Aneka kain tenun dari berbagai daerah di Indonesia tampak memikat mata. Ada kain ulos dari Sumatra Utara, songket Palembang dengan kerlap-kerlipnya yang mempesona. Dari Jawa Tengah tampak kain lurik.
Salah satu yang mencuri perhatian ialah tenun Sambas dari Kalimantan Barat. Kainnya berwarna dasar hijau berhiaskan corak Melayu-Kalimantan dengan sulaman benang emas. Perlu waktu dua bulan untuk menghasilkan satu kain tenun ini.
“Kalau dari Sambas, pinggirannya itu pakai benang putih dengan tumpalnya yang di tengah itu pucuk rebung. Sedangkan motifnya, ada yang bentuk mawar, ada yang serong, ada yang berturus, dan ada yang bertabur. Zaman dahulu itu kan belum dikasih benang emas, tapi sekarang kami modifikasi,” jelas Nurleila, perajin tenun songket Sambas dalam acara “LANGGAM 15: Lima Belas Tahun Cita Tenun Indonesia untuk Negeri” di The Dharmawangsa, Jakarta, 7 November 2023.
Baca juga: Kemeriahan Mambo Fesyen Show
Menurut Nurleila, produksi kain tenun sambas sempat mengalami mati suri pada dekade 1990-an. Persoalannya bermacam-macam. Mulai dari kesulitan bahan baku, kurangnya dukungan bagi perajin, hingga sepinya peminat. Para perajinnya sampai harus merantau ke Brunei Darussalam untuk memproduksi kain tenun Sambas. Namun, tenun Sambas mulai menggeliat lagi setelah sejumlah perajinnya tergabung dalam komunitas binaan Cita Tenun Indonesia (CTI).
CTI adalah organisasi nirlaba yang didirikan oleh para perempuan Indonesia pecinta tenun pada 28 Agustus 2008. CTI bertujuan melestarikan tenun Nusantara sebagai warisan budaya tinggi. Program CTI mencakup pelestarian, pelatihan, dan pengembangan perajin tenun untuk memaksimalkan produksi lewat kerjasama dengan berbagai pihak. Pada tingkat lanjut, perajin kain tenun menjadi sebuah profesi yang diakui dengan adanya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Tenun Indonesia. Sampai saat ini, CTI telah membina 28 sentra binaan di kabupaten-kota dari 14 provinsi di Indonesia.
“(CTI) bermula dari para kolektor dari berbagai daerah. Pada saat itu, kami bermaksud untuk menjadikan perajin tenun itu tetap eksis, lebih sejahtera. Itu yang menjadi tujuan awal,” kata Sekretaris Jenderal CTI Intan Fauzi.
Baca juga: Asal Usul Pakaian
Pewarnaan menjadi salah satu unsur penting pada kain tenun. Dalam khazanah kain tenun Nusantara, proses pewarnaan menggunakan pewarna alam sudah berlangsung sejak lama. Karena bahan-bahan pewarna alami di tiap daerah berbeda satu sama lain, maka jenis kain tenun di Indonesia punya ciri khas yang beragam.
“Pewarnaan alam itu merupakan suatu daya tarik yang luar biasa, karena kita bisa mengembangkan sesuatu yang turun-temurun dari nenek moyang kita sebagai aset. Dan kita juga bisa mengembangkan sesuai dengan perkembangan penemuan teknologi sederhana,” kata Cut Kamaril Wardani, pengurus Bidang Penelitian dan Pengembangan CTI.
Lebih lanjut, Kamaril yang juga akademisi Kriya Seni ITB ini mengatakan industri tenun tangan tradisional cukup banyak di daerah. Begitu pula dengan para perajin yang bergiat memproduksi kain tenun. Namun, sejauh ini belum ada data atau pengarsipan yang memadai tentang perajin tenun tradisional. Padahal, tenun tradisional patut dilestarikan sebagai wujud kekayaan dan aset budaya bangsa.
Baca juga: Gaya Busana Pemimpin Asia Tenggara
“Indonesia belum punya data tentang tenun tradisional. Perajinnya ribuan, bahkan mungkin jutaan, tapi belum dapat ditunjukkan datanya. Kalau kita bisa mensertifikasi, kita bisa mendapatkan data, dan memasukkannya ke dalam e-data, seperti e-ktp,” terang Kamaril.
"LANGGAM 15" dipungkasi dengan peragaan busana hasil karya 15 perancang busana ternama. Menampilkan berbagai desain dan motif kain tenun dari berbagai daerah Indonesia. Beberapa di antaranya: Tenun Songket Halaban dari Sumatra Barat, Tenun Ikat Garut dari Jawa Barat, Tenun Lukat dari Jawa Tengah, Tenun Lunggi dari Sambas, Tenun Rangrang dari Bali, Tenun Songket Lombok dari Nusa Tenggara Barat, Tenun Sobi dari Sulawesi Tenggara, Tenun Sumba dan Tenun Songke Labuan Bajo dari Nusa Tenggara Timur.