Twitter diramaikan oleh thread tentang "Predator Fetish Kain Jarik Berkedok Riset Akdemik dari Mahasiswa PTN di SBY". Pembuatnya, akun mufis @m_fikris, mengaku telah menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang bernama Gilang yang memiliki fetish.
"Fetish adalah ketika seseorang merasakan rangsangan seksual dari fantasi atau perilaku seksual yang melibatkan nonliving objects, misal sepatu, celana dalam, bra, atau bagian tubuh nongenital, bisa itu rambut hingga kaki," kata psikolog Inez Kristianti, dikutip dari Suara.com.
Untuk kasus Gilang, nonliving objects yang membuatnya bergairah seksual adalah kain jarik.
Kain jarik merupakan kain panjang yang memiliki motif batik dengan berbagai corak. Setiap daerah mempunyai ciri dan motif berbeda-beda. Dulu, jarik menunjukan status sosial dan dari mana orang tersebut berasal. Namun, umumnya kain jarik dipakai oleh semua orang termasuk rakyat biasa karena memiliki beragam fungsi.
Baca juga: Cara Berpakaian Orang Jawa Kuno
Bram Palgunadi dalam Serat Kandha Karawitan Jawi: Mengenal Seni Karawitan Jawa, menyebut di wilayah pedalaman atau pedesaan, lazimnya penduduk yang akan menonton pagelaran datang dengan berkalung kain sarung atau kain jarik. Kain sarung atau kain jarik ini sifatnya serbaguna karena selain dipakai bisa juga digunakan sebagai alas tidur, penutup kepala dan badan, atau sekadar sebagai tabir penahan dingin.
Ternyata, jarik bukan sembarang kain. Orang Jawa memberinya makna.
M. Hariwijaya dalam Islam Kejawen: Sejarah, Anyaman Mistik, dan Simbolisme Jawa menjelaskan bahwa jarik atau sinjang merupakan kain panjang yang dikenakan untuk menutup tubuh sepanjang kaki. Jarik bermakna aja gampang serik. Artinya, jangan mudah iri terhadap orang lain, menanggapi segala masalah yang terjadi mesti berhati-hati, tidak grusa-grusu apalagi emosional.
Jarik dikenakan selalu dengan cara diwiru ujungnya sedemikian rupa. Membuat wiru atau wiron dengan cara melipat-lipat ujung jarik. Berarti jarik tidak lepas dari wiru. Wiru artinya wiwiren aja nganti kleru yang artinya olahlah segala hal yang terjadi sedemikian rupa sehingga bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis.
"Bebed adalah kain atau jarik yang sedang dikenakan seorang laki-laki pada bagian tubuh sepanjang kakinya. Bebed artinya manusia harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan tumindak nggubed ing rina wengi artinya bekerjalah sepanjang hari," tulis Hariwijaya.
Baca juga: Kain Kulit Kayu
Makna kain jarik sebagai penutup tubuh menjadi istilah bagi orang tua dalam mencari jodoh untuk anaknya.
"Dari sisi pakaian, orang dianggap lebih ideal, lebih baik, lebih sopan, seorang bapak yang mencari menantu adalah yang jaritan (kain jarik, ed.). Tapi hal seperti itu sekarang mulai ditinggalkan, pakai jarik atau pakai celana yang penting pakaiannya sopan," tulis Lusi Margiyani dan Moh. Yasir Alimi (ed.) dalam Sosialisasi Gender: Menjinakkan Takdir, Mendidik Anak Secara Adil.
Sementara itu, kain jarik yang membebat tubuh perempuan bermakna bahwa perempuan harus menjaga kesucian dirinya dalam arti tidak mudah menyerahkan diri kepada siapa pun.
Di balik makna jarik itu, menurut Hariwijaya, ada perilaku dengan jarik yang tidak sopan dan harus dijauhi, yaitu berselimut kain jarik. "Tidak sepantasnya karena jarik hanya untuk menyelimuti jenazah sebelum dikebumikan," tulis Hariwijaya.