Masuk Daftar
My Getplus

Ongkos Haji Zaman Dulu

Ongkos naik haji zaman dulu amat mahal. Selain untuk biaya hidup selama berhaji plus biaya-biaya terkait, jamaah harus memikirkan hidup keluarga yang ditinggalkan.

Oleh: Petrik Matanasi | 13 Jun 2024
Suasana haji di Masjidil Haram, Makkah. (Kemenag)

GUNA meningkatkan pelayanan haji, tahun ini pemerintah Arab Saudi mengeluarkan terobosan baru: meresmikan layanan taksi udara listrik tanpa pengemudi perintis. Peresmiannya telah dilakukan dalam sebuah acara resmi yang dihadiri Menteri Transportasi dan Layanan Logistik Saudi Saleh bin Nasser Al-Jasser dan beberapa pejabat terkait.

“Taksi terbang listrik ini akan mengangkut jamaah haji melintasi tempat-tempat suci, memfasilitasi pemindahan darurat dan pasokan medis dengan cepat, serta mengirimkan barang,” demikian sindonews.com, 12 Juni 2024, memberitakan.

Dengan adanya layanan taksi udara tersebut, jamaah haji akan terlayani dengan lebih cepat dan lebih baik. Jamaah haji Indonesia sebagai yang terbanyak tentu akan merasakan manfaatnya.

Advertising
Advertising

Sebagai informasi, Indonesia tahun ini memberangkatkan 213.320 jamaah. Jumlah itu kurang dari jumlah kuota yang dimiliki Indonesia karena ada 45 jamaah yang batal berangkat di detik-detik akhir.

“Jumlah 213.320 adalah kuota terbanyak dalam sejarah haji Indonesia. Sampai penutupan keberangkatan, sebanyak 213.275 telah diberangkatkan ke Tanah Suci. Ada 45 jamaah yang visanya sudah terbit, namun akhirnya batal berangkat karena beragam alasan. Sementara proses pemvisaan sudah ditutup sehingga sudah tidak dimungkinkan lagi dilakukan penggantian. Jadi, haji 2024 itu terbanyak dalam kuota, tertinggi dalam serapan kuota,” kata Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie, dimuat laman kemenag.go.id, 11 Juni 2024.   

Haji merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan dalam Islam alias termasuk rukun Islam. Namun sebagaimana zakat, haji hanya wajib bagi orang-orang yang mampu. Sebab, haji merupakan ibadah yang mahal.

Kendati mahal, jumlah orang Indonesia yang berhaji tetap fantastis setiap tahun. Bahkan, banyak orang Indonesia yang sudah berulangkali naik haji. Fenomena tersebut terjadi bukan baru-baru ini saja.

Sejak abad ke-18, makin banyak orang dari Indonesia ke Arab Saudi dengan niatan untuk naik haji. Kala itu berangkat haji tak seformal sekarang dan belum ada ketentuan berapa uang yang harus mereka miliki untuk naik haji. Mereka boleh pergi ke Arab dengan naik kapal dagang. Pada dekade terakhir abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda mulai mengatur pemberangkatan haji. biaya minimal keberangkatan haji pun ditentukan mulai saat itu.

“Pada 1895, sebagaimana telah disinggung di depan, Konsulat Belanda di Jedah mulai menghitung biaya yang dikeluarkan oleh seorang jamaah haji untuk semua keperluan selama perjalanan dan bea di Hijaz sebanyak 282,99 gulden bagi jamaah haji yang membeli tiket pergi pulang dan minimal 322,99 gulden bagi mereka yang membeli tiket sekali jalan,” catat Shaleh Putuhena dalam Historiografi Haji Indonesia.

Ongkos haji dari waktu ke waktu tentu naik. Sejak lama pemerintah Hindia Belanda punya kepentingan soal haji. Dalam Genealogi Inteligensia: Pengetahuan & Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX, Yudi Latief menyebut pemerintah kolonial pada 1825, 1831 dan 1859 merilis beragam aturan untuk mengatur, mengawasi, dan membatasi keberangkatan haji. Aturan pembiayaan merupakan salah satu cara untuk membatasi. Aparat pemerintah, termasuk asisten wedana, bekerja dalam mengawasi hal tersebut.

“Calon haji harus memiliki uang 500 gulden; uang sebesar itu adalah miliknya sendiri; dia sudah (harus menyediakan pemeliharaan yang layak untuk keluarganya yang ditinggalkan selama dia pergi,” kata Pangeran Achmad Djajadiningrat, mantan bupati Serang dan Jakarta, dalam Herinneringen van Pangeran aria Achmad Djajadiningrat.

Tanpa uang 500 gulden, tak ada pas haji dari pemerintah. Namun, biaya itu berubah-ubah seiring waktu. Pada 1923, seperti dicatat Shaleh Putuhena, biaya yang harus disiapkan calon haji sekitar 698,7 gulden. Angka itu naik menjadi 856,50 gulden pada tahun 1938-1939. Sebagai perbandingan, menurut Soeprono dalam Selangkah Tapak di Tiga Jaman Mahasiswa Pejuang Kedokteran, harga emas tahun 1930-1940 berkisar antara 1,5 hingga 2 gulden per gram. Era sebelum 1930 harganya lebih rendah lagi. Jika harga satu gram emas sekitar 1,5 gulden saja, uang 500 gulden bisa membeli sekitar 333,3 gram emas. Jika dikalkulasi dengan kondisi hari di mana harga satu gram emas Rp1.341,345, maka biaya haji 500 gulden itu setara sekitar Rp447.115.000,-. Ongkos haji tahun ini berkisar Rp54.000.000,-. Jadi ongkos naik haji zaman Hindia Belanda jauh lebih mahal.

Pada 1927, seorang pemuda 19 tahun bernama Abdul Malik, yang kemudian dikenal dengan Hamka, pergi berhaji menggunakan kapal uap. Kapalnya berangkat dari Belawan, Medan sekitar bulan Februari. Seperti diakuinya dalam Kenang-Kenangan Hamka, uang Hamka untuk haji pas-pasan.

“Uang dari Medan hanya 500 gulden. Dua ratus enampuluh lima telah dibelikan tiket pulang pergi,” kata Hamka dalam Kenang-kenangan Hamka.

Koran Perobahan tanggal 1 Desember 1922 menyebut ongkos naik kapal dari Batavia (Jakarta) ke Jeddah untuk orang di atas usia 12 tahun adalah 175 gulden. Dengan tiket tersebut, pulangnya boleh naik kapal Siermond milik Rotterdamsche Llyod atau Semprong Blau milik Ocean.

Uang Hamka habis untuk membeli kelambu gantung, handuk, pakaian ihram, dan membayar uang jamu sebesar 74 gulden. Ketika di Tanah Suci, Hamka harus pula menyiapkan uang untuk biaya karantina, sewa unta, sewa penginapan, dan uang makan selama sekitar 5 atau 6 bulan di Mekkah. Setelah habis untuk banyak pengeluaran di Tanah Suci, uang Hamka hanya tinggal 12 gulden. Itu sebabnya, dia sampai berjalan kaki berhari-hari untuk mencapai Jeddah sebelum pulang ke tanah air.

Jadi, sebelum era pesawat terbang, naik haji dari Indonesia sangat memakan waktu sehingga biayanya sangat besar. Setelah era pesawat terbang, seperti sekarang, berhaji memakan waktu hanya sekitar satu bulan untuk haji reguler dan biayanya jauh lebih murah.

TAG

ibadah haji berhaji hamka buya hamka arab saudi

ARTIKEL TERKAIT

Sambil Berhaji Menimba Ilmu Mengelola Jamaah Haji dari Masa ke Masa Hamka “Monk” Islam Buya Hamka dan Musik Cerita Tentang Hamka Sosok Itu Bernama Hamka Kisah Hamka dan Si Kuning Kritik Adat dalam Tenggelamnya Kapal van der Wijck Kegemaran Buya Hamka Menonton Film Buya Hamka, Ulama Panutan