Masuk Daftar
My Getplus

Bunuh Diri Kelas Soegoro Atmoprasodjo

Melewatkan kesempatan hidup enak di bawah pemerintah kolonial Belanda, dia malah menjadi pembangkang. Sebagai guru dari para pahlawan nasional asal Papua, perannya terlupakan.

Oleh: Martin Sitompul | 30 Nov 2019
Soegoro Atmoprasodjo (tengah) bersama kedua muridnya Marthen Indey (kiri) dan Frans Kaisiepo (Kanan). Ilustrasi : Fernando Randy/Historia.

PENJARA Kota Baru, Hollandia (kini Jayapura), 9 Juli 1946. Soegoro Atmoprasodjo dikunjungi oleh muridnya, Frans Kaisiepo dan Corinus Krey. Situasi penjagaan begitu ketat karena Soegoro termasuk tahanan kelas kakap. Beruntung, Frans Kaisiepo bisa melobi seorang penjaga yang sama-sama berasal dari Pulau Biak.

“Tak usahlah saya jelaskan bagaimana susahnya untuk bertemu seseorang tahanan yang diberi cap komunis,” tutur Frans Kaisiepo dalam risalahnya berjudul “Irian Barat” yang ditulis di Kokonao pada 1 Oktober 1962. Risalah itu termuat dalam khasanah arsip pribadi Marzuki Arifin No. 383 yang saat ini tersimpan dalam Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).  

Pertemuan keduanya berlangsung selama satu jam. Soegoro mewejangi Frans dan Corinus agar bersama teman-temannya yang lain terus berjuang melawan pemerintah Belanda. Di akhir perbincangan, haru menyelimuti pertemuan guru dan murid itu. Menurut Frans, pertemuan hari itu merupakan hari terbesar dalam sejarah Irian (kini Papua).

Advertising
Advertising

Baca juga: Frans Kaisiepo, Jejak Langkah Putra Irian

“Waktu bersalam-salaman tak sengaja keluarlah air mata beliau membasahi pipinya,” kenang Frans.

Menghantam dari Dalam

Menurut Bernarda Meteray, sejarawan Universitas Cendrawasih, Soegoro merupakan bekas tawanan Digoel yang ditunjuk Residen Papua (setara gubernur) Jan Pieter Karel van Eechoud untuk menjadi pengajar sekaligus direktur asrama Sekolah Pamong Praja di Holandia. Pemerintah kolonial bersedia merekrut Soegoro karena kekurangan tenaga pengajar.

Sekolah yang dibuka pada 1 Januari 1945 itu mengadakan kursus singkat pamong dan mantri bagi putra-putra asli Papua. Selain Frans dan Corinus, nama-nama lain seperti Marcus Kaisiepo, Lukas Rumkorem, Lisias Rumbiak, Nicolaas Jouwe, Marthen Indey, Silas Papare, Baldus Mofu, O Manupapami, dan Herman Wajoi merupakan siswa di sekolah yang sama. Mereka adalah elit terdidik Papua generasi pertama yang berhubungan langsung dengan Soegoro.

“Soegoro adalah orang Indonesia pertama yang berperan besar memengaruhi orang Papua menentang Belanda sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,” tulis Bernarda dalam disertasinya yang dibukukan Nasionalisme Ganda Orang Papua.

Baca juga: Soegoro Atmoprasodjo, Orang Pertama yang Memperkenalkan Nasionalisme Indonesia di Papua

Sebagai seorang guru, Soegoro berkesempatan mengajarkan sejarah dan budaya Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan Soegoro adalah dengan mengajarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dalam berbagai diskusi, Soegoro mengajak para siswanya untuk berpikir bahwa mereka adalah bagian dari Indonesia. Dia menggambarkan Indonesia sebagai bangsa multikultur sebagaimana Papua yang terdiri dari banyak suku. Soegoro juga berusaha meyakinkan muridnya bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku memerlukan persatuan untuk menentang Belanda.

Sebagai pegawai pemerintah Belanda, Soegoro adalah bagian kelas priyayi yang  memiliki kesempatan untuk hidup enak dan tenang di bawah bayang kolonial. Tapi dia melewatkannya dan malah melakukan bunuh diri kelas dengan melakukan pemberontakan. Sejak tanggal 31 Agustus 1945, Soegoro menghimpun para muridnya yang terpercaya. Dia juga menjalin kontak dengan ratusan mantan tentara Heiho yang berasal dari Sumatra dan Jawa. Bernarda mencatat Soegoro akan melancarkan aksi pada 15 dan 16 Desember 1945. Sementara dalam Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas Papare yang disusun tim Depdikbud menyebut rencana pemberontakan Soegoro akan dilaksanakan pada hari Natal 25 Desember.

Nahas bagi Soegoro, rencana  pemberontakannya keburu bocor. Pemerintah Belanda segera bereaksi dengan mendatangkan pasukan dari Rabaul (kini Papua Nugini). Di Hollandia terjadi penangkapan besar-besaran. Soegoro sendiri ikut kena ringkus bersama beberapa muridnya.

Baca juga: Pasukan Penerjun Operasi Naga Kesasar di Hutan Papua

“Sebagai penanggung jawab dalam rencana ini, maka sebagai tertuduh adalah Marthen Indey, Silas Papare, dan Soegoro Atmoprasodjo dijatuhi hukuman penjara, sedangkan anggota lainnya dibebaskan dari tuduhan,” tulis Onnie Lumintang, Pius Suryo Haryono, Restu Gunawan, dan Dwi Ratna Nurhajirini dalam Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas Papare.

Soegoro dicurigai terlibat dalam pencurian senjata di depot tentara. Bentrokan yang terjadi antara pihak pemerintah melalui kompi orang-orang Manado dengann pemberontak menyebabkan jatuhnya korban dan orang luka-luka yang tidak perlu. Kejadian ini jelas bikin kecewa van Eechoud yang kadung menggadang Seogoro sebagai anak emasnya.     

“Bagi dia hal ini secara khusus menyakitkan, karena kecurigaan terkuat ditujukan kepada anak emasnya, Seogoro, seorang mantan Digoel, yang sangat ia percayai,” tulis sejarawan Belanda, Pieter Drooglever dalam Tindakan Pilihan Bebas: Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri.

Doyan Melawan

Meski meringkuk dalam jeruji besi, Soegoro belum jera melawan. Pada Juli 1946, pemberontakan kembali dirancang. Mereka yang terlibat antara lain: Marthen Indey, Corinus Krey, Bastian Tauran, 11 orang Ambon yang bekerja sebagai tukang reparasi, tentara KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda), anggota Batalyon Papua, dan 30 pemuda Papua yang berasal dari sekitar Danau Sentani. Rencananya, aksi ini dimulai dengan membebaskan Soegoro dan tahanan lainnya dari penjara. Setelah itu, kelompok ini akan menyerbu dan membunuh semua orang Eropa di Hollandia.   

Lagi-lagi Soegoro gagal. Seturut penelitian Bernarda, ada anggota batalyon yang menginformasikan kepada pemerintah bahwa tentara KNIL yang beragama Islam hendak menyerang warga Hollandia yang beragama Kristen pada hari Natal. Alih-alih dibebaskan, Soegoro tetap mendekam di penjara dan menjalani interogasi.

Baca juga: Drama Malam Natalan: Kisah Penangkapan Simbolon

Menurut Suyatno Hadinoto, pengadilan mendakwa bersalah Soegoro dan memvonisnya hukuman mati. Soegoro sempat mengirim pesan kepada istrinya untuk bercerai. Keputusan itu diambil Soogoro karena tidak ingin menyusahkan sang istri.

“Ia perlu menceraikan istrinya dulu dengan harapan istrinya dapat suami baru, sehingga kepergiannya tidak meninggalkan penderitaan bagi pihak lain, juga istrinya,” tulis Suyatno dalam Api Perjuangan Pembebasan Irian Barat.

Dari Hollandia, Soegoro dipindahkan ke Penjara Tanah Merah, di Merauke. Terhadap nasib Soegoro, pemerintah Indonesia akhirnya campur tangan juga. Lobi dari pihak Jakarta pada 9 Desember 1947 meringankan hukuman terhadap Soegoro menjadi 14 tahun penjara. Belum lagi rampung menjalani masa kurungan, Soegoro berhasil kabur dari penjara.

Bermodalkan seekor kuda yang diberikan penduduk, Soegoro meloloskan diri dari kejaran tentara NICA, termasuk dengan cara nyebur ke rawa-rawa Sungai Digoel yang terkenal dengan keganasan buayanya. Soegoro terus melanjutkan pelariannya ke Papua Nugini sampai Australia. Di Melbourne, Soegoro diterima oleh rekan seperjuangannya Mohamad Bondan, sekretaris jenderal Central Komite Indonesia Merdeka (CENKIM) yang juga mantan Digulis. Hingga pada 1950, Soegoro berhasil kembali ke Jawa.  

Baca juga: Sontani, Pelopor Pelarian dari Kamp Boven Digul

Soegoro gagal total dalam melancarkan pemberontakan kepada Belanda. Kendati demikian, sebagai seorang pengkader, dia merupakan pejuang yang cukup berhasil. Sebagian dari murid-muridnya berperan penting bagi Indonesia di kemudian hari.  

Dari 4 pahlawan nasional asal Papua, 2 diantaranya ialah murid Soegoro. Mereka antara lain Frans Kaisiepo dan Marthen Indey. Frans Kaisepo bahkan menjadi gubernur Papua (masih bernama Irian Barat) pasca integrasi yang menjabat periode 1964—1973.  Pemerintah Indonesia menobatkan Frans dan Marthen sebagai pahlawan nasional pada 1993.   

TAG

papua tokoh-papua

ARTIKEL TERKAIT

Eksploitasi Hutan Ugal-ugalan Sejak Orde Baru Kisah Mantan Pilot John F. Kennedy Digoelis Makassar Itu Bernama Paiso Komunis Agen Syiar Islam di Belantara Papua Jayapura Bermula dari Kamp KNIL Mula Bendera Indonesia Berkibar di Papua Digoelis Masuk Parlemen Gunung Agung dan Masagung Eks KNIL Ikut Bebaskan Papua Kiprah Putra-putra Papua