Kiprah Putin di KGB
Gaya jalan Putin disorot di medsos. “Warisan” masa-masa aktivitas KGB-nya di Jerman Timur.
SEBAGAI imbas dari hampir tiga pekan operasi militer khusus Rusia ke Ukraina, linimasa media sosial bertebaran dengan video-video tentang Presiden Vladimir Putin. Selain unggahan video pidatonya yang disambut pasukannya dengan seruan “Ura!”, warganet juga menyoroti video cara berjalan Putin yang unik.
Beberapa video menampilkan rekaman Putin berjalan dengan tangan kanannya diam di sisi tubuhnya, sementara tangan kirinya berayun selaras langkah kaki. Ciri khas itu sedianya pernah dikaji para pakar syaraf Eropa sejak 2015, yang melahirkan julukan “gunslinger’s gait”. Gestur Putin tersebut identik dengan Putin sejak dirinya jadi agen dinas intelijen Uni Soviet Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) yang bubar pada 1991.
“Gunslinger’s gait” kemudian juga jadi ciri khas Dmitry Medvedev (perdana menteri Rusia), Anatoly Serdyukov (menteri pertahanan Rusia 2007-2012), dan Sergei Ivanov (menteri pertahanan Rusia 2001-2007, kini Kepala Staf Kepresidenan Rusia). Dalam kajian bertajuk “Gunslinger’s Gait: A New Cause of Unilaterally Reduced Arm Swing” karya Rui Araújo, Joaquim F. Ferreira, Angelo Antonini, dan Bastiaan R. Bloem yang dirilis The British Medical Journal, cara jalan itu terbentuk oleh keharusan setiap agen KGB siaga dengan senjatanya yang disarungkan di balik pakaian di sisi kanan tubuhnya.
“Berdasarkan manual latihan, para mata-mata KGB diperintahkan menyimpan senjata di tangan kanan dekat dada mereka dan berjalan dengan mengayunkan satu tangan, biasanya tangan kiri, diasumsikan si mata-mata bisa menggunakan senjatanya secepat mungkin ketika harus berkonfrontasi dengan musuh,” tulis Araújo dkk.
Putin memang merupakan agen KGB di Jerman Timur dalam kurun 1985-1990. Ia termasuk saksi mata kala Tembok Berlin dirobohkan dalam reunifikasi Jerman jelang runtuhnya Uni Soviet.
Baca juga: Dalih Putin Mendenazifikasi Ukraina
Keluarga Penyintas Perang
Di kala Kota Leningrad (kini St. Petersburg) masih berupaya pulih dari kehancuran akibat Perang Dunia II, pada 7 Oktober 1952 Vladimir Vladimirovich Putin dilahirkan dari rahim Maria Ivanovna Putina, seorang buruh pabrik. Maria dan suaminya yang seorang veteran, Vladimir Spiridonovich Putin, bisa tersenyum menyambut putra ketiga mereka.
Putin kecil dirawat sebagai putra satu-satunya lantaran dua kakaknya meinggal tanpa pernah dikenal Putin. Albert, kakak tertuanya, meninggal saat masih bayi pada 1930-an dan Viktor, kakak keduanya, wafat karena difteri semasa Pengepungan Leningrad (September 1941-Januari 1944).
Putin kecil tumbuh di tengah-tengah keluarga yang dekat dengan politik dan circle militer di Perang Dunia II. Mengutip sejarawan Universitas Kent, Inggris, Profesor Richard Sakwa dalam Putin Redux: Power and Contradiction in Contemporary Russia, Putin punya kakek dari garis ayah, Spiridon Putin, yang jadi koki pribadi Vladimir Lenin dan kemudian Josef Stalin. Ayahnya eks-awak kapal selam yang kemudian dipindahtugas ke NKVD (Polisi Rahasia Soviet). Nenek dari garis ibunya jadi korban pendudukan Jerman Nazi di Tver, dan sejumlah paman Putin gugur di front timur.
Baca juga: Alkisah Kakek Putin Juru Masak Stalin
Latar belakang itu membuat Putin aktif bergabung di Organisasi Pemuda Perintis Lenin, V.I. Lenina, kala beranjak remaja dan masih mengenyam pendidikan dasar. Di V.I. Lenina pula Putin gandrung dengan beladiri judo dan SAMBO sambil mencerna karya-karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan tentu Lenin.
“Sejak SMA Putin sudah mulai belajar bahasa Jerman dan kemudian sekolah hukum di Universitas Leningrad (kini Universitas Negeri St. Petersburg). Semasa kuliah ia juga diharuskan bergabung ke Partai Komunis Uni Soviet dan tetap jadi kadernya sampai dibubarkan karena dilarang mulai Agustus 1991,” tulis sejarawan Columbia University Prof. Allen C. Lynch dalam Vladimir Putin and Russian Statecraft.
Baca juga: SAMBO, Seni Beladiri dari Negeri Tirai Besi
Menjadi kader muda V.I. Lenina dan partai komunis membuka mata pemuda Putin akan perpolitikan internasional, dimulai dari naiknya Leonid Brezhnev pada 1964 yang menyingkirkan Nikita Khrushchev, détente hubungan internasional dengan Barat, hingga invasi ke Afghanistan. Maka meski disarankan untuk lebih dulu menyelesaikan kuliahnya, sejak dini Putin bercita-cita untuk menjadi abdi negara di bidang keamanan.
“Bahkan sebelum saya lulus sekolah (SMA), saya sudah ingin bekerja di intelijen. Itu sudah jadi mimpi saya, meski saya juga punya cita-cita seperti terbang ke Mars, misalnya. Atau ambisi saya lainnya menjadi pelaut. Dan ada satu ketika saya ingin jadi pilot. Tetapi buku-buku dan film-film tentang mata-mata seperti The Sword and the Shield (1968) mengembangkan imajinasi saya. Yang membuat saya kagum adalah bagaimana seseorang bisa mencapai sesuatu yang tak bisa dilakukan seribu tentara. Satu mata-mata bisa menentukan nasib ribuan orang,” aku Putin dalam otobiografi yang dituliskannya bersama Nataliya Gevorkyan, Natalya Timakova, dan Andrei Kolesnikov berjudul First Person.
Baca juga: John le Carré di Antara Dunia Mata-mata dan Sastra
Membangun Jaringan
Saat kuliah pascasarjana studi hukum internasional, Putin mengenal dan menjalin hubungan dekat dengan seorang profesor jurusan hukum bisnis, Anatoly Sobchak. Di kemudian hari, sosok yang jadi mentor Putin itu beralih jadi politikus dan kemudian walikota St. Petersburg hingga punya pengaruh besar bagi karier politik Putin di Kremlin.
Setelah lulus magister hukum internasional pada 1975, Putin bergabung ke KGB dan masuk pelatihan dasar di Sekolah KGB ke-401 di Okhta, Leningrad. Di sinilah Putin menerima banyak doktrin intelijen, termasuk gaya berjalan.
“Dalam Bab 2-Pergerakan, manual itu memberi instruksi: ‘Saat bergerak, sangat penting untuk menyimpan senjata merapat ke dada atau di tangan kanan.’ ‘Keabnormalan’ ini juga terlihat di beberapa pejabat Rusia yang dulunya menerima pelatihan yang sama oleh KGB atau dinas intelijen lain,” sambung Araújo dkk.
Baca juga: Sepakbola Putin di Lapangan Merah
Begitu lulus, Putin ditempatkan di direktorat kontra-intelijen. Pada 1984, Putin masuk pendidikan lanjutan bidang intelijen asing KGB di Institut Panji Merah Yuri Andropov (SVR), Moskow. Setahun pelatihan, Putin lalu ditugaskan ke markas KGB di Dresden, Jerman Timur mulai 1985.
Ia juga membawa serta Lyudmila Shkrebneva, istri yang dipersuntingnya sejak 1983. Dengan penyamaran sebagai penerjemah, Putin diakomodasikan tempat tinggalnya di sebuah flat lingkungan militer dan agen Soviet serta Jerman Timur tak jauh dari markas KGB cabang Dresden di Angelikastraße Nomor 4.
“Periode kariernya ini paling samar. Tugas utama Putin dan kolega-koleganya disebutkan sekadar mengumpulkan kliping-kliping media cetak dan memproduksi segudang informasi yang kurang berguna,” tulis jurnalis Amerika berdarah Rusia, Masha Gessen dalam The Man Without a Face: The Unlikely Rise of Vladimir Putin.
Banyak cerita tentang Putin yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Salah satu di antaranya adalah keterlibatan Putin dan koleganya, Vladimir Usoltsev, dalam menebar aksi teror di wilayah-wilayah Jerman Barat yang acap dilakukan kelompok militan kiri Baader-Meinhof-Gruppe (Faksi Tentara Merah/FTM). Putin yang mengkoordinir KGB dan FTM.
“Banyak aktivitasnya (Putin) yang diremehkan mantan kepala Stasi (Dinas Intelijen Jerman Timur) Markus Wolf. Hal ini sebenarnya untuk menutupi (dugaan) keterlibatan Putin dalam mendukung teroris Faksi Tentara Merah. Seringkali para anggota kelompok itu bersembunyi di Dresden karena minimnya agen intelijen Barat,” ungkap jurnalis Inggris Catherine Belton di kolom Politico, 20 Juni 2020.
Baca juga: KGB di Indonesia
Putin juga berupaya membangun jaringan antara elite Stasi dan KGB cabang Dresden serta militer Jerman Timur dan Soviet. Di kemudian hari, beberapa tokoh elite tersebut punya pengaruh tersendiri bagi lingkaran terdalam Putin di pemerintahan.
“Orang-orang itu termasuk Sergey Chemezov, yang bertahun-tahun kemudian memegang lembaga ekspor senjata dan sekarang memimpin program yang menyokong teknologi, dan Nikolai Tokarev yang memimpin perusahaan jalur pipa negara, Transneft. Matthias Warnig, eks-perwira Stasi, kini menjadi direktur Nordstream yang menjalankan jalur pipa gas dari Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik,” ungkap sejarawan Miami University Prof. Karen Dawisha dalam Putin’s Kleptocracy: Who Owns Russia?.
Lima tahun di Dresden bersama istrinya, Putin amat menikmati kota tempat tugasnya. Kehidupan keduanya di Dresden ibarat “surga” jika dibandingkan dengan di Moskow atau Leningrad.
“Jalan-jalan di Dresden begitu bersih. Penduduk terbiasa membersihkan jendela mereka seminggu sekali. Aparat-aparat Jerman Timur juga mendapat gaji lebih besar dari orang-orang kami dilihat dari bagaimana kehidupan mereka di lingkungan kami,” ujar Putin.
Baca juga: Agen KGB di Indonesia Dieksekusi Mati
Namun, keadaan Dresden berubah menjelang runtuhnya Tembok Berlin. Euforia reunifikasi Jerman di masyarakat berubah jadi aksi-aksi demonstrasi ke beberapa kantor pemerintahan Jerman Timur dan para sekutunya, termasuk markas KGB.
Pada 5 Desember 1989, massa yang menggeruduk markas Stasi hendak melanjutkan aksinya ke markas KGB. Aksi itu didahului sekelompok kecil demonstran yang “memata-matai” lebih dulu ke muka gerbang markas KGB. Sejumlah penjaga bersenjata KGB masuk ke dalam gedung setelah menggembok gerbang. Putin pun mengontak komandan unit tank Soviet, yang memang ditempatkan di Dresden, untuk meminta perlindungan.
“Dan saya mendapat jawaban: ‘Kami tidak bisa melakukan apapun tanpa perintah dari Moskow. Dan Moskow bungkam,’” kata Putin mengingat masa itu.
Setelah memerintahkan para koleganya untuk memilah berkas-berkas KGB yang akan dibakar dan disembunyikan, Putin memupuk nyali untuk melabrak massa di gerbang kantor KGB walau tanpa perlindungan.
“Para penjaga semua bergegas masuk ke dalam gedung. Tetapi setelah itu datang seorang perwira bertubuh kecil yang gelisah. Dia berseru kepada massa: ‘Jangan coba-coba memaksakan diri merangsek ke properti ini. Para kamerad saya semua bersenjata, dan mereka di bawah perintah untuk menggunakannya jika terpaksa’,” kenang Siegfried Dannath, salah satu demonstran itu.
Baca juga: Mossad dan Intelijen Indonesia
Massa pun mundur kendati markas KGB belum sepenuhnya lepas dari ancaman. Dalam beberapa jam berikutnya, orang-orang terus diliputi kecemasan lantaran perlindungan tak kunjung tiba.
“Setelah beberapa jam orang-orang militer kami akhirnya datang juga. Dan massa sepenuhnya membubarkan diri. Tetapi perihal ‘Moskow bungkam’ – saya mendapat firasat bahwa negara (Soviet) sudah tak lagi eksis, sudah lenyap,” kata Putin.
Kekhawatiran Putin tak keliru. Sepulangnya ke Leningrad pada awal 1990, kota itu sudah berganti nama lagi jadi St. Petersburg. Itu menjadi satu tanda Soviet berada di titik nadir yang bakal membuatnya senasib dengan Jerman Timur. Ditambah dengan peristiwa “Moskow bungkam”, kondisi itu membuat Putin ingin mengundurkan diri dari KGB, namun urung dilakoni.
Sambil menyelesaikan pendidikan S3-nya di Leningrad, Putin yang tetap aktif di seksi Hubungan Internasional KGB bertugas mencari calon-calon rekrutan KGB di lingkungan akademisi. Di kampus itu pula dia bereuni dengan mentornya, Profesor Sobchak, yang sudah menjabat sebagai walikota St. Petersburg.
Putin lalu memilih resign dari KGB pada 20 Agustus 1991 untuk ikut Sobchak. Keputusannya terdorong oleh sikapnya yang menolak upaya kudeta kelompok SCSE, Komite Darurat Negara pimpinan Gennady Yanayev, yang ingin menumbangkan Mikhail Gorbachev.
“Seiring dimulainya kudeta, saya langsung mengambil keputusan untuk di pihak mana saya berdiri. Komunisme adalah jalan gelap yang jauh dari arus utama peradaban,” ujar Putin.
Baca juga: Gurauan Sukarno untuk Kennedy dan Khrushchev
Putin memilih jalan politik dengan menjadi penasihat hubungan internasional bagi Walikota Sobchak hingga 1996. Jalan Putin ke Kremlin pun mulai terbuka. Berawal dari menduduki jabatan deputi kepala Departemen Pengelola Properti Kepresidenan hingga 1997, dilanjutkan dengan Deputi Kepala Staf Presiden Boris Yeltsin hingga 1998, Putin lalu dipercaya menjadi Direktur FSB, salah satu dinas intelijen pecahan KGB, hingga 1999.
Kedekatannya dengan Yeltsin juga memuluskan kariernya hingga jadi deputi perdana menteri. Pada Agustus 1999, Putin terpilih jadi perdana menteri Rusia. Saat Yeltsin mengundurkan diri empat bulan berselang, Putinlah yang dipilih jadi pejabat presiden. Ia resmi menjadi presiden pada 7 Mei 2000 hingga 7 Mei 2008. Ia kembali menjabat presiden pada 7 Mei 2012 hingga sekarang.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar