TRAGEDI kemanusiaan kembali menimpa orang-orang Rohingya. Mereka melarikan diri ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari tentara Myanmar. Kendati terlacak sejak abad 15, namun setelah junta militer berkuasa identitas Rohingya pelan-pelan dihapus. Arakan, nama wilayah yang identik dengan orang-orang Rohingya, secara resmi diubah menjadi Rakhine pada 1974. Hingga kini, pemerintah Myanmar tidak mengakui orang-orang Rohingya sebagai warga negara.
Aung San Suu Kyi, yang mengecewakan karena diam melihat tragedi kemanusiaan Rohingya, pernah menulis sejarah Arakan dalam Let’s Visit Burma. Tulisan yang diterbitkan oleh Burke Publishing Company di London pada 1985 ini tidak menyebut orang Rohingya sebagai kelompok yang mendiami Arakan. Tulisan ini kemudian dimuat dalam Freedom from Fear (Bebas dari Ketakutan) yang terbit di Indonesia pada 1993.
Baca juga: Ketika Aung San Merangkul Rohingya
Arakan (kini Rakhine) merupakan salah satu dari tujuh suku bangsa minoritas di Myanmar yang menjadi negara bagian, selain Kachin, Kayah, Kayin, Chin, Mon, dan Shan. Semua suku bangsa di Myanmar dikelompokan dalam tiga suku bangsa besar yaitu Mon-Khmer, Tibeto-Myanmar, dan Shan Thai.
“Orang-orang Arakan agak gelap asal asal usulnya. Diperkirakan mereka merupakan campuran orang Mongol dan Arya yang datang dari India. Dapat dipastikan bahwa para raja Arakan dahulu keturunan India,” tulis Suu Kyi.
Di Arakan terdapat beberapa kelompok masyarakat antara lain orang Arakan, Thek, Dainet, Myuo, Mramagyi, dan Kaman. Namun, Suu Kyi tidak menyebut orang Rohingya karena Burma Citizenship Law tahun 1982 yang dikeluarkan junta militer secara resmi mengeluarkan Rohingya dari delapan suku bangsa dan 135 etnis.
Baca juga: Tak Ada Rumah Memanggil Pulang Rohingya
Orang Arakan adalah orang Tibeto-Myanmar dan bahasanya amat mirip dengan Bahasa Myanmar. Sebagian orang menganggapnya sebagai Bahasa Myanmar kuno. Bahasa kelompok ini juga memperlihatkan pengaruh bahasa Bengali. Lantaran posisi geografisnya, Bengali (kini Bangladesh) memainkan peranan penting dalam sejarah peradaban orang Arakan. Pada abad ke-15, Bengali membantu Arakan melawan kekuasaan raja-raja Ava. Inilah awal Islam masuk ke Arakan.
“Sejak itu, raja-raja Arakan menggunakan gelar Islam, walaupun mereka dan sebagian besar rakyatnya tetap beragama Budha. Namun, terdapat lebih banyak orang yang memeluk agama Islam di Arakan daripada di daerah Myanmar yang lain,” tulis Suu Kyi.
Baca juga: Militer Myanmar Sewa Pesawat Indonesia
Meskipun terdapat pengaruh Bengali dan Islam, menurut Suu Kyi, sebagian besar Arakan didiami orang-orang Budha selama berabad-abad. Menurut sejarah, Budhisme sampai di pantai barat Myanmar pada waktu Budha masih hidup. Hal ini memang tidak dapat dibuktikan, tetapi patung Budha yang paling terkenal dibuat orang-orang Arakan sekitar abad ke-2. Patung ini, Maha Myamuni, diambil oleh putra Raja Bodawpaya ketika merebut Arakan. Patung ini salah satu patung yang paling dimuliakan di Myanmar dan sekarang disimpan di Mandalay.
Ada banyak pagoda dan kuil Budha di Arakan. Banyak hari raya keagamaan mereka merupakan festival para penganut Budha sama dengan yang dirayakan orang Myanmar. Namun terdapat pula adat kebiayaan orang Arakan yang sangat asing bagi orang Myanmar. “Suku bangsa Arakan menyukai perkawinan antara sepupu (anak-anak dari saudara laki-laki ibu atau dari saudara perempuan ayah). Hal ini mencerminkan pengaruh Islam,” tulis Suu Kyi.*