Masuk Daftar
My Getplus

Gertak Sambal ala Timur Pane

Sang bandit legendaris dari Medan itu dikenal sebagai tukang omong besar. Termasuk soal kemampuan tempurnya mengusir penjajah.

Oleh: Martin Sitompul | 20 Jan 2019
Panglima laskar Napindo "Naga Terbang", Jenderal Mayor Timur Pane (kanan) bersama Letnan II Karyono. (Repro buku "Bedjo Harimau Sumatera" karya Edisaputra).

MENTERI Pertahanan Jenderal (Purn.) Ryamizard Ryacudu sesumbar. Di hadapan awak media, Ryamizard berkata, “Kalau untuk perang 1000 tahun kita mampu kok!” Seruan itu dilontarkan menanggapi pernyataan calon presiden nomor dua, Prabowo Subianto. Dalam pidato kebangsaannya, Prabowo mengatakan Indonesia hanya mampu berperang selama tiga hari karena terbatasnya ketersediaan peluru. Ucapan Prabowo sendiri menyitir pernyataan Ryamizard dalam twit-nya hasil kajian bersama Kementerian ESDM.

Pernyataan Ryamizard soal daya tempur angkatan perang mengingatkan kita pada sosok Timur Pane. Ryamizard dan Timur Pane sama-sama jenderal. Bedanya, Ryamizard adalah jenderal betulan. Pada 2002-2005, Ryamizard adalah orang nomor satu di TNI AD dengan jabatan kepala staf (KASAD).

Sementara Timur Pane merupakan tokoh laskar yang mengangkat dirinya sendiri sebagai jenderal mayor. Sebelum menjadi pentolan laskar, Timur Pane dikenal sebagai bandit dan copet di Kota Medan. Namanya kemudian sohor tatkala mengorganisasi pasukan copet dan preman dalam pertempuran Medan Area. Lakonnya dalam sejarah revolusi disebut-sebut menginspirasi sineas Asrul Sani menciptakan karakter Naga Bonar, film yang diproduksi pada 1987 dengan peran utama aktor Deddy Mizwar.    

Advertising
Advertising

Janji Merebut Medan

Pada 15 Juli 1947, Mohammad Radjab, wartawan Antara, mewawancarai Timur Pane di markasnya di Kota Prapat yang sejuk, terletak di tepi Danau Toba. Radjab telah mendapat kabar bahwa Timur Pane seorang figur yang terkenal di Sumatera Timur.

“Mungkin juga (Timur Pane) sangat ditakuti, karena tindakannya kerapkali radikal, dan musuh yang ditangkapnya terus dipotong saja,” ujar Radjab dalam reportasenya Tjatatan di Sumatera.

Reputasi bengis Timur Pane yang sedemikian rupa itu tampaknya terdengar sampai ke Jawa. Panglima Komandemen Jawa Kolonel Abdul Haris Nasution menyebut Timur Pane sebagai pemimpin legiun “Napindo Naga Terbang”, barisan laskar terkuat di Sumatera Utara. Selain itu, Pasukan Timur Pane suka menebar kekacauan ke kalangan rakyat maupun TRI. Yang paling meresahkan adalah menyerobot basis-basis ekonomi milik pemerintah.

“Pasukan ini menduduki kebun-kebun,” catat Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 4: Periode Linggajati. “Maka terjadilah bentrokan antara Napindo dan tentara beserta polisi.”

Baca juga: Timur Pane, Lakon Sang Bandit

Timur Pane sendiri, kata Nasution berpangkat kolonel. Karena pengaruhnya besar di kalangan laskar, pimpinan Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta memberi pangkat sementara jenderal mayor kepada Timur Pane. Dalam lagaknya, Timur Pane punya ciri khas. Sebagaimana dituturkan Maraden Panggabean dalam otobiografinya Berjuang dan Mengabdi, Timur Pane gemar sekali memasang bendera kuning ala Jepang pada kendaraannya untuk menunjukkan bahwa perwira dalam kendaraan itu seorang perwira tinggi, tingkat jenderal.

Kepada Radjab, Timur Pane berkata bahwa persediaan alat dan senjatanya cukup untuk berperang delapan belas tahun. Apabila pertempuran pecah lagi di Medan, kota itu dapat direbut oleh pasukannya dalam jangka waktu 24 jam. Radjab hanya bisa terheran-heran. Dia sendiri tak begitu yakin dengan ucapan Timur Pane. Menurutnya, sang jenderal mayor bicara berlebihan.

“Seorang jenderal pada pendapat saya, tentulah lebih tepat jika ia berbicara dengan meriam, mortir, mitraliur, dan peluru, daripada dengan lidah,” demikian kata Radjab.

Pembuktian yang Gagal

Pada 27 Juli 1947, Wakil Presiden Mohammad Hatta berkunjung ke Pematang Siantar, Sumatera Timur. Semua pemimpin barisan bersenjata dikumpulkan baik dari kalangan tentara maupun laskar. Timur Pane datang dari Tapanuli menyambut kedatangan Hatta berikut dengan beberapa golongan laskar dan beratus pucuk senjata. Di lapangan terbuka, Hatta berpidato dan menganjurkan untuk memasuki kota Medan. Saat itu, Belanda baru saja melancarkan agresinya yang pertama. 

“Pada hari itu juga kuperintahkan kepadanya (Timur Pane) memasuki daerah Belanda sekitar Medan,” kata Hatta dalam otobiografinya Untuk Negeriku Jilid 3: Menuju Gerbang Kemerdekaan

Timur Pane menyanggupi perintah Hatta. Dia berjanji untuk merebut kembali kota Medan dari tangan tentara Belanda. Segenap laskar rakyat disitu bersorak sorai. Semangat bertempur menggelora.

“Mulai saat itu berkumandanglah semboyan: rebut kembali kota Medan dari tangan Belanda. Mari bersembahyang Hari Raya Idilfitri di Medan,” tulis Edisaputra dalam Bedjo: Harimau Sumatera dalam Perang Kemerdekaan.

Baca juga: Timur Pane, Pejuang yang Terbuang

Namun keesokan harinya, Belanda melakukan pendaratan besar-besaran di Pantai Cermin, gerbang laut untuk memasuki kota Medan. Militer Belanda berkekuatan 500 orang prajurit yang diangkut oleh tujuh kapal. Pendaratan tentara Belanda mendapat hadangan tetapi bukan dari pasukan Timur Pane.

“Dalam gerakan itu batalion KNIL 6 dan 4 mendapat perlawan kuat dari pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mempertahankan setiap jembatan dan persimpangan,” tulis Pramoedya Ananta Toer dkk dalam Kronik Revolusi Indonesia Jilid 3 (1947).

Meski terjadi pertempuran sengit, pertahanan kota Medan akhirnya jebol. Dalam waktu singkat, tentara Belanda mencapai jalan besar yang menghubungkan Medan dan Pematang Siantar. Sementara Timur Pane dan pasukannya menyingkir kembali ke markasnya di Prapat. Sesumbarnya untuk merebut kota Medan dalam 24 jam ternyata hanya gertak sambal saja.  

Baca juga: Timur Pane Si Bandit Pejuang

TAG

Timur Pane Tokoh-Batak lasykar

ARTIKEL TERKAIT

Filosofi Bisnis T.D. Pardede Alkisah Senjata Berludah Ketika Wartawan Dipalak Laskar Sumatra Hikayat Amat Boyan dan Pasukan Cap Kampak Duel Preman Medan Zaman Perang Kemerdekaan Menumpas Pengikut Tan Malaka (1) Mayor Boyke Nainggolan vs Kolonel Djatikusumo Rosihan Tidur Berbantalkan Granat Gerilyawan Tertolong Pohon Rambutan Perintah Receh Jenderal Panggabean