar.

Banyak penguasa Jawa menganggap Sunan Prapen seorang alim yang bijak. Diceritakan dalam Serat Kandha, Sunan keempat Giri itu pernah menjadi pendamai antara pasukan Mataram dan pasukan Surabaya yang bertempur pada 1589. Kedaton Giri juga oleh Sunan Prapen dijadikan tempat berlindung bagi raja-raja Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terdampak pertempuran tersebut.

“Menjelang akhir hidupnya yang panjang itu, Sunan Prapen menyatakan keinginan menghormati kakeknya, Prabu Satmata, pendiri dinasti pemimpin-pemimpin rohani di Giri. Ia telah memberi perintah untuk membuat cungkup di atas makam kakeknya. Rupanya, ia menyadari bahwa kekuasaannya di Jawa Timur terletak atas dasar rohani yang kukuh, yang telah diletakkan oleh seorang ulama, yakni kakeknya itu,” tulis De Graaf dan Pigeaud.

Baca juga: Empat Penyebar Islam Pra Wali Songo

Sunan Prapen hidup hingga mencapai usia lebih dari 100 tahun. Menurut penuturan pelaut Belanda Olivier van Noort, ketika singgah di Gresik pada 1601, dia mendengar bahwa daerah itu dipimpin oleh seorang tua berusia 120 tahun. “Istri-istrinya yang banyak itu mempertahankan hidupnya dengan menyusuinya seperti seorang bayi,” tutur Olivier.

Dalam berita-berita Cina juga disebutkan tentang raja tua yang umurnya lebih dari seratus tahun. Sunan Prapen diperkirakan wafat pada 1605. Dia dimakamkan di sekitar Giri Kedaton, bersama pemimpin-pemimpin agama Giri lainnya.

TAG

sunan prapen wali songo gresik

ARTIKEL TERKAIT

Dakwah Walisongo Revolusi Kultural Walisongo Kisah Leluhur Walisongo Samar-Samar Siti Jenar Cerita di Balik Gambar Sunan Kalijaga Toleransi Beragama ala Sunan Kudus Sunan Kalijaga Sebelum Menjadi Wali Koko Masuk Islam Cerita Tentang Hamka Alkisah Gereja Tertua di Gaza