Selamat Jalan Kobe Bryant!
Mengikuti jejak ayahnya ke pentas NBA, Kobe Bryant sukses mensejajarkan dirinya dengan sang idola – Michael Jordan.
DARI Lionel Messi sampai Diego Maradona, mulai Tiger Woods hingga Lewis Hamilton. Bukan hanya mereka yang berkecimpung di dunia basket, para atlet hingga legenda hidup dari beragam cabang olahraga terguncang oleh kabar getir meninggalnya Kobe Bryant.
Kobe dan Gianna Maria Onore (13), putri keduanya, turut jadi korban dalam kecelakaan helikopter yang menewaskan sembilan orang di Cabalasas, California, Amerika Serikat, Minggu (26/1/2020) waktu setempat.
Sebagai bentuk penghormatan, sejumlah tim NBA melakukan pelanggaran possession ball selama delapan dan 24 detik di masing-masing laga mereka. Jumlah tersebut merujuk pada dua nomor yang pernah dipakai Kobe selama berkiprah di LA Lakers.
Sepanjang hidupnya, Kobe dikenal sebagai sosok rendah hati dan nyaris tak pernah neko-neko. Dalam kariernya, ia hanya fokus di arena demi menyamai, bahkan melampaui sejumlah rekor salah satu idolanya, Michael Jordan.
Lewat situs resminya, 5 Januari 2007, NBA menetapkan Michael Jordan sebagai bintang NBA terbaik sepanjang sejarah. Tak hanya petinggi NBA, legenda NBA lain macam Earvin “Magic” Johnson pun mengakuinya. “Dalam basket ada Michael Jordan dan kemudian ada pemain lainnya seperti kita,” kata Magic.
Saking mengidolakan Jordan, Kobe sejak pertamakali bermain pun sudah memilih posisi yang sama dengan legenda Chicago Bulls itu: shooting guard. Namun sepanjang kariernya dari 1996-2016, Kobe bisa membuktikan bahwa ia mampu mencetak capaian lebih tinggi dari Jordan di beberapa rekor. Antara lain, rekor pemain guard pertama yang tampil di 20 musim (Jordan 15 musim) sebagai one-club man. Kobe juga berhasil masuk tim NBA All-Star 18 kali (Jordan 14 kali), dan mengoleksi 33.643 poin (Jordan 32.292 poin). Soal prestasi untuk negeri, Kobe menyamai Jordan menorehkan dua emas olimpiade (Beijing 2008 dan London 2012).
Dua legenda yang sering dicitrakan sebagai rival itu, nyatanya berhubungan baik. Jordan menganggap Kobe sudah seperti adik. “Kata-kata tak bisa menjelaskan sakitnya perasaan saya. Saya mencintai Kobe, dia sudah seperti adik buat saya. Saya akan merindukan perbincangan kami. Dia pesaing yang tangguh, salah satu yang terhebat dan paling kreatif dalam arena basket,” ungka Jordan, dikutip Anchorage Daily News, Senin (27/1/2020).
Darah Basket
Kobe Bean Bryant lahir di Philadelphia pada 23 Agustus 1978 sebagai bungsu dari tiga bersaudara dan satu-satunya anak laki-laki dari rahim Pamela Cox dan ber-ayah-kan Joseph Washington Bryant. Nama depannya, Kobe, diambil orangtuanya dari nama daging sapi ternama Jepang (daging sapi Kobe). Sementara nama tengahnya, Bean, diambil dari julukan ayahnya, “Jellybean”.
Basket bukan permainan asing buat Kobe. Ayahnya merupakan pebasket NBA yang pernah memperkuat delapan tim sepanjang kariernya dari 1975 hingga 1992. Joe Bryant seangkatan dengan Julius Earving, Doug Collins, George McGinnis, dan Kareem Abdul-Jabbar. Selain di NBA, Joe pernah bermain di tim Prancis FC Mulhouse Basket dan empat tim Italia: AMG Sebastiani Rieti, Standa Reggio Calabria, Olimpia Pistoia, dan Pallacanestro Reggiana.
“Ketika Kobe berusia tiga tahun, dia sudah mulai menonton ayahnya bermain di tv. Kobe selalu menaruh mainan ring basketnya di samping tv dan ketika ayahnya melempar bola ke ring, Kobe akan melemparkan bola busanya ke ring, meniru ayahnya,” sebut Jeff Savage dalam biografi Kobe Bryant.
Baca juga: Gila Basket di Filipina
Usia Kobe baru enam tahun ketika ayahnya memutuskan menjajal peruntungan dalam kariernya ke Eropa. Keputusan itu diambil lantaran usianya sudah 30 tahun dan tiada satupun tim NBA yang merekrutnya lagi.
Meski harus beradaptasi dengan lingkungan baru, Kobe mampu berbaur kendati terhalang soal bahasa. “Di kelas satu sekolah dasar, mulanya ia sama sekali tak mengerti bahasa gurunya. Kobe yang sejak usia tiga tahun diajari basket oleh ayahnya, sempat sulit berkawan karena teman-teman sekolahnya lebih senang main sepakbola yang lebih populer di Italia,” ungkap Marty Gitlin dalam Kobe Bryant: NBA Champion.
Lambat-laun, Kobe pun mulai menyenangi sepakbola. Kecintaannya itu bertahan hingga saat dia sudah jadi bintang NBA bersama Lakers. Ia menyatakan sebagai fans klub raksasa Serie A AC Milan.
Kobe kembali ke Amerika untuk masuk SMA Lower Merion di Ardmore, Philadelphia. Di tim basket sekolahnyanya inilah Kobe meniti kebintangannya. Selain jadi yang pertama masuk tim basket sekolah sebagai anak baru dalam berpuluh-puluh tahun sejarah SMA-nya, Kobe mampu bermain di lima posisi berbeda.
Kobe mulai menarik banyak pencari bakat NBA sejak menyabet penghargaan “Pennsylvania Player of the Year” pada 1995. Setahun berikutnya ia sudah memijakkan kaki di NBA.
“Banyak kampus yang sebenarnya mengundang Kobe untuk bermain di tim basket mereka. Selain karena talentanya, nilai akademik Kobe juga bagus. Namun Kobe mengumumkan bahwa dia terbuka untuk masuk NBA Draft,” sambung Savage.
Baca juga: Babak demi Babak Kehidupan Srikandi Basket Julisa Rastafari
NBA Draft ibarat bursa pemain di musim panas dalam sepakbola. Perbedaannya, NBA Draft menetapkan regulasi setiap tim hanya bisa memilih dua pemain baru yang menjanjikan secara bergantian. Para pemain yang tersedia di NBA Draft adalah talenta-talenta muda lulusan tim kampus.
Namun tidak begitu buat Kobe. Di usia 17 tahun, ia menjadi pemain guard pertama sepanjang sejarah yang langsung masuk NBA dari jenjang SMA setelah namanya dipilih tim Charlotte Hornets. Namun debut Kobe tak dilakoninya dengan Hornets. Sebelum musim kompetisi 1996-1997 dimulai, Hornets menukarnya dengan center LA Lakers Vlade Divac. Sejak saat itu langkah kaki dan dribble bola dari waktu ke waktu bersama Lakers mengiringi karier emasnya.
Kobe tak hanya populer di dalam arena. Ia diakui para tokoh lintas olahraga sebagai sosok jempolan NBA karena sikap rendah hatinya. Meski sempat terlibat kasus dugaan pelecehan seksual terhadap karyawati hotel pada 2003, Kobe akhirnya mempu melewatinya dengan penyelesaian secara kekeluargaan.
Di Luar Arena
Selain basket, Kobe sejak SMA getol pada musik rap dan hip hop. Mengutip biografi lain, Kobe Bryant, karya Shaina Indovino, Kobe sejak SMA bersama teman-temannya membentuk grup rap bernama CHEIZAW. “Grup itu populer sejak Kobe masuk NBA dan bahkan direkrut label Sony Entertainment.”
Namun diketahui kemudian, Sony menarik grup itu hanya untuk membubarkannya. Sony sekadar memanfaatkan kepopuleran Kobe.
Baca juga: Nostalgia Medali Cabang Basket di Manila
Namun dalam kegiatannya bermusik itulah Kobe bertemu belahan jiwanya yang lantas dinikahinya, Vanessa Laine. Mereka bertemu saat Kobe tengah menggarap album pertamanya, Visions, sementara Vanessa tengah berlatih jadi penari latar untuk klip video “G’d Up” dari grup Tha Eastsidaz.
Kobe tetap melangsungkan pernikahannya dengan Vanessa pada 18 April 2001 kendati orangtua Kobe tak merestui. Pam dan Joe Bryant ingin Kobe menikahi gadis sesama kulit hitam. Orangtua Kobe baru bersedia menerima Vanessa selepas melahirkan putri pertama mereka, Natalia, Januari 2003.
Di luar basket dan musik, Kobe juga berbisnis dengan membuat minuman energi dan mendirikan firma analisis data dan teknologi. Selain itu, Kobe mendarmabaktikan hidupnya di jalan kemanusiaan dengan terlibat sebagai duta LSM After-School All-Stars, hingga mendirikan Kobe Bryant China Fund. Keduanya bergerak dalam kegiatan di bidang edukasi dan kesehatan untuk anak-anak yang membutuhkan.
Pada 2018, Kobe bersama Chad Faulkner mendirikan Mamba Sports Academy. Akademi yang berlokasi di Thousand Oaks, California itu didirikan sebagai wadah untuk anak-anak muda yang ingin menggali bakat di bidang basket, bola voli, sepakbola, lari, dan beladiri Jiu Jitsu.
Baca juga: Legenda Basket Ary Sudarsono si Peluit Emas
Nama “Mamba” diambil dari salah satu julukan Kobe, “Black Mamba”, lantaran ia kagum pada karakter ular mamba hitam sebagai pembunuh berdarah dingin. Kobe merepresentasikan dirinya serupa ular mamba hitam yang siap menerkam mangsa tanpa ampun jika sudah menginjakkan kaki di lapangan.
Mendiang Gianna, putri Kobe yang juga meninggal dalam kecelakaan heli, sudah merintis langkah mengikuti ayahnya di Mamba Sports Academy. Ia punya impian berkiprah ke WNBA. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gianna dan Kobe sedianya merupakan perjalanan dari kediamannya di Orange County menuju Mamba Sports Academy, di mana Kobe akan menemani Gianna yang ikut bertanding di Mamba Cup Series.
Selamat Jalan, Kobe Bryant!
Tambahkan komentar
Belum ada komentar