Masuk Daftar
My Getplus

Menyongsong Wajah Baru Museum Nasional Indonesia dan Pameran Repatriasi

Wajah baru tata pamer di Museum Nasional Indonesia kian lengkap dengan koleksi pameran benda-benda yang direpatriasi dari masa ke masa.

Oleh: Randy Wirayudha | 12 Okt 2024
Ruang Pameran Repatriasi di Museum Nasional Indonesia yang dibuka kembali dengan wajah baru (Riyono Rusli/Historia)

MUSIBAH kebakaran yang melanda Museum Nasional Indonesia (MNI) pada 16 September 2023 jadi sebuah pil pahit yang patut diambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran. Setelah setahun berbenah, kini museum yang familiar disebut “Museum Gajah” itu resmi dibuka kembali.

Dirjen Kebudayaan RI Hilmar Farid juga mengamini bahwa setiap bencana pasti ada maksudnya, agar bisa bangkit untuk lebih baik lagi. Bahkan, bangkit dengan wajah baru yang mengikuti zaman.

“Tentu semua masih ingat insiden kebakaran yang terjadi di tahun lalu. Bisa dilihat di sebelah belakang, bisa disaksikan bekasnya dan waktu itu kita semua memang merasa terpukul sekali. Tapi seperti dibilang Mas Menteri (Mendikbudristek Nadiem Makarim), setiap bencana pasti punya maksud,” ucap Hilmar dalam peresmian pembukaan kembali Museum Nasional Indonesia bertajuk “Reimajinasi Warisan Budaya” di Museum Nasional Indonesia Jakarta, Jumat (11/4/2024) malam.

Advertising
Advertising

Sebagai pengingat, bekas-bekas kebakaran yang terjadi di enam ruangan Gedung A pun dijadikan ruang pamer tersendiri. Belajar dari pengalaman pahit itu, selama setahun terakhir ini MNI membenahi dan meng-upgrade baik keamanannya, teknologi, maupun SDM-nya.

Baca juga: Insiden Kebakaran di Gedung A Museum Nasional Indonesia

MNI juga mengubah wajah tata pamer koleksinya di setiap gedung dan ruangan. Tidak hanya mengikuti zaman, tapi juga disesuaikan jati diri Nusantara.

Dari tiga gedung utama, Gedung A bertema “Masa Lalu Penuh Makna” menceritakan tentang alam dan dunia spiritual. Gedung B “Marwah Indonesia” bercerita tentang perjuangan kemerdekaan. Adapun Gedung C “Bekal Masa Depan Penuh Kejutan” berupa laboratorium terbuka untuk konservasi. 

Lalu yang baru, ruangan dengan inovasi teknologi ImersifA yang menampilkan konten-konten sejarah Indonesia dalam konsep alam. Ruang ImersifA yang menyajikan video mapping dengan sudut 360 derajat itu bertempat di Gedung A.

“Mas Menteri juga mengingatkan ya, museum di masa sekarang akan memainkan peran yang mungkin sangat berbeda dari abad ke-20. Maka kata kunci yang ditekankan adalah reimajinasi. Artinya museum hari ini untuk anak kita, untuk generasi selanjutnya,” sambung Hilmar.

Suasana reopening MNI setelah setahun pasca-kebakaran (Randy Wirayudha/Historia)

Selain mengusung wajah baru pada tata pamernya, koleksi MNI kian bertambah dengan masuknya koleksi benda-benda hasil repatriasi dari Belanda. MNI sendiri akan mulai dibuka kembali untuk umum pada Selasa (15/10/2024), bertepatan dengan pembukaan “Pameran Repatriasi: Kembalinya Warisan Budaya dan Pengetahuan Nusantara” yang dihelat 15 Oktober-30 Desember 2024.

Pamerannya memamerkan benda-benda hasil repatriasi dari masa awal kemerdekaan hingga tahun ini. Meliputi Koleksi Pangeran Diponegoro, Koleksi eks-Museum Nusantara Delft, Koleksi Pita Maha, Koleksi Ekspedisi Lombok, dan Koleksi Arca Singhasari.

Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia sudah mulai mengupayakan untuk memulangkan benda-benda warisan Nusantara lewat sebuah agenda negosiasi bidang kebudayaan di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (23 Agustus-2 November 1949) via sebuah draf Persetujuan Kebudayaan. Namun tensi yang meningkat di antara kedua negara membuat draf itu gagal disetujui.

“Meningkatnya tensi politik antara kedua negara membuat pemerintah Indonesia menolak Draf Perjanjian Kebudayaan, mengingat draf itu masih merepresentasikan kebudayaan imperialisme,” tulis Andrzej Jakubowski, sejarawan Opole University, dalam State Succession in Cultural Property.

Baca juga: Menuntut Repatriasi Jarahan Belanda Usai Bertikai

Namun, semangat untuk kembali mengupayakannya belum meredup. Pada 1951, Menteri Kehakiman Mohammad Yamin bersuara lagi untuk memulangkan beberapa benda yang dianggap penting bagi sejarah Nusantara. Di antaranya Kakawin Nagarakrtagama, manuskrip-manuskrip kuno dari Jawa Barat dan Makassar, harta karun jarahan Ekspedisi Lombok 1896, dan koleksi fosil manusia purba yang meliputi Pithecanthropus robustus, Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, Homo wadjakensis, dan Homo modjokertensis.

Namun hingga pemerintahan Presiden Sukarno tumbang pada 1967, tak sekali pun upaya repatriasi yang dirintis Moh. Yamin itu berbuah. Tensi politik antara Indonesia-Belanda, yang dipicu soal Irian Barat (kini Papua) dan diperburuk dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia, masih jadi batu sandungan.

Tetapi seiring “normalisasi” hubungan RI-Belanda pasca- Irian Barat dan transisi Orde Baru, upaya repatriasi mulai terbuka lebar. Dimulai dengan Perjanjian Kebudayaan RI-Belanda yang diteken Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Fuad Hasan dan Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Belanda J.J.M. Ritzen di Den Haag, 7 Juli 1968.

Baca juga: Repatriasi "Mulus" Usai Normalisasi

Pada 1972, komite yang dipimpin Prof. Ida Bagus Mantra berhasil memulangkan Kakawin Nagarakrtagama. Lalu diikuti pemulangan Arca Prajnaparamita dari Candi Singhasari, koleksi benda asal Irian Jaya, fosil gajah kerdil dan kura-kura raksasa dari Flores, dan sejumlah koleksi Pangeran Diponegoro: Tombak Kiai Rondhan, Pelana Kuda Kiai Gentayu, dan payung Diponegoro yang tiba di tanah air kurun 1975-1977.

Lama “absen”, kerjasama kebudayaan yang kembali membuahkan repatriasi terjadi lagi pada 2015. Satu lagi benda warisan Diponegoro, tongkat ziarah Kiai Cokro, diserahterimakan pada 2 Februari 2015. 

Masih di tahun yang sama, ada 1.500 koleksi lagi dipulangkan ke tanah air. Ribuan benda itu merupakan koleksi Museum Nusantara Delft yang bangkrut dan koleksinya disepakati untuk dipulangkan. Koleksinya baru tiba di tanah air pada 2019.

Baca juga: Di Balik Repatriasi Ribuan Koleksi Delft di Era Jokowi

Ribuan benda itu diklasifikasikan dalam tujuh kelompok: Koleksi Prasejarah, Etnografi, Arkeologi, Numismatik dan Heraldik, Geografi, Keramik, dan Sejarah. Yang paling banyak adalah berbentuk tekstil, wayang kulit, wayang golek, mata uang, litografi, foto, perhiasan, dan senjata kuno.

Ketika masa Pandemi Covid-19, agenda repatriasi masih jalan terus. Benda penting yang dipulangkan saat itu adalah Keris Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponeogoro.

Berbeda dari proses repatriasi sebelumnya, kali ini Direktorat Jenderal Kebudayaan RI turut mengirim tim ahli ke Belanda pada 2020 untuk ikut meriset dan memverifikasi keris tersebut. Sebelumnya, pada 2017, tim ahli Belanda telah mengidentifikasi dokumennya.

Baca juga: Satu Episode Upaya Repatriasi di Masa Pandemi

Setelah terverifikasi, proses serah terima dan agenda pemulangannya lantas dibicarakan antara perwakilan Museum Volkenkunde dan Duta Besar RI untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja pada 3 Maret 2020. Puncaknya, Raja Willem-Alexander menyerahkannya secara resmi kepada Presiden RI Joko Widodo ketika bertamu ke Istana Bogor pada 11 Maret 2020.

Proses itu jadi pembuka pintu gerbang proses yang lebih kolaboratif. Pada 2021, baik pihak Indonesia maupun Belanda masing-masing membentuk tim ahli. Kedua tim itu kemudian melakukan provenance research (penelitian asal-usul) secara kolaboratif dan setara.

Hasilnya adalah repatriasi 472 benda bersejarah yang serah-terimanya diresmikan pada 10 Juli 2023. Ke-472 benda tersebut di antaranya sebilah Keris Klungkung, empat arca Singhasari (Mahakala, Durga, Nandi, dan Ganesha), 132 koleksi seni Pita Maha, dan 335 harta karun Ekspedisi Lombok 1894. 

Baca juga: Repatriasi 472 Artefak dari Belanda dengan Modalitas Berbeda

Beberapa benda itu sudah sempat dipamerkan dalam “Pameran Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Perdaban Nusantara” di Galeri Nasional Jakarta, 28 November-10 Desember 2023. Pameran itu sebagai wahana edukasi publik bahwa upaya repatriasi itu sebagai upaya transfer pengetahuan dan edukasi. Benda-benda itu sudah sepatutnya pulang ke tempat asalnya.

Lalu, kerjasama kebudayaan RI-Belanda tahun ini lagi-lagi membuahkan kesepakatan repatriasi. Sebanyak 288 benda bersejarah lain resmi diserah-terimakan pihak Belanda pada 20 September 2024. 

Ke-288 benda warisan budaya Nusantara yang direpatriasi itu meliputi 284 benda Koleksi Puputan Badung, satu Arca Ganesha dari Gunung Merbabu, dan tiga arca Singhasari (Brahma, Nandi, Bhairawa). Ketiga arca itu melengkapi arca-arca Singhasari yang sudah lebih dulu dipulangkan, yakni arca Pranjaparamita pada 1970-an, serta arca Ganesha, Mahakala, Durga, dan Nandi pada 2023 lalu.

Dari repatriasi dari masa ke masa itu, beberapa hasilnya turut dipamerkan dalam Pameran Repatriasi 2024 di MNI sekarang. Di antaranya naskah Kakawin Nagarakrtagama; tongkat, tombak, payung, dan pelana Pangeran Diponegoro; serta koleksi Delft dan harta Lombok.

Baca juga: Belanda Kembalikan 288 Benda Warisan Nusantara ke Indonesia

TAG

repatriasi museum nasional museum

ARTIKEL TERKAIT

Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Koleksi-koleksi Repatriasi Benda Bersejarah Mengenal Kelompok Seni Pita Maha Sejarah Perkembangan Repatriasi dari Belanda ke Indonesia Menteri Nadiem: Masih Banyak Benda Bersejarah Indonesia yang Belum Dikembalikan Cerita di Balik Repatriasi Arca Brahma Pulangnya Arca Ganesha dari Lereng Semeru Pembantaian dan Penjarahan di Bali Selatan Jalan Panjang Arca Bhairawa dan Arca Nandi Pulang ke Indonesia Belanda Kembalikan 288 Benda Warisan Nusantara ke Indonesia