Masuk Daftar
My Getplus

Nasib Presiden Pertama Negara Dunia Ketiga

Presiden pertama Palau tewas dibunuh saat berupaya mewujudkan kedaulatan penuh negerinya sekaligus mengatasi konflik di luar dan dalam negerinya.  

Oleh: M.F. Mukthi | 20 Jun 2019
Presiden Haruo Remeliik (repro buku "Famous Assassinations in World History")

DINI hari 30 Juni 1985, Haruo Remeliik, presiden pertama Palau, tiba di rumahnya dari acara sosial. Begitu melangkahkan kaki keluar dari mobil, dia mendengar suara senapan macet.

Seseorang telah menunggunya di sebuah pickup yang diparkir di jalan seberang rumah Remeliik. Orang tak dikenal itu mencoba menghabisi sang presiden namun gagal.

Upaya pembunuhan Remeliik terkait erat dengan persaingan politik dalam negeri dan kebijakannya membawa negerinya tetap gigih menolak nuklir. Sikap itu membuat Palau berseberangan dengan mantan “bapak asuh”-nya, Amerika Serikat (AS).

Advertising
Advertising

Konflik bermula saat Palau dan wilayah-wilayah lain di Mikronesia –yang ditetapkan PBB menjadi wilayah Trusteeship Territory dengan wali AS pada 1947– mulai mengupayakan pengakhiran status perwalian mereka. Pada 1967, Kongres Mikronesia menciptakan Joint Committee on Future Status dan menetapkan Lazarus Salii (kemudian menjadi presiden Palau kedua), senator lulusan University of Hawaii asal Palau, sebagai ketuanya. Tugas komite itu adalah mencari kemungkinan status alternatif untuk mengakhiri perwalian strategis.

Baca juga: Presiden Martir Anti-Nuklir

Namun, AS lebih menginginkan status quo. “Dalam negosiasi di Washington pada Mei 1970 AS mengusulkan wilayah-wilayah perwalian menjadi wilayah permanennya dengan status ‘Commonwealth’,” tulis Roy Smith dalam The Nuclear Free and Independent Pacific Movement After Mururia. Delegasi Mikronesia pun langsung menolaknya.

Keteguhan masing-masing pihak pada prinsip membuat negosiasi berjalan alot dan mencapai puncaknya pada 1970-an. Di bawah payung Compact of Free Association (CFA), para bangsa di Mikronesia akhirnya mengadakan referendum pada 1978 dan menghasilkan Federasi Mikronesia.

Namun, Palau terbagi antara yang mendukung bergabung dengan federasi dan yang ingin berdiri sendiri. Di bawah Gubernur Airai Roman Tmetuchl, Palau akhirnya memutuskan keluar dari federasi. Sebagai tindak lanjutnya, Palau mengadakan Konvensi Konstitusi, 28 Januari-2 April 1979, untuk merancang undang-undang dasarnya. Tak lama setelah itu, Palau pun melangsungkan pemilihan presiden pertamanya.

“Yang amat mengejutkan, kekuatan-kekuatan berbeda bersatu di sekitar satu kandidat, Haruo Remeliik, dan memilihnya sebagai presiden dari Konvensi Konstitusi,” tulis Arnold Leibowitz dalam Embattled Island: Palau’s Struggle for Independence.

Kemenangan Remeliik, pria keturunan Jepang yang lahir pada 1 Juni 1933, tak hanya mengagetkan banyak orang namun juga menyakitkan Tmetuchl. Banyak orang yakin Tmetuchl bakal menjadi presiden pertama Palau. Sementara, Remeliik merupakan figur low profile.

Kemenangan Remeliik yang low profile tak lepas dari dukungan Modekngei, gerakan keagamaan lokal yang muncul setelah Perang Dunia I untuk menjaga agama-agama lokal dari kepunahan akibat misi Katolik, yang dianut dua pertiga penduduk Palau. Remeliik dianggap sebagai figur paling pas ketimbang dua pesaing lain, Tmetuchl dan Lazarus Salii yang amat dekat dengan AS.

Remeliik  bekerja dalam situasi yang sulit. Di dalam negeri, Remeliik harus meredam kuatnya persaingan politik. Ke luar, dia mesti menyelesaikan negosiasi dengan AS yang macet di bawah payung CFA.

“Struktur dasar Compact adalah sederhana. AS akan menerima hak untuk mendirikan pangkalan militer, mengirim bahan nuklir, dan mencegah kekuatan asing terlibat dalam aktivitas militer apa pun. Sebagai gantinya, FAS akan menerima sejumlah besar uang, hak rakyatnya untuk memasuki AS dan bekerja, dan perlindungan militer,” tulis Leibowitz.

CFA berseberangan dengan konstitusi Palau dalam tiga hal, yakni batas wilayah Palau, pangkalan militer AS di Palau, dan penggunaan nuklir AS di Palau. Dalam hal batas wilayah, Palau menganut konsep archipelagic sea theory dan territory sea theory, yang memungkinkan negeri itu memiliki laut hingga 200 mil dari garis pantai terluarnya. CFA, mengacu pada kepentingan Washington, menolak kedua teori itu.

Namun, sengketa soal izin pangkalan militer dan penggunaan nuklir lebih pelik. AS maupun Palau sama-sama ngotot. AS amat menginginkan keduanya, sementara konstitusi Palau melarang kedua hal itu. Akibatnya, negosiasi macet. AS terus menekan Palau untuk merevisi konstitusinya, sementara Palau berupaya keras untuk mendapatkan kedaulatan penuh.

Baca juga: Indonesia Bikin Bom Atom, Amerika Kelabakan

Namun, Remeliik tak bisa begitu saja menghentikan CFA. Selain mengikat secara legal karena sudah ditandatangani, dari sisi ekonomi CFA masih amat diperlukan Palau untuk membangun. Menurut Roy Smith dalam The Nuclear Free and Independent Pacific Movement After Mururia, dengan menandatangani CFA Palau akan mendapat suntikan dana dari AS sebesar 1 miliar dolar selama 50 tahun.

“Jumlah ini 10 kali lipat dari dana tahunan di bawah Trusteeship. Efek ekonomi jangka panjang di bawah pendanaan Compact sebagai lawan Trusteeship terbuka untuk diperdebatkan,” tulis Smith.

Jumlah pendukung kerjasama di bawah CFA amat besar. Tmetuchl dan Salii yang paling populer. Keduanya merupakan lawan politik Remeliik.

Kendati posisinya sulit, Remiliik tetap berupaya membawa Palau menggapai kemerdekaan penuhnya dan menjaga prestis dengan berada di garis depan dalam kampanye anti-nuklir. Dalam kampanye anti-nuklir, Palau menjadi sekutu negara-negara Pasifik lain yang umumnya menentang nuklir dan Green Peace serta organisasi-organisasi lingkungan lain. Kampanye makin gencar setelah Remiliik kembali mengalahkan Tmetuchl dalam pemilihan presiden kedua, 1985.

Konsekuensi dari langkah yang diambil Remeliik adalah makin banyak musuh yang mengelilinginya. Pengawasan terhadap dirinya pun meningkat.

Pada saat Remeliik menghadiri acara sosial 29 Juni 1985, seorang penembak gelap telah menunggu di depan rumahnya. Begitu Rameliik tiba pada dini hari 30 Juni dan turun dari mobil hendak masuk ke rumahnya, penembak itu menarik pelatuk senapananya untuk menghabisi Remeliik. Namun, dia gagal lantaran senapannya macet.

Remeliik mendengar jelas suara senapan macet itu. “Remeliik berlari untuk menghadapi penyerangnya, berduel dengan pria bersenjata itu sebelum akhirnya tiga peluru menghantam Remeliik di kepala dan leher, membunuhnya seketika,” tulis Michael Newton dalam Famous Assassination in World History: An Encyclopedia.

Kematian Remeliik menyisakan misteri terkait dalang, pelaku, dan motif pembunuhan hingga jauh hari. “Dua kerabat mantan rival politik Remeliik, Roman Tmetuchl, dan dua rekannya didakwa dengan pembunuhan tersebut tapi tidak dihukum karena bukti tidak memadai. Banyak rakyat Palau pro-Konstitusi percaya CIA yang membunuhnya. Pelaku yang sebenarnya, yang dihukum pada 1993 karena memerintahkan pembunuhan itu, adalah John Ngiraked, yang kepentingan bisnisnya digagalkan Remeliik,” tulis Roger C. Thompson dalam The Pacific Basin Since 1945: An International History.

TAG

Sejarah-Dunia Lingkungan

ARTIKEL TERKAIT

Bumi Pertiwi Hampir Mati Surga Burung Langka Terancam Tambang Emas Kebijakan yang Mengabaikan Lingkungan Pemujaan di Bukit Tandus Setetes Air di Tanah Gersang Yang Terkubur Amukan Merapi Tanaman untuk Penghijauan dari Relief Candi Mempercantik Candi-candi di Yogyakarta dengan Semak Berbunga Riwayat Pertapaan di Lereng Gunung Ungaran Singgah di Rumah Dewa Siwa