Tjahjo Kumolo meninggal dunia pada 1 Juli 2022. Politikus senior PDI Perjuangan ini mengawali karier politiknya dari Partai Golkar, mengikuti jejak ayahnya, Bambang Soebandiono.
Bambang lahir di Jepara pada 30 Agustus 1925. Setelah lulus HIS (Holandsch Inlandsche School) tahun 1939, dia melanjutkan ke Taman Siswa bagian perekonomian di Semarang. Pada masa pendudukan Jepang, dia bergabung dalam organisasi Gabungan Sekolah Menengah Semarang (Gasemse).
Anggota Gasemse berperan dalam menjaga keselamatan pegawai dan peralatan studio Semarang Hoso Kyoku setelah radio itu menyiarkan pengumuman Proklamasi kemerdekaan pada 19 Agustus 1945.
Baca juga: Golkar Sebagai Pengganti Partai
“Sesudah itu datang serombongan pemuda anggota Gasemse membawa bambu runcing dan beberapa pucuk karabin,” sebut buku Propinsi Djawa Tengah terbitan Departemen Penerangan tahun 1953.
Sudharmono, anggota Gasemse yang kelak menjadi wakil presiden, dalam otobiografinya, Pengalaman dalam Masa Pengabdian menyebut bahwa anggota Gasemse kemudian mengorganisasikan diri sebagai polisi pelajar bagian dari kekuatan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang dibentuk oleh negara.
“Kami, para pemuda di Semarang terlibat langsung dalam gerakan pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang, dan turut menjaga keamanan dan ketertiban pada umumnya,” kata Sudharmono.
Bambang sendiri, menurut Riwajat Hidup Anggota-anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971, selama masa revolusi bergerilya di daerah Semarang, Yogyakarta, dan Solo. Dia pernah menjadi anggota Brigade V dan Brigade VI. Keduanya berada dalam Divisi 2. Namun, dia tidak meneruskan karier militernya.
Baca juga: Golkar Zaman Orba: Panas di Dalam, Adem di Luar
Setelah terlibat dalam mengurus penampungan bekas pejuang yang dirasionalisasi (dikeluarkan dari TNI), Bambang menjadi orang partikelir. Di samping itu, dia aktif dalam organisasi sebagai wakil ketua Front Pembela Pancasila dan UUD 1945 Jawa Tengah dan, sebagai pejuang pada masa revolusi kemerdekaan, dia menjabat sekretaris Angkatan 45 Jawa Tengah/anggota Dewan Nasional Angkatan 45.
Setelah Orde Baru lahir, pada 1968–1971 Bambang diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dari utusan Golongan Karya (Golkar) non-ABRI. Dia menjabat wakil ketua Komisi X/Kesra. Dia tetap menjadi anggota DPR berdasarkan Keputusan Presiden No. 36/M. tahun 1972.
Baca juga: Ajian Rawarontek Golkar
Bambang kemudian terpilih menjadi anggota DPR dari Golkar untuk daerah pemilihan Jawa Tengah dalam Pemilu 1977 dan 1982. Namun, dia tidak merampungkan masa tugasnya karena tutup usia pada 18 Juni 1986.
Setahun kemudian, anak Bambang terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Golkar dalam Pemilu 1987. Tjahjo Kumolo yang lahir di Solo, 1 Desember 1957, menjadi salah satu anggota DPR termuda.
Sebagai anak dari politikus Golkar, Tjahjo sejak masa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang aktif dalam organisasi yang bernaung di bawah partai berlambang pohon beringin, yaitu MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong), AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia), dan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).
Baca juga: Ahli Waris Partai Marhaenis
Sebelum menjadi anggota DPR, Tjahjo pernah bekerja di CV Tiga Mas Semarang dari 1984 hingga 1985. Dia menjadi anggota DPR dari Golkar selama tiga periode (1987–1999).
Setelah Reformasi, Tjahjo memilih kendaran politik baru, yaitu PDI Perjuangan. Karier politiknya lebih melesat lagi. Dia terpilih menjadi anggota DPR dari PDIP selama dua periode (1999–2009). Sementara di PDIP, dia menjabat ketua DPP, ketua BP Pemilu, dan sekjen.
Tjahjo kemudian menjadi ketua tim sukses pemenangan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014. Dalam dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, dia menjabat menteri dalam negeri dan menteri PAN-RB. Sepertinya ayahnya, dia tidak merampungkan masa tugasnya karena tutup usia.