Masuk Daftar
My Getplus

Wabah Rabies Munculkan Vampir

Wabah rabies di Eropa Timur pada abad ke-18 memunculkan mitos vampir yang imejnya tak lepas dari kelelawar.

Oleh: Nur Janti | 06 Mei 2020
Gambaran Vampir dalam sinema Dracula (1931).

PADA abad ke-18, kepercayaan pada vampir menjadi mitos tenar di daerah Balkan. Vampir digambarkan sebagai orang mati yang bangkit dari kubur, berkelana saat malam, dan bertahan hidup dengan mengisap darah orang atau hewan.

Dalam risetnya bersama Christopher Cowled, Bats and Viruses: A New Frontier of Emerging Infectious Diseases, Lin Fa Wang menduga mitos vampir erat kaitannya dengan rabies yang pernah mewabah di Eropa. Dugaan mereka berasal dari kesamaan ciri vampir dan penyakit rabies, serta kemunculan mitos vampir yang bersamaan dengan wabah.

Secara umum diketahui bahwa rabies ditularkan lewat anjing atau serigala. Namun, rabies juga ditemukan menginfeksi hewan herbivora yang ditularkan oleh kelelawar. Dari situlah dokter asal Spanyol Juan Gomez-Alonso juga menduga legenda vampir dan manusia serigala mungkin berkaitan erat dengan pandemi rabies di Eropa Timur dari 1721 hingga 1728.

Advertising
Advertising

Baca juga: Wabah Penyakit dalam Perang Makassar

Kelelawar juga sering muncul dalam cerita rakyat Eropa Timur. Asosiasi rabies dan kelelawar punya akar kuat dalam takhayul di daerah tersebut. Penderita rabies punya gejala yang mirip dengan ciri vampir. Wabah rabies pada abad ke-18 ini menyebar di Inggris, Spanyol, Prancis, Itali, hingga Ceko dan Slovakia.

Sebelum rabies diakui sebagai penyakit, kelelawar juga dianggap sebagai penyebab kegilaan di Eropa. Orang yang perilakunya tidak menentu diasosiasikan dengan kelelawar. Hal ini dibuktikan dengan adanya istilah dan frasa seperti “going bats”, “batty”, atau “bats in one’s belfry” yang seringkali digunakan untuk menggambarkan ketidakstabilan mental.

Akademisi Jerman, Felicitas Schott dalam bukunya The Undead Among Us menyebut mitos vampir berasal dari Eropa Tenggara, khususnya daerah yang kini jadi wilayah Serbia, Makedonia, dan Bulgaria. Segera setelah vampir jadi bagian dari cerita rakyat, kisah serupa juga muncul dalam bentuk karya sastra.

Baca juga: Mengasong Sastra Jawa

Figur vampir muncul dalam beberapa puisi Jerman abad ke-18. Antara lain puisi “Main Liebes Magdchen glaubert” karya Heinrich August Ossenfelders dan puisi “Die Braut bon Korinth” karya Johann Wofgang von Goethe yang dipublikasi pada 1797. Puisi-puisi Jerman tersebut menginspirasi John Polidori dalam menulis The Vampyre pada 1819. Schott menduga, karya Polidori merupakan sastra bertema vampir pertama yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris.

Namun, kisah vampir paling terkenal ialah Dracula karya Bram Stoker yang terbit pada 26 Mei 1897. Tanggal ini diperingati oleh para pencinta sastra bertema vampir sebagai World Dracula Daya. Kisah Dracula mengambil beragam tradisi Eropa, namun fokus utamanya pada sejarah dan budaya Transylvania, Romania bagian tengah.

Wang dan Cowled menduga karakter vampir yang bisa berubah wujud menjadi kelelawar dalam karya Stoker mirip dengan sifat hematophagous (pengisap darah) dan nocturnal kelelawar vampir. Sementara, Schott menyebut prototipe tokoh Dracula karya Stoker diambil dari kisah Vlad II, Pangeran Walaccia (1431-1476) yang dikenal juga sebagai Vlad Dracula atau Vlad the Impaler. Ia amat ditakuti oleh orang Walaccia karena kegemarannya menyiksa dan mengeksekusi musuh. Vlad Dracula lahir di Transylvania, Romania pada 1431 dan memerintah Walaccia dari 1456 sampai 1462.

Baca juga: Kala Hantu Pindah ke Kota

Beberapa sejarawan menggambarkan Vlad sebagai penguasa yang adil namun kejam. Citra kejam tersebut melekat karena Vlad suka membunuh musuh-musuh yang tertangkap dengan menusuk mereka di tiang kayu. Menurut legenda, Vlad Dracula juga suka menikmati jamuan makan di tengah-tengah korban yang sekarat dan mencelupkan rotinya ke dalam darah mereka.

Meski kebenaran kisahnya diragukan, orang-orang yang percaya kisah ini lalu menyebarkannya. Kisah inilah yang memicu imajinasi Stoker untuk menciptakan Count Dracula, yang juga berasal dari Transylvania, menghisap darah korbannya, dan bisa dibunuh dengan menghujam jantungnya dengan pasak.

Baca juga: Khazanah Hantu Indonesia

Kisah ini pula yang kemudian jadi memori kolektif dalam budaya Barat. Tiap kali menyebut vampir, rujukan utamanya ialah Dracula karya Stoker. Dalam bukunya The Vampire in Folklore, History, Literature, Film and Television, J. Gordon Melton dan Alysa Hornick menyusun daftar panjang karya bertema vampir dari 1800 hingga 2013. Keduanya menemukan setidaknya ada enam ribu karya bertema vampir yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris. 

Namun, menurut Melton dan Alysa, perkembangan sastra bertema vampir belum terlihat bisa menyaingi Dracula dan sastra abad kesembilan belas lain. “Banyak dari literatur kontemporer ini dipandang sebagai cerita populer daripada sastra serius,” tulis Melton dan Alysa.

TAG

hantu wabah buku sastra

ARTIKEL TERKAIT

Sastra Melayu Tionghoa, Pelopor Sastra yang Merana Perjuangan di Balik Nama Pena Belajar Membaca dari Bung Hatta Wanita (Tak) Dijajah Pria Sejak Dulu? Revolusi Kemerdekaan Indonesia yang Memicu Gerakan Global Kuntilanak dan Pontianak Nyanyi Sunyi Ianfu Koloni Kusta di Teluk Jakarta Ketika Wabah Kusta Melanda Batavia Lima Tokoh Bangsa Bibliofil