Masuk Daftar
My Getplus

Tiket Satu Arah ke Mars

Mars menjadi destinasi utama robot-robot penjelajah ilmiah karena manusia belum mampu sampai ke sana. Namun robot-robot itu tak bisa pulang ke Bumi.

Oleh: Rahadian Rundjan | 11 Jul 2014
Curiosity ber-selfie setelah menggali untuk mengambil sampel tanah. Sumber: nasa.gov.

ROBOT penjelajah milik NASA, Curiosity, merayakan satu tahun pertamanya di planet Mars pada 24 Juni 2014. Setahun di Mars setara 687 hari menurut hitungan hari di Bumi. Curiosity merayakannya dengan bernarsis ria mengambil potret diri: selfie.

Curiosity tiba di Mars pada Agustus 2012 untuk mendapatkan bukti apakah kondisi lingkungan Mars cocok untuk menunjang kehidupan mikroba. Dari penggalian dan pengambilan sampel tanah oleh Curiosity, para peneliti menyimpulkan bahwa air pernah ada di Mars, begitu pula sebuah bentuk kehidupan.

“Kami menemukan tanda-tanda jejak interaksi yang kompleks antara air dan batuan di sana,” ujar David Blake, salah seorang peneliti seperti dilansir www.jpl.nasa.gov.

Advertising
Advertising

Planet Mars mendapatkan namanya dari salah satu tokoh dewa Romawi. Ia kerap juga dikenal dengan nama planet merah, merujuk pada penampakan permukaannya yang kemerah-merahan. Di masa modern ini, ia kian menjadi primadona di antara para peneliti, ditandai dengan dikirimkannya berbagai robot penjelajah untuk mengungkap misteri kehidupan di Mars.

Misi-misi penjelajahan Mars ini sempat meredakan ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat pada masa Perang Dingin. Sepanjang akhir 1980-an, The Planetary Society, lembaga nonprofit terdepan dalam eksplorasi luar angkasa untuk tujuan sains, mulai mempromosikan wacana agar Amerika dan Uni Soviet mau bekerja sama dalam mengeksplorasi Mars.

“The Planetary Societ mengaitkan wacana Mars dengan internasionalisme. Mereka juga mensponsori pertemuan di Washington pada pertengahan 1985. NASA melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang mungkin. Visi ‘Ke Mars… Bersama-sama’ mendapatkan momentumnya sebagai dasar pemikiran politis,” tulis W. Henry Lambright dalam Why Mars: NASA and the Politics of Space Exploration.

Sayangnya, musibah meledaknya roket Challenger pada 1986 memaksa NASA mengevaluasi total rencana misi-misi eksplorasinya di masa depan.

Tidak semua robot yang dikirm berhasil mendarat selamat. Amerika Serikat melalui NASA kali pertama mengirimkan dua robotnya, Viking 1 dan Viking 2, pada 1975. Robot penjelajah lainnya, Spirit dan Opportunity, diberangkatkan pada 2003. Dan yang terbaru adalah Curiosity pada 2011. Selain itu, setidaknya ada serangkaian misi lainnya yang gagal, seperti misi-misi Uni Soviet dari 1971-1973, misi NASA ke Mars pada 1999, dan misi Beagle milik Inggris pada 2003.

Tidak seperti misi ulang-alik, robot-robot Mars tidak bisa kembali ke Bumi karena ongkosnya terlalu besar. Perjalanan ke Mars sejauh ini masih satu arah karena keterbatasan dana dan teknologi. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa pengiriman manusia ke Mars masih sulit dilakukan.

Viking 1 dan 2 berhenti beroperasi pada 1982 dan 1980. Spirit sudah berhenti mengontak Bumi pada 2010. Kini tinggal Opportunity dan Curiosity yang masih beroperasi dan terus mengirimkan data-data ilmiah seperti foto dan cek sampel.

Belajar dari data-data yang dikirimkan robot-robot penjelajahnya itulah, Doug McCuistion, direktur NASA untuk misi Curiosity, memproyeksikan manusia sudah bisa dikirim dan menetap di Mars pada 2030 atau 2040 sebagai langkah awal pembangunan koloni manusia pertama di luar Bumi.

“Lalu mereka bisa menemukan Curiosity dan membawanya pulang. Saya yakin akan ada museum di sini yang berminat untuk menyimpannya,” ujarnya seperti dikutip dailymail.co.uk (24/8/2012).

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Bumi Pertiwi Hampir Mati Lagu Ramadan yang Tak Termakan Zaman Pengawal Raja Charles Dilumpuhkan Orang Bali Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) PPP Partai Islam Impian Orde Baru Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Momentum Bayer Leverkusen Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Jenderal Kehormatan Pertama Maqluba Tak Sekadar Hidangan Khas Palestina