Masuk Daftar
My Getplus

Akhir Pelarian Teroris Kiri

Epilog kisah Daniela Klette, sisa-sisa anggota Faksi Tentara Merah yang akhirnya terciduk aparat setelah lebih dari 30 tahun jadi buronan.

Oleh: Randy Wirayudha | 28 Feb 2024
Daniela Marie Luise Klette yang ditangkap setelah 30 tahun jadi buronan (ndr.de/bka.de)

RUTINITAS normal Karina Ziegler di pagi itu, Senin (26/2/2024), berubah geger. Dia kaget bukan main ketika menengok barisan polisi bersenjata lengkap dekat tokonya di distrik Kreuzberg, Berlin, Jerman. Rupanya aparat-aparat itu tengah menciduk salah satu buron eks-kelompok teroris kiri, Daniela Klette, di apartemen dekat toko tadi.

Dalam daftar pencarian kepolisian Jerman dan Europol, Klette berstatus buron perempuan paling berbahaya. Mengutip Daily Mail, Selasa (27/2/2024), Menteri Dalam Negeri Negara Bagian Lower Saxony, Daniele Behrens, menyatakan penangkapan itu menjadi salah satu milestone dalam sejarah kriminal Jerman.

Klette sejak 1991 hidup secara sembunyi-sembunyi bersama Ernst-Volker Staub dan Burkhard Garweg. Belakangan, Klette menyamar dengan nama alias Claudia. Semenjak kelompoknya, Rote Armee Fraktion (RAF) atau Faksi Tentara Merah, bubar pada 1998, Klette dan dua koleganya itu beralih aktivitas menjadi perampok.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kala Aktivis Kiri Malaysia Diciduk dan Kedutaan China Digeruduk

RAF yang eksis sejak 1970 lebih populer disebut Geng Baader-Meinhof, diambil dari nama dua pendirinya: Andreas Baader dan Ulrike Meinhof. Mengutip Charles Townshend dalam Terrorism: A Very Short Introduction, RAF eksis sebagai kelompok yang menampung para aktivis pergerakan pelajar kiri radikal di Jerman Barat era Perang Dingin. Agenda anti-imperialisme dan anti-kapitalisme.

“Banyak anggotanya merupakan pemuda-pemuda yang diasingkan orangtua mereka dan institusi-institusi negara. Warisan sejarah Naziisme juga membuat irisan antar-generasi dan meningkatkan kecurigaan terhadap struktur-struktur otoritas dalam masyarakat,” ungkap Townshend.

Beberapa pendirinya seperti Andreas Baader dan Gudrun Ensslin bahkan sudah menjalankan aksi terornya sejak 1967 atau tiga tahun sebelum RAF lahir. Medio 1967, keduanya melakukan pemboman terhadap pusat perbelanjaan Schneider sebagai aksi protes terhadap seorang polisi yang membunuh rekan aktivis pelajar Benno Ohnesorg.

Setelah RAF berdiri, aksi-aksi teror pertamanya adalah upaya teror dengan tiga bom pipa di markas militer Amerika di Frankfurt pada 11 Mei 1972. Aksi itu menewaskan seorang militer Amerika dan melukai 13 orang. Berikutnya, pemboman kantor penerbit Springer pada 19 Mei 1972 yang melukai 36 orang. Lalu pemboman Barak Campbell di Heidelberg pada 24 Mei 1972 yang menewaskan tiga prajurit Amerika.

Baca juga: Teror Mahasiswa Kiri

Aksi-aksi itu berujung penangkapan terhadap lima pentolannya, termasuk Baader, Ensslin, dan Meinhof pada Juni 1972. Setelah serangkaian persidangan, pada 28 April 1977 para terdakwa itu divonis hukuman penjara seumur hidup.

Meski begitu, sisa-sisa anggota RAF yang merupakan “Generasi Kedua” tak berhenti menjalankan aksi-aksinya. Bahkan makin fokus menyasar tokoh-tokoh yang dianggap antek imperialis, kapitalis, dan utamanya mantan terafiliasi Nazi.

Pada 10 November 1974, geng RAF menculik dan membunuh presiden Mahkamah Agung Günter von Drenkmann. Lalu pada Februari 1975, mereka menculik politikus Partai Demokratik Kristen Peter Lorenz meski kemudian dibebaskan setelah aparat mengabulkan negosiasi pembebasan beberapa anggota RAF yang ditahan.judi slot

Pada “Musim Gugur Jerman” (30 Juli-18 Oktober 1977), mereka melakoni serangkaian penculikan dan pembunuhan yang lebih sadis. Beberapa korbannya di antaranya Jaksa Agung Jerman Barat Siegried Buback ( 7 April), kepala Bank Dresdner Jürgen Ponto ( 30 Juli), dan industrialis cum mantan anggota Partai Nazi dan paramiliter Schutzstaffel (SS) Hanns Martin Schleyer (18 Oktober 1977).

Para teroris RAF juga terlibat dalam pembajakan pesawat Lufthansa 181 rute Mallorca (Spanyol)-Frankfurt (Jerman Barat) pada 13 Oktober 1977. Saat pesawatnya didaratkan di Mogadishu, Somalia, pembajakan itu ditangani pasukan khusus Jerman GSG 9. Seorang personil GSG 9 jadi korban dan seorang pramugari terluka.

Baca juga: Sepak Terjang KSK dari Bosnia hingga Afghanistan

Burkhard Garweg (kiri) & Ernst-Volker Staub yang masih buron (bka.de)

Generasi Ketiga

Bak melanjutkan tongkat estafet, “Generasi Ketiga” RAF mengambil-alih aksi-aksi teror di era 1980-an dan 1990-an. Di dalamnya termasuk Daniela Marie Luise Klette yang kelahiran Karlsruhe, 5 November 1958. Klette mulai ikut bergabung ke RAF pada 1975 namun baru aktif ikut menjalankan aksi teror pada 1980-an. Bersama Staub dan Garweg, ia sebagai penerus “Generasi Ketiga”.

Dari jejak DNA dan sidik jari, Klette diketahui ikut terlibat dalam aksi penembakan terhadap Kedutaan Amerika di Bonn pada 13 Februari 1991. Pun pada aksi pengeboman Penjara Weiterstadt pada 27 Maret 1993.

“Lima bahan peledak diletupkan secara serentak pada pukul 5.10 pagi ke penjara yang baru dibangun itu. Nilai kerusakannya mencapai 120 juta deutschemark (DM). Serangan itu datang tak lama setelah Menteri Kehakiman Klaus Kinkel mengajukan proposal ‘Inisiatif Kinkel’, di mana sang menteri bersedia membebaskan para tahanan RAF jika kelompok itu berhenti melakukan aksi teror. Proposal itu perlahan menimbulkan perpecahan di antara anggota RAF,” tulis Matthias Plügge dalam Traces of Terrorism, A Chronicle: Contexts, Attacks, Terrorists.

Baca juga: Teror di Negeri Matador

Pada akhirnya RAF memang bubar pada 1998. Akan tetapi trio Klette-Gargweg-Staub mengalihkan aktivitas mereka menjadi perampok. Mulai dari perampokan mobil pengiriman uang senilai DM 1 juta di Duisburg medio 1999, serta serangkaian perampokan bank kurun 1999-2016 setelah berstatus buron.

Aksi-aksi perampokan itulah yang menjadi dasar penangkapan Klette pada Senin (26/2/2024) di apartemennya di distrik Kreuzberg, Berlin. Klette ditangkap tanpa perlawanan beserta barang bukti dua magasin pistol. Meski begitu, aparat masih berusaha memburu Staub dan Garweg yang masih buron.

“Penangkapan sukses ini juga menjadi pesan bahwa teroris manapun takkan merasa aman (bersembunyi) di Jerman. Ini pun menjadi sinyal bahwa para korban aksi-aksi terorisme takkan dilupakan begitu saja,” tukas Behrens, dikutip The Guardian, Selasa (27/2/2024).

Baca juga: Perjalanan ke Barat Mencari Suaka

TAG

teroris terorisme jerman komunis

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Momentum Bayer Leverkusen Dua Kaki Andreas Brehme Nasib Tragis Sophie Scholl di Bawah Pisau Guillotine Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer Pesawat Multifungsi Tulang Punggung Matra Udara Jerman Sayuti Melik dalam Gerakan Bawah Tanah Singapura D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman