Masuk Daftar
My Getplus

Guru Ijai Ingin Kita Masuk Surga

Kendati berdomisili di Kalimantan Selatan, fotonya dipajang sampai ke Kalimantan Timur. Guru Ijai ulama yang disayangi banyak orang.

Oleh: Petrik Matanasi | 22 Jan 2025
Guru Ijai bersama Gus Dur. (nu.or.id)

DUA dekade silam, Ainur Rokhimah alias Inul Daratista mulai naik daun di pentas dangdut nasional berkat goyang “Ngebor”-nya. Selain langsung, goyangannya dapat dinikmati lewat VCD karena Youtube belum ada.

Setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan serta Rhoma Irama dan musisi lain mengecamnya, Inul jadi lebih terkenal lagi. Ketika pentas di Kalimantan, Inul malah diundang untuk datang ke seorang kyai kharismatis di sana.

“Semoga Inul masuk surga,” doa sang kyai untuk Inul, seperti dicatat Andrew N. Weintraub dalam Dangdut Stories  A Social and Musical History of Indonesia's Most Popular Music.

Advertising
Advertising

Sang kyai berharap Inul terus maju dan tidak termakan gosip dan fitnah di sekitarnya. Tak hanya itu, Inul juga dijadikan sebagai anak angkatnya. Sang kyai itu adalah Guru Ijai, yang dikenal sebagai Guru Sekumpul.

Guru Ijai adalah sapaan umum untuk Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Haji Abdul Manaf. Pria kelahiran 11 Februari 1942 itu, disebut Nur Khalik Ridwan dalam Ensiklopedia Khittah NU: NU dan Tokoh-Tokoh Penting, punya nama kecil Qusyairi. Ibunya Masli’ah dan ayahnya Abdul Ghani. Guru Ijai disebut-sebut sebaga keturunan Syech Arsyad Al-Banjari, pembawa Islam ke Kalimantan Selatan. Seperti kebanyakan kyai, ketika muda dia belajar dari satu ulama ke ulama yang lain, mulai di Kalimantan Selatan sampai ke Jawa Timur.

“Beliau menempuh pendidikan di lingkungan keagamaan tradisional yang ketat, hampir tak bersentuhan sedikit  pun dengan  pendidikan modern,” catat Hairus Salim dalam Gus Dur Sang Kosmopolit.

Setelah dipercaya mengadakan pengajian sendiri, dia membuat pengajian di Kampung Keraton. Namun ketika pengajiannya makin ramai, dia malah pindah ke daerah yang sepi: Sekumpul. Itu kenapa dia disebut Guru Sekumpul.

Ulama asal Martupura, Kalimantan Selatan ini pengaruhnya berasa sampai ke Kalimantan Timur. Orang Kalimantan Timur banyak yang mengenalnya. Tak hanya yang beretnis Banjar tapi juga etnis-etnis lain seperti Bugis-Makassar atau Jawa. Foto Guru Ijai bahkan dulu terpajang di rumah-rumah orang Banjar di Kalimantan Timur.

Setiap ustadz punya cara berceramah masing-masing. “Guru Sekumpul menyampaikan pengajian dengan gayanya yang tenang, santai, khidmat, dan tidak jarang diselingi dengan cerita dan humor segar. Terkadang beliau bercanda dengan jamaah,” catat Shabri Shaleh Anwar dalam 17 Maksiat Hati:  Inspirasi Pengajian Abah Guru Sekumpul.

Kaum santri sendiri terbiasa dengan kitab kuning, yang hurufnya adalah Arab gundul atau Melayu. Umumnya para kyai dekat dengan budaya lokal di daerahnya. Pola pengajian Guru Ijai tak jauh dari sorogan membaca baca kitab kuning ala Islam tradisionalis.

“Baca kitab Arab Melayu gundul, lalu diterjemahkan dalam bahasa Banjar disertai interprestasi dan khazanah lokal dan diselingi cerita-cerita lucu dan penuh pemaknaan logis dan welas asih,” terang Muhammad Iqbal, dosen sejarah UIN Palangkaraya, yang ketika remaja di Banjarmasin berkali-kali hadir ke pengajian Guru Ijai di Martapura naik sepeda motor.

Ketika masih hidup, Guru Ijai mengadakan pengajian rutin di mushala Sekumpul tiap Ahad sore. Pengajian itu selalu ramai dan penuh sesak. Jamaah Guru Ijai bisa puluhan ribu dalam sekali pengajian, mirip Gus Baha yang sangat populer saat ini dalam berceramah. Saking penuhnya mushalla di dekat rumah Guru Ijai setiap pengajian, jamaah yang datang harus rela duduk di luar. Bahkan, rumah-rumah warga sekitar mushalla jadi tempat duduk jamaah.

Namun panitia pengajian Guru Ijai cukup tanggap pada teknologi yang ada saat itu. Beberapa  pesawat televisi disebar agar jamaah bisa mendengar dan melihat wajah Guru Ijai yang mereka cintai. Mereka hanya melihat dari media yang mirip live streaming sekarang. Pengajiannya bahkan tetap dilakukan meski pada 2005 Guru Ijai dalam kondisi sakit-sakitan.

“Jadi yang semula ngisi di dalam Mushola Ar-Raudah, belakangan terpaksa mengisi dari dalam kamar pribadi,” kata Muhammad Iqbal.

Guru Ijai yang suka berada di semua golongan dan tak mau berpolitik semasa hidupnya tutup usia pada 10 Agustus 2005 di Sekumpul karena sakit ginjal.

“Mudah-mudahan Allah mengumpulkan kita semua di dalam surga,” begitu doa Guru Ijai yang – sering diucapkannya dalam banyak pertemuannya dengan jamaahnya. Bahkan, dalam satu pertemuan bisa diulang-ulang hingga tiga kali– diingat oleh Mujiburrahman dalam Humor, Perempuan dan Sufi.

Mujiburrahman  mencatat, dalam kaul 10 tahun wafatnya Guru Ijai, 350 ribu orang menghadirinya. Demi menjaga keamanan dan ketertiban, 4.500 petugas keamanan disiagakan serta 65 posko parkir dan 38 dapur umum diadakan. Betapa Guru Ijai, yang ingin kita semua masuk surga, masih diingat banyak orang. Tahun ini adalah kaul ke-20 tahun Guru Ijai.

TAG

kyai sejarah islam dangdut

ARTIKEL TERKAIT

Jalan Spiritual Kartini Jhonny Iskandar dan Orkes Moral Jhonny Iskandar dan Dangdut Natal Riwayat Pedangdut Nyentrik Jhonny Iskandar Parikan, Puisi Jawa dengan Berbagai Makna Duel God Bless vs Soneta Group Zakia... Zakia... Kyai Haji Abdul Halim Arsitek Kesultanan Banten Kristen Abangan ala Sadrach