Masuk Daftar
My Getplus

Megawati Sukarnoputri: Tanpa Arsip Kita Tidak Tahu Siapa Kita

Arsip dan foto bersejarah dipamerkan di mal pertama di Indonesia. Alasannya Sarinah bernilai sejarah.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 23 Agt 2016
Presiden kelima Megawati Sukarnoputri membuka pameran Indonesian Archive koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Gedung Pusat Perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, 23-31 Agustus 2016. Foto: Nugroho Sejati/Historia.

ARSIP berisi amanat Presiden Sukarno saat pemancangan tiang pertama Gedung Pusat Perbelanjaan Sarinah di Jakarta Pusat ditampilkan dalam pameran Indonesian Archive koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di gedung tersebut selama 23-31 Agustus 2016.

Sukarno menyebut di dalam masyarakat sosialis, ekonomi tak akan berjalan tanpa alat distribusi. Pendirian pusat perbelanjaan ini adalah suatu alat distribusi berbagai barang keperluan sehari-hari. “Departement store adalah satu toko serba ada di mana rakyat jelata terutama sekali wanita dapat membeli segala apa yang dia perlukan,” kata Sukarno.

Sarinah juga merupakan wujud perjuangan untuk merealisasikan amanat rakyat. Dalam hal ini, pusat perbelanjan digunakan sebagai penjaga harga. “Kalau kita bisa menjual satu bahan kebaya di departement store dengan harga Rp10, di luar tidak akan berani menjual bahan kebaya Rp20 satu bahan,” kata Sukarno.

Advertising
Advertising

Dengan demikian, Sarinah dibangun demi kemajuan pembangunan Indonesia. Sukarno juga berharap Sarinah akan menjadi alat penting bagi terselenggaranya sosialisme Indonesia.

Mantan presiden Megawati Sukarnoputri mengatakan dengan terbukanya arsip nasional kepada masyarakat luas dapat menginspirasi generasi masa kini. Informasi dalam arsip menunjang terbukanya sumber pengetahuan mengenai asal usul bangsa.

“Tanpa sebuah arsip kita tidak akan tahu siapa kita. Semoga dapat diapresiasi dan mengkontemplasi diri kita, bahwa kearsipan, kepustakaan dan museum adalah jejak peradaban manusia,” kata Megawati dalam pembukaan pameran Indonesian Archives di Pusat Perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (23/8).

Mengenai lokasi pameran di Sarinah, Megawati menyebutnya sebagai salah satu bukti sejarah. Menurutnya, Sukarno adalah manusia yang telah berpikiran maju di masa itu dengan membangun pusat perbelanjaan modern seperti Sarinah. “Banyak hal yang telah dia lakukan bukan hanya sebagai presiden Republik Indonesia, tapi sebagai insan manusia kreatif dan punya pandangan ke depan,” ujar Mega.

Sarinah dipilih sebagai tempat penyelenggaraan pameran karena dianggap memiliki nilai historis yang tinggi.

Kepala ANRI, Mustari Irawan menyatakan Sarinah sebagai mal pertama di Indonesia diresmikan oleh Proklamator kemerdekaan Republik Indonesia yang juga presiden pertama Republik Indonesia pada 17 Agustus 1962.

“Bung Karno membangunnya pada saat ekonomi negara kurang baik, bahkan menjelang runtuh. Berdirinya Sarinah merupakan wujud ekonomi ketika itu. Sarinah juga pantas disebut sebagai kemandirian ekonomi pada saat krisis,” ujar Mustari.

“Mengandung historis sekali selama Sarinah menjalankan bisnisnya. Ada sejarah panjang baik ekonomi dan politik. Ini adalah milestone dari ekonomi kemandirian kita yang dibangun Bung Karno,” lanjutnya.

Mustari menyebutkan ada dua tujuan penyelenggaraan pameran ini: Pertama, pihaknya ingin mendekatkan arsip kepada masyarakat luas. Kedua, ANRI bermaksud memberikan pencerahan rasa nasionalisme kepada masyarakat. “Dengan pameran ini, sepekan lebih, masyarakat sambil berbelanja juga bisa melihat foto yang kami siapkan di sini. Mudah-mudahan bisa memperkaya. Ini harta karun informasi tentang perjalanan bangsa Indonesia,” harapnya.

Selain bekerja sama dalam pameran ini, Mustari juga menawarkan bahwa ANRI bersedia memberikan bantuan melakukan pembenahan dan pengelolaan arsip yang ada di Sarinah.

Dalam rangkaian acara, pihak ANRI juga menerima arsip statis dari organisasi Dharma Wanita Persatuan (DWP) yang diserahkan oleh Ketua DWP Wien Ritola Tasmaya. Mustari berharap arsip statis ini nantinya akan lebih berguna, tentunya bagi penelitian dan pendidikan.

“Ini tanda Dharma Wanita Persatuan sudah mentaati UU yang mengharuskan seluruh organisasi menyerahkan arsip statisnya ke ANRI. Arsip statis ini akan kami simpan selamanya sebagai memori kolektif bangsa,” tuturnya.

[pages]

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Bukan Belanda yang Kristenkan Sumatra Utara, Tetapi Jerman Antara Lenin dan Stalin (Bagian I) Situs Cagar Budaya di Banten Lama Pemusnah Frambusia yang Dikenal Dunia Perupa Pita Maha yang Karyanya Disukai Sukarno Musik Rock pada Masa Orde Lama dan Orde Baru Pasukan Kelima, Kombatan Batak dalam Pesindo Tertipu Paranormal Palsu Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik