Masuk Daftar
My Getplus

Duel Bangsawan dan Kapten Asal Bangkalan

Dia membunuh atas kemauan istri korban. Harus mengalami pembuangan jauh dari daerah asalnya.

Oleh: Petrik Matanasi | 22 Agt 2024
Seorang mayor komandan Barisan Madura. (Tropenmuseum/Wikipedia.org)

BERKALI-KALI lelaki itu datang ke persidangan dan ditanyai Jaksa Penuntut Umum, sekitar Mei 1910. Dia hadir dengan seragamnya sebagai kapten dari Korps Barisan Madura di Bangkalan, sebuah hulptroepen (pasukan bantuan) dari Madura dalam tentara kolonial Koninklijk Nederlandch Indische Leger (KNIL). Pada sidang tanggal 23 dan 24 Mei 1910, misalnya, Het Nieuws van den dag voor Nederlandsche Indie tanggal 24 Mei 1910, memberitakan sang kapten hadir sebagai terdakwa.

Kapten Pandji Adisoekmo, lelaki pesakitan itu, menjadi terdakwa karena kasusnya dengan Raden Ario Soerio Amidjojo.

Raden Soerio merupakan priyayi yang masih terhitung keluarga Bupati Bangkalan Raden Adipati Suryonegoro. Istrinya yang bergelar Raden Ayu, kata Het Nieuws van den dag voor Nederlandsche Indie tanggal 19 Maret 1910, terhitung masih kerabat bupati Sumenep.

Raden Ayu pernah cemburu pada suaminya lantaran berkelakuan bak Don Juan. Suatu kali, Raden Soerio pernah kedapatan bepergian dengan seorang perempuan yang tinggal di Madura. Soerio kesengsem pada perempuan itu. Tapi dia bukan bukan satu-satunya perempuan yang digoda oleh Raden Soerio. Karena itulah Raden Ayu tersiksa batinnya dan dan timbul keinginannya untuk bercerai. Namun, kalangan priyayi di sana tak mau ada perceraian di antara Raden Soerio dan Raden Ayu.

Advertising
Advertising

Raden Ayu kebetulan punya kenalan dekat, yakni Kapten Pandji Adisoekmo, perwira Barisan Madura yang bertugas di Bangkalan. Kepadanyalah Raden Ayu mencurahkan isi hatinya mengenai masalah rumah tangganya.

Masalah rumah tangga Raden Ayu rupanya jadi perhatian Kapten Adisoekmo. Setelahnya, Adisoekmo mengambil sebuah senjata dan menuntaskan kekesalan Raden Ayu tadi. De Courant tanggal 3 Oktober 1910 mengisahkan bahwa dalam gelapnya malam, Kapten Adisoekmo menanti seseorang di sebuah langgar di belakang istana bupati Bangkalan. Adisoekmo tahu malam itu Radenen Soerio bersama priyai-priyayi lain sedang mengunjungi bupati.

Ketika Raden Soerio melewati langgar yang terlihat sepi dan gelap itu, terdengar suara gemerisik. Dia pun penasaran. Korek langsung dinyalakannya untuk mencari tahu apa sebetulnya sumber suara gemerisik tadi. Sejurus kemudian, Raden Soerio mendapat tiga tembakan kendati tak ada yang melihat jelas apa yang sebetulnya terjadi.

Sementara, Kapten Adisoekmo yang terluka karena menangkis serangan keris dari Raden Soerio, dengan cepat diringkus di tempat. Sang kapten digebuki hingga babak belur oleh orang-orang di sekitar Raden Soerio. Setelah diadili secara adat, Kapten Adisoekmo diperkarakan secara hukum kolonial dan diadili di pengadilan.

“Perintah penangkapan pendahuluan yang dikeluarkan terhadap Raden Pandji Adisoekmoh, kapten Barisan, atas tuduhan pembunuhan terhadap Raden Ario Soerio Amidjojo, telah diratifikasi oleh Mahkamah Kehakiman,” demikian De Locomotief tanggal 29 Maret 1910 memberitakan.

Spekulasi pun muncul mengitari kasus yang disebut Bangkalan Moorden itu. Ada yang bilang ada hal yang ditutup-tutupi dalam pengadilan sebelumnya. Ada yang menyebut Kapten Adisoekmo berani membunuh Raden Soerio karena penghasilannya sebagai kapten Barisan berkurang 30 gulden dari gaji gajinya yang 100 gulden.

Jelas-tidaknya spekulasi-spekulasi yang ada itu, Kapten Adisoekmo mesti siap menerima hukuman. Menurut koran De Locomotief tanggal 30 Agustus 1910, Raad van Justitie lalu memvonis Kapten Adisoekmo dengan hukuman selama 10 tahun pengasingan/pembuangan.

Kapten Adisoekmo lalu dibuang ke Ambon. Pada abad ke-19, Ambon merupakan tempat pengasingan/pembuangan bangsawan Jawa yang dianggap berbahaya bagi penguasa kolonial. Bekas raja Jawa, Paku Buwono VI (1807-1849), dibuang ke sana setelah dianggap membantu Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Paku Buwono VI bahkan meninggal dunia di sana.

Kapten Adisoekmo tampaknya tak terlalu terbebani dengan hukuman tersebut. De Niuewe Courant tanggal 20 Juni 1914 menyebut dia menjadi orang baik di tempat pengasingannya. Hukuman 10 tahun pembuangan itu akhirnya tak dijalani sepenuhnya. De Locomotief tanggal 11 Desember 1918 mengabarkan, Kapten Adisoekmo pulang ke Madura sebelum masa hukumannya berakhir. Raden Ayu sendiri, yang menghasut Kapten Adisoekmo, tak diketahui lagi kabarnya. 

TAG

madura knil

ARTIKEL TERKAIT

Mayor Belanda Tewas di Parepare, Westerling Ngamuk KNIL Turunan Genghis Khan Eks KNIL Tajir Ayah Pendiri Kopassus Tenggelam di Samudera Hindia Gembong PKI Ingin Jadi Tentara KNIL Muslim dari Tulehu Kopral KNIL yang Bunuh Pribumi Dihukum Mati Belanda Alex Kawilarang Anak Angkat Oerip Soemohardjo Orang Wana Melawan Belanda Korps Nyonya Belanda