Tembok Besar Yao Ming
Tidak sedikit pebasket China ingin mengikuti jejak Yao Ming ke NBA. Padahal prosesnya rumit dan penuh lika-liku.
USIANYA masih begitu muda, tapi kehadiran Zhang Ziyu di lapangan berdampak besar di FIBA Women’s Asia Cup U-18 2024. Posturnya yang menjulang setinggi 7 kaki 3 inci (2,21 meter) membuatnya viral hingga dijuluki “Yao Ming Wanita”.
Perannya langsung terasa saat Zang Ziyu cs. berhadapan dengan timnas putri Indonesia pada pertandingan Divisi A, penyisihan Grup B di Longhua Cultural and Sports Center, Shenzhen, China pada 24 Juni 2024. Meski masih pemain cadangan dan pergerakannya lamban, tak satupun pemain Indonesia yang mampu mencegahnya mencetak 11 poin dan 8 rebounds dalam laga yang berakhir dengan kemenangan China 109-50 itu.
China memang kemudian harus menyerah 76-96 di final ketika meladeni Australia. Kendati begitu, sebagaimana dilansir laman resmi FIBA, 30 Juni 2024, Zhang Ziyu mendapatkan penghargaan Most Valuable Player (MVP) serta masuk ke dalam lima pemain terbaik dengan catatan rata-rata 35 poin dan 12,8 rebounds per pertandingan sepanjang turnamen Piala Asia U-18 FIBA 2024.
Baca juga: Gila Basket di Filipina
Seperti banyak pebasket lain, sosok jangkung kelahiran Provinsi Shandong, 1 Mei 2007 itu punya mimpi untuk tampil di WNBA atau NBA Putri. Kompetisi tersebut merupakan kompetisi basket terbaik dunia.
“Target saya saat ini tentunya terus bermain dan melakukan dunk setiap pertandingan. Target yang lebih tinggi ingin pergi ke Amerika (Serikat) dan bermain di WNBA. Itu benar-benar jadi mimpi yang mungkin masih jauh tercapai tapi saya menginginkannya,” kata Zhang Ziyu kepada Athlon Sports, Selasa (2/7/2024).
Dengan performanya yang menjanjikan, Zhang Ziyu sangat berpotensi menyusul kompatriotnya, Han Xu, yang merupakan pebasket putri China pertama yang mentas di WNBA bersama tim New York Liberty sejak 2019. Dengan posturnya yang menunjang, Zhang Ziyu juga punya prospek cerah jadi pebasket asal Negeri Tirai Bambu yang juga bersinar sebagaimana Yao Ming yang sudah pensiun 13 tahun silam.
Lika-liku Yao Ming ke Pentas NBA
Kondisi kaki dan engkel kiri Yao Ming sudah tak lagi “bersahabat” hingga memaksanya absen di pentas NBA musim 2009-2010. Kendati timnya, Houston Rockets, berharap bisa memperpanjang kontrak, pada 8 Juli 2011 pemain center berpostur 7 kaki 6 inci (2,29 meter) itu bulat memutuskan untuk pensiun.
“(Pemain) Rockets Yao Ming telah memutuskan untuk pensiun dari NBA, dari sumber liga kepada Y! Sports. Ia akan menginformasikannya kepada otoritas liga dalam 48 jam ke depan,” ungkap kolumnis Yahoo! Sports dan ESPN, Adrian Wojnarowski di akun X-nya, @wojespn, 9 Juli 2011.
Meski begitu, Yao baru secara resmi mengumumkannya saat sudah kembali ke Shanghai, China. Dalam sebuah konferensi pers pada 20 Juli 2011, ia mengaku terpaksa pensiun karena kaki kirinya sudah tiga kali mengalami keretakan. Ia juga berterimakasih atas kesempatan yang diberikan manajemen Houston Rockets selama sembilan tahun (2002-2011) dan menatap karier di luar lapangan yang tetap tak jauh dari dunia basket.
“Saya sudah berpikir matang. Hari ini saya mengumumkan keputusan personal: mengakhiri karier saya sebagai pemain basket. Satu pintu memang sudah tertutup tapi pintu lain akan tetap terbuka,” kata Yao, dikutip BBC, 20 Juli 2011.
Baca juga: Salam Olahraga! Apa Kabar Ary Sudarsono?
Yao Ming memang tak pernah bisa jauh dari basket. Maklum, ia lahir dari keluarga pebasket yang kebetulan DNA-nya juga punya fisik tinggi menjulang.
Jeff Savage dalam buku biografi bertajuk Yao Ming mencatat, Yao lahir kota berpopulasi terbesar, Shanghai, pada 18 September 1980. Ia merupakan anak tunggal dari pasutri pebasket profesional, Yao Zhiyuan dan Fang Fengdi.
Sang ayah punya postur 6 kaki 7 inci (2,01 meter) dan ibundanya yang juga kapten timnas China punya postur 6 kaki 3 inci (1,91 meter). Yao yang juga tumbuh sebagai anak berpostur jangkung sudah diperkenalkan dengan basket sejak usia dini, lalu mulai masuk sekolah olahraga lewat rekomendasi Komisi Olahraga Shanghai di usia sembilan tahun.
“Saya selalu jadi murid tertinggi di kelas. Mengharuskan saya selalu duduk di kursi barisan paling belakang,” kata Yao dikutip Savage.
Semasa sekolah itu, Yao terus berada di bawah pengawasan Komisi Olahraga Shanghai dengan sang ayah tetap mendampingi jadi pelatih. Menurut Brook Larmer dalam Operation Yao Ming: The Chinese Sports Empire, American Big Business, and the Making of an NBA Superstar, langkah ketat pengawasan otoritas olahraga itu ibarat “Operasi Yao Ming”.
“Kami sudah lama mencari kehadiran pemain seperti Yao Ming selama tiga generasi,” ungkap sesepuh otoritas olahraga dan veteran pelatih Wang Chongguang, dikutip Larmer.
Saat usianya 13 tahun dengan postur 6 kaki (1,82 meter), Yao langsung direkrut tim junior Shanghai Sharks di bawah naungan asosiasi basket China CBA. Butuh empat tahun baginya untuk menembus tim senior. Sayangnya, sejak usia 18 tahun itu juga Yao mulai cedera patah kaki pertamanya hingga membuat kemampuannya melompat untuk melakukan dunk berkurang.
“Sebelumnya saya sempat cedera kaki kiri (pada 1998). Tahun berikutnya kaki saya yang sama juga patah saat pertandingan pramusim pada Desember setelah seseorang menghalangi kaki saya ketika saya hendak bergerak. Dokter bilang keadaan saya baik-baik saja tapi sejak saat itu saya tak pernah bisa melompat seperti dulu, padahal nge-dunk sangat penting di basket China,” kenang Yao dalam otobiografi yang dituliskan Ric Butcher, Yao: A Life in Two Worlds.
Saingan terberat Yao cs. di kompetisi domestik saat itu adalah Bayi Rockets yang diperkuat bintangnya, Wang Zhizhi, hingga acap jadi langganan juara kedua. Pasca-Wang hijrah ke Amerika dan jadi pebasket China pertama yang tampil di NBA bersama Dallas Mavericks pada 2001, Yao baru ikut mengantarkan gelar Kejuaraan CBA pertama untuk Shanghai Sharks.
Yao pun turut menyusul Wang ke Negeri Paman Sam. Itupun setelah didesak deputi manajer umum Shanghai Sharks, Li Yaomin. Namun dorongan petinggi Sharks itu bukan tanpa maksud. Li juga jadi makelar agar Yao mau berada di bawah naungan perusahaan agen pemain Evergreen Sports. Inc milik Michael Coyne pada Juli 2000.
“Li Yaomin memaksakan dokumen dua halaman ke hadapan orangtua Yao. Dokumen perjanjian yang akan memberikan hak kepada perusahaan Coyne untuk mewakili Yao selama tiga tahun sampai 31 Juli 2002. Yao dan orangtuanya buta terhadap aturan-aturan NBA dan penjelasan Coyne membuat mereka tambah bingung,” sambung Larmer.
Baca juga: Ary Sudarsono si Peluit Emas
Selain durasi kontrak tiga tahun, dalam dokumen itu juga tertera bahwa Evergreen Sports Inc. sebagai agen akan mendapatkan sepertiga dari pendapatan Yao. Hal itu jelas menyalahi aturan NBA bahwa batasan komisi agen hanya 4 persen atau seperdelapan dari apa yang tertera di dokumen tadi.
Dokumen yang jadi kontrak itu mulanya diteken Yao. Kontrak itu baru bisa dicabut dan dinyatakan invalid beberapa tahun setelah Yao tampil di NBA dan mendapat kontrak dengan apparel olahraga, Nike.
“Saya membawa kontrak itu ke Asosiasi Pemain NBA dan presidennya, Billy Hunter menyatakan kontrak itu konyol karena ada aturan yang berlaku di sini. Akhirnya saya melibatkan dua pengacara dan bisa diterminasi,” kenang Yao dalam otobiografinya.
Tetapi sebelum akhirnya bisa mentas di NBA, Yao dihadapkan dengan kerumitan lain. Menjelang NBA draft (pemilihan pemain NBA) musim 2002-2003, CBA merilis aturan baru bagi setiap pemain China yang akan berkarier di NBA. Salah satunya adalah pemerintah melalui CBA mewajibkan Yao menyumbangkan setengah pendapatannya, baik gaji dari klub maupun income dari sponsor, kepada pemerintah dan CBA. Kewajiban lainnya adalah Yao wajib datang setiap ada pemanggilan ke skuad timnas China agar kejadian Wang Zhizhi menolak pemanggilan saat masih sibuk bermain untuk Dallas Mavericks tak terulang. Syarat berikutnya, tim Houston Rockets harus memberi jaminan akan memilih Yao saat NBA Draft. Jika tidak, CBA takkan mengizinkan Yao berangkat ke Amerika.
Semua persyaratan dari CBA itu akhirnya bisa dinegosiasikan oleh tim negosiasi Yao yang berisi Erik Zhang, Bill Duffy (agen NBA), Lu Hao (agen China), Prof. John Huizinga (ekonom University of Chicago), dan Bill Anders (wakil presiden marketing BDA Sports Management). Alhasil pada saat NBA Draft 2002, Houston Rockets memilih Yao sebagai pebasket internasional pertamanya tanpa pengalaman kompetisi basket kampus Amerika. Yao juga sempat diizinkan absen dari timnas China di FIBA World Championships 2002 hanya karena negosiasi Rockets untuk memperlancar adaptasi Yao di training camp pramusim.
Baca juga: Jungkir Balik Mengimpor NBA ke Indonesia
Debut Yao terjadi dalam laga tandang kontra Miami Heat pada 16 Desember 2002. “Sambutan” miring menghampirinya saat 8.000 keping kue keberuntungan dikeluarkan fans tuan rumah. Namun Yao mengaku tak tersinggung karena menganggap kue keberuntungan bukan produk budaya China.
Pun menjelang pertandingan kontra Los Angeles Lakers pada 17 Januari 2003, Yao juga “disambut” bintang Lakers Shaquille O’Neal dengan candaan bernada rasis. “Katakan pada Yao Ming, ‘ching-chong-yang-wah-ah-soh,’ saya sudah tak sabar menghancurkan sialan itu,” ucap O’Neal, dilansir Asian Week, 3 Januari 2003.
Tetapi, Yao mampu membuktikan dirinya tak sekadar mampir ke Amerika. Ia juga berprestasi di skuad timnas China dengan tiga kali memenangkan medali emas di FIBA Asia Cup (2001, 2003, dan 2005) serta sekeping perak di Asian Games 2002. Hanya di Olimpiade 2008 ia gagal tampil maksimal karena baru pulih cedera patah kaki.
Sedangkan di NBA, Yao delapan kali masuk NBA All-Star (2003-2009 dan 2011) kendati beberapa kali terus dibekap cedera kambuhan. Lantaran jadi pemain berpostur paling tinggi di NBA saat itu, Yao menyandang beberapa julukan: “Ming Dynasty”, “Beast from the Far East”, “Chairman Yao”, hingga yang paling populer “Great Wall of China”.
Sepanjang membela Rockets (2002-2011), Yao mencetak rata-rata 19 poin dan 9,2 rebounds dalam 486 pertandingan. Yao juga mengantarkan Rockets empat kali ke NBA Playoffs (2004, 2005, 2007, dan 2009). Namun di akhir tahun 2010 ia sudah tak tahan lagi dengan kondisi cederanya hingga membuatnya nyaris absen sepanjang 2011.
Yao akhirnya mengambil keputusan untuk pensiun pada 20 Juli 2011. Sekira 1,2 juta warganet China di situs microblog Sina Weibo pun mengomentari pengumumannya.
“Saya ingat betapa antusiasnya ketika menyebut namanya saat pemilihan (draft) pertama dan ia menjadi jembatan bagi fans China dan Amerika. Kiprahnya semua terjadi seiring kombinasi bakat, dedikasi, aspirasi kemanusiaan, dan selera humor. Betapa kombinasi yang indah,” ujar Komisioner NBA David Stern, disitat Houston Chronicle, 20 Juli 2011.
Pada 2016, Yao dinobatkan masuk Naismith Basketball Hall of Fame. Sementara Houston Rockets mulai 3 Februari 2017 memensiunkan nomor punggung 11 yang biasa dipakai Yao sebagai penghormatan padanya.
Baca juga: Selamat Jalan Kobe Bryant!
Tambahkan komentar
Belum ada komentar