MOHAMMAD HATTA, wakil presiden pertama Republik Indonesia terkenal dengan kedisiplinannya. Terlebih soal waktu. Karena keteraturan terhadap jadwal, Bung Hatta sampai dijuluki "manusia jam" oleh jurnalis kawakan Mochtar Lubis.
“Celakalah kita kalau datang terlambat dari jam yang telah dijanjikan. Akan sukar sekalilah minta bertemu lagi, jika sekali terbukti kita tidak dapat menjaga waktu yang tepat,” kenang Mochtar Lubis dalam “Bung Hatta Manusia Berdisiplin” termuat di kumpulan tulisan Bung Hatta: Pribadinya dalam Kenangan suntingan Meutia Farida Hatta-Swasono.
Bung Hatta pun tidak segan menegur orang yang melanggar disiplin waktu, sekalipun petinggi militer. Meski demikian, seorang jenderal pernah juga cari perkara dengan Bung Hatta. Namanya Moestopo, pangkatnya mayor jenderal. Pada 1946, Moestopo memimpin Pasukan Terate (Tentara Rahasia Tertinggi) yang terdiri dari sekumpulan copet dan maling di front Subang, Jawa Barat.
Baca juga: Moestopo Sang Jenderal Nyentrik
Sekali waktu pada minggu pagi, Moestopo mendapat perintah via telegram untuk menghadap Bung Hatta. Pesan telegram mengatakan bahwa Bung Hatta menantinya pada pukul 8.00 pagi. Jamuan pun telah disediakan oleh Nyonya Rahmi Hatta berupa teh dan kue sebagai penganan sarapan. Moestopo segera bergegas.
Di tengah perjalanan, apes melanda Moestopo. Kendaraan yang membawanya menuju kediaman Bung Hatta mengalami masalah. Untuk tetap melaju, mobilnya pun terpaksa didorong.
“Maklumlah mobil di zaman revolusi butut, sehingga semuanya mempunyai penyakit harus didorong,” tulis Moestopo dalam “Bersama Bung Hatta, Proklamator dan Wakil Presiden RI Pertama” termuat dalam Bung Hatta: Pribadinya dalam Kenangan.
Setiba di rumah Bung Hatta, Moestopo terlambat lima menit dari waktu bertemu yang ditentukan. Moestopo memberi hormat militer dengan tegap. Bung Hatta menerima kedatangan Moestopo dan menyambutnya dengan dingin.
“Hai Jenderal Moestopo! Kamu itu jenderal atau bukan? Kalau jenderal mana disipilinnya?” hardik Bung Hatta.
Baca juga: Kisah Jenderal Pemarah
Alih-alih tersindir atau malu, (masih dalam sikap tegap), Moestopo malah berseloroh, “Bung, maklumlah kita berjuang berdikari. Saya tahu bahwa pemerintah hanya dapat memberikan mobil butut kepada jenderalnya sehingga perlu didorong-dorong dulu mobil itu.”
Mendengar jawaban Moestopo, Bung Hatta hanya tersenyum sambil melengos. Moestopo dipersilakannya duduk untuk memulai sarapan pagi. Sang jenderal ngaret itu pun boleh bernapas lega lolos dari amarah Bung Hatta.