Saat disergap pasukan Amerika Serikat pada 27 Oktober 2019, Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin ISIS, melarikan diri ke terowongan. Dia meledakkan dirinya yang juga menewaskan tiga anaknya. Tes DNA pada sisa tubuhnya memastikan kematian Al-Baghdadi. Setelah disalatkan, sisa tubuhnya dilarung ke laut seperti pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, pada 2011.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengecilkan peran pasukan Kurdi, Kekuatan Demokratik Suriah (SDF), dalam operasi itu. Trump menyebut Kurdi memberikan informasi yang membantu, namun sama sekali tidak melakukan peran militer.
Polat Can, komandan senior SDF, pun bersuara lewat akun twitternya. Dia mengungkapkan bahwa SDF bekerja sama dengan CIA untuk melacak Al-Baghdadi sejak 15 Mei 2019, dan menemukan persembunyiannya di Provinsi Idlib. Al-Baghdadi akan pindah ke tempat baru di Jarablus namun keburu diserbu.
Baca juga: Teroris Membajak Pesawat Garuda
“Semua intelijen dan akses ke Al-Baghdadi di samping identifikasi tempatnya adalah hasil pekerjaan kami. Sumber intelijen kami terlibat dalam pengiriman koordinat, mengarahkan penurunan satuan dari udara, terlibat bagi keberhasilan operasi sampai saat-saat terakhir,” kata Polat Can dikutip bbc.com.
Bahkan, Can mengungkapkan, mata-matanya berhasil mencuri celana dalam Al-Baghdadi yang digunakan untuk tes DNA. “Sumber kami sendiri, yang telah dapat menjangkau Al-Baghdadi, membawa celana dalam Al-Baghdadi untuk dites DNA dan dipastikan (100%) bahwa orang yang dimaksud adalah Al-Baghdadi sendiri,” cuitnya pada 28 Oktober 2019.
Baca juga: Kekejaman DI/TII: Banjir Darah di Cibugel
Dalam sejarah Indonesia, tentara Indonesia juga pernah mengidentifikasi pemimpin pemberontakan, Kahar Muzakkar, dengan celana dalam.
Pada 3 Februari 1965 pukul 4:00, pasukan Peleton I/Kompi D dalam Operasi Kilat mengepung tempat persembunyian Kahar Muzakkar, pemimpin DI/TII, di sekitar Sungai Lasolo, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara. Pertempuran hanya berlangsung lima menit. Mayat-mayat yang ada dikumpulkan untuk diidentifikasi. Salah satunya diyakini mayat Kahar, orang yang ditakuti sejak tahun 1950 dan mengangkat dirinya sebagai khalifah RPII (Republik Persatuan Islam Indonesia). Kahar meninggal tepat di Hari Raya Idulfitri.
Mayat Kahar dibawa ke pos TNI terdekat. Dari pos tersebut barulah informasi kematian Kahar disampaikan melalui radiogram ke pos komando di Pakue. Brigjen TNI M. Jusuf, Panglima Operasi Kilat, dan Brigjen TNI Rukman kebetulan berada di sana sedang merayakan Lebaran bersama pasukannya. Jusuf lalu meneruskan berita kematian Kahar kepada Menteri/Pangad Letjen TNI Achmad Yani yang saat itu juga langsung melaporkannya kepada Presiden Sukarno.
Baca juga: Beberapa Kesaksian Tentang Teror Kahar Muzakkar
Dari pos komando Pakue, Jusuf membawa jenazah Kahar dengan helikopter Mi-4 ke bandar udara Hasanuddin di Makassar. Achmad Yani mengutus Deputi I/Pangad Mayjen TNI Moersjid untuk memastikan yang mati benar-benar Kahar. Setelah melihat jenazah itu di bandara, Moersjid dibekali sejumlah foto segera terbang ke Jakarta untuk melaporkannya kepada Achmad Yani.
Jenazah Kahar lalu dibawa ke rumah sakit tentara di Makassar. Jusuf memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melihat jenazah itu dan memastikan sendiri bahwa yang mati benar-benar Kahar.
“Sejak di Pakue saya telah memastikan bahwa yang meninggal adalah Kahar. Ciri utama dari Kahar adalah tahi lalat, gigi emas, dan yang paling penting adalah celana dalam dengan bordiran huruf KM (Kahar Muzakkar). Beliau tidak mau memakai sembarang celana dalam, kecuali yang dibordir khusus oleh istrinya yang keempat,” kata Jusuf dalam biografinya, Panglima Para Prajurit karya Atmadji Sumarkidjo.
Baca juga: Operasi Penyelamatan Seorang Pastor dari Kahar Muzakkar
Menurut Atmadji salah satu orang yang mendapat kesempatan langka memotret jenazah Kahar adalah wartawan Boet Ph M. Rompas. “Dia juga memotret celana dalam Kahar dengan inisial dua huruf KM yang jelas terlihat,” tulis Atmadji.
Jusuf kemudian memerintahkan jenazah Kahar dikuburkan. Jusuf dan Kolonel Solichin GP, Kepala Staf Operasi Kilat, tidak pernah menceritakan di mana Kahar dimakamkan dan siapa yang diperintahkan memakamkannya.
“Jusuf sendiri tetap konsisten dengan sikapnya, dan tidak pernah mau menceritakan di mana dia memerintahkan Kahar Muzakkar dimakamkan sampai dia meninggal pada September 2004,” tulis Atmadji.