Masuk Daftar
My Getplus

Nazar Cukur Gundul dalam Sejarah

Pangeran Diponegoro bernazar gundul jika meraih kemenangan dalam peperangan.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 25 Jul 2014
Aru Palakka (kiri) dan Diponegoro (kanan). (KITLV).

Setelah Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinyatakan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019 oleh Komisi Pemilihan Umum, para pendukungnya seperti Nusron Wahid, ketua Gerakan Pemuda Ansor, dan sejumlah anggotanya menunaikan nazar menggunduli kepala.

Di masa lalu, menurut Anthony Reid, laki-laki dan perempuan Asia Tenggara menghargai rambutnya seperti mencintai kepalanya. Rambut merupakan suatu lambang dan petunjuk diri yang menentukan. Tak heran jika hingga kurun niaga (abad ke-17), laki-laki dan perempuan didorong untuk menumbuhkan rambut sepanjang dan selebat mungkin.

“Oleh karena itu, memotong rambut lebih merupakan pengorbanan,” tulis Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.

Advertising
Advertising

Misalnya, pemotongan rambut kawula, terutama perempuan istana, setelah mangkatnya seorang raja sebagaimana dilaporkan di Aceh, Patani, Siam, dan Johor pada abad ke-17. Pemotongan rambut ini, “secara simbolis mewakili pengorbanan yang di zaman pra-Islam mungkin harus menyita jiwa manusia.”

Baca juga: Gaya Rambut Nabi Muhammad

Begitu pula dengan sang raja. Upacara pemotongan rambut panjang Aru Palakka pada 1672 setelah kemenangannya atas Makassar dan rambut Susuhunan Pakubuwono I pada 1715 “mungkin bisa diterangkan dalam hubungannya dengan sumpah berkorban setelah beroleh rahmat tuhan.”

Aru Palakka adalah raja Bone yang meloloskan diri ketika kerajaan Makassar menyerang kerajaan Bone untuk menguasai pelayaran di Indonesia Timur dan produksi beras Sulawesi Selatan. Aru Palakka, bersekutu dengan Kompeni, menghancurkan kerajaan Makassar. Aru Palakka mencukur rambutnya di atas Gunung Cempalagi, Bone, Pulau Selebes (Sulawesi).

Baca juga: Ketakutan pada Kebotakan

Menurut Muhammad Yamin dalam Sedjarah Peperangan Dipanegara: Pahlawan Kemerdekaan Indonesia, mencukur rambut seusai mendapat kemenangan adalah adat bagi pahlawan peperangan yang bernazar. Selain Aru Palakka, Pangeran Diponegoro pernah bernazar akan menggunduli kepalanya jika meraih kemenangan dalam peperangan.

“Sebelum berjuang di kaki Gunung Merapi, Dipanegara berjanji di Rejasa akan mencukur rambutnya menjadi gundul, jikalau mendapat kemenangan dalam perjuangan,” tulis Yamin.

“Setelah sembahyang Jumat," Yamin melanjutkan, "maka Dipanegara serta diturut oleh segala pahlawan, Senapati dan Rakyat yang setia menggundulkan kepalanya, sebagai memenuhi nazar yang telah dibuatnya. Semenjak itu maka balatentera Dipanegara memakai rambut pendek.”

Baca juga: Gerakan Anti-Gundul Pelajar Masa Jepang

Pada masa perang kemerdekaan, Sutomo alias Bung Tomo, pengobar Pertempuran Surabaya 10 November 1945, juga pernah bernazar tidak akan mencukur rambutnya yang gondrong sebelum Indonesia benar-benar merdeka. Dan Bung Tomo menunaikan nazarnya.

“Ini sangat menggerakkan semangat pemuda untuk mencurahkan seluruh jiwa raganya kepada perjuangan kemerdekaan,” tulis S. Sulistyo Atmojo dalam Mengenang Almarhum Panglima Besar Jenderal Soedirman, Pahlawan Besar Vol. 1.

TAG

rambut

ARTIKEL TERKAIT

Pak Azis, Tukang Cukur Bung Karno Razia Rambut The Beatles dan Sasak Pangkas Rambut Ko Tang Bertahan dari Tekanan Zaman Ketakutan pada Kebotakan Gaya Rambut Nabi Muhammad Mengukur Sejarah Tukang Cukur Nyanyi Sunyi Rambut Kribo Hitam Putih Rambut Gimbal Kutu Subversif dalam Rambut Gondrong Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi