Mengenal Lebih Dekat Beladiri Kurash
Kurash cabor unik gulat tradisional dari Asia Tengah yang menemukan jalannya ke pentas internasional.
TIDAK ada SAMBO, apalagi pencak silat di perhelatan Asian Games 2022 yang sempat tertunda akibat pandemic Covid-19. Pesta olahraga se-Asia ke-19 yang digelar di Hangzhou, China mulai 23 September-8 Oktober 2023 itu mempertandingkan enam cabang olahraga (cabor) seni beladiri dari total 61 cabor. Sayangnya, cabor pencak silat tak dipertandingkan –cabor beladiri yang dipertandingkan yakni judo, ju-jitsu, karate, taekwondo, wushu, dan kurash. Kontingen Indonesia jelas tak bisa menargetkan perolehan medali sebanyak Asian Games 2018 di rumah sendiri.
Cabor terakhir, kurash, jadi cabor resmi pertamakali di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. Menurut Ketum PP Persambi (Persatuan SAMBO Indonesia) Krisna Bayu, kurash merupakan seni beladiri combat atau pertarungan mirip judo, gulat, dan SAMBO. Teknik-tekniknya menggunakan kuncian dan bantingan.
Kemenangan akan diraih jika sang atlet bisa membanting atau melempar lawan sampai punggung lawan menyentuh matras. Sementara jika sang atlet bisa membanting lawannya ke matras dengan posisi menyamping, hanya mendapatkan poin. Bedanya dengan beladiri lain, menjatuhkan lawan dengan melempar atau membanting bagian kaki dilarang dalam kurash.
“Soal bantingan, judo, kurash, gulat, SAMBO, seratus persen sama. Di pertarungan ground-nya di kategori sport maupun combat juga seratur persen sama,” ungkap Krisna Bayu yang juga legenda judo Indonesia saat ditemui Historia medio Desember 2019.
Di Asian Games ke-19 ini, cabor kurash digelar di Linpu Gymnasiun mulai 3-5 Oktober 2023, Namun dibandingkan dengan di Asian Games 2018, jumlah kategori dan pertandingannya dikurangi dari 14 menjadi hanya tujuh medali emas yang diperebutkan. Indonesia hanya mengirim satu atlet putrinya, Savira Diah Fitri Rizkianti.
Baca juga: SAMBO, Seni Beladiri dari Negeri Tirai Besi
Muasal Köräş alias Kurash
Kurash bukanlah seni beladiri baru. Ia merupakan gulat tradisional yang sudah ada ribuan tahun lampau di Peradaban Tatar di Asia Tengah yang kemudian berkembang di tanah Uzbek dan negeri-negeri berbahasa Turki kuno lain.
“Kurash merupakan satu dari banyak variasi gaya gulat yang dipraktikkan di seantero Asia Tengah dengan sejumlah bukti arkeologis yang merujuk waktu sejak empat ribu tahun sebelum Masehi (SM). Terdapat banyak rujukan historis lain pula tentang olahraga ini yang dipraktikkan di daerah yang sekarang menjadi Uzbekistan sejak abad ke-10,” ungkap John Nauright dan Charles Parrish dalam Sports around the World: History, Culture, and Practice.
Meskipun nyaris mustahil mengetahui siapa yang pertamakali memperkenalkan kurash, menurut Nauright dalam buku lain yang ditulisnya bersama Sarah Zipp, Routledge Handbook of Global Sport, kurash jadi satu dari sekian variasi gulat yang diperkenalkan orang-orang Seljuk di Tanah Tatar. Kurash kemudian berevolusi menurut masing-masing kebiasaan orang-orang setempat.
Alhasil, penyebutannya kemudian sedikit berbeda di beberapa wilayah meski sama-sama punya arti “gulat”. Bila orang Tatar Uzbek menyebutnya köräş, orang Tatar Volga menamakannya kөrəş; orang Altai küreš; orang Kyrgyz küröş, dan orang Turkestan Timur/Uyghur keriş.
Baca juga: Melacak Jejak Pencak Silat
Kurash kemudian acap dijadikan pertunjukan utama di berbagai Festival Sabantuy di Asia Tengah sejak abad ke-7. Sementara, kurash mulai dijadikan olahraga beladiri dengan aturan-aturan baku pada awal 1920-an, seiring negeri-negeri di Asia Tengah menjadi bagian dari Uni Soviet. Kurash terus dipraktikkan selama era Soviet.
“Pesta Olahraga di Tashkent yang disebut-sebut sebagai Olimpiade Asia Tengah pertama digelar selama 10 hari mulai awal Oktober 1920. Sebanyak 3.000 atlet ikut ambil bagian, mayoritas masyarakat asli Turkestan. Cabor-cabornya meliputi aneka olahraga seperti berkuda hingga gulat traidisional, kurash,” tulis James Riordan dalam Sport in Soviet Society: Development of Sport and Physical Education in Russia and the USSR.
Meski begitu, sebelum 1990-an kurash yang lantas diakui sebagai beladiri tradisional cum indentitas bangsa Uzbekistan masih asing di dunia internasional. Aturan baku dan kategori-kategorinya pun masih terus berkembang hingga 1980-an.
Baca juga: Bokator dan Legenda Beladiri dari Peradaban Angkor
Terutama di Uzbekistan, kurash diajarkan turun-temurun sesuai dengan masing-masing adat dan budaya setempat. Merujuk penyair Uzbekistan Abdulla Aripov, Olimjon Khaitov dkk. menyatakan dalam Kurash: History, Theory and Methodics, filosofi kurash bukan sekadar adu kekuatan fisik, melainkan olahraga yang merepresentasikan kecerdasan dan kebudayaan di tanah Uzbek.
“Kurash memainkan peran vital dalam membentuk bangsa-bangsa (Asia Tengah). Kurash tidak hanya menyoal skill bertarung secara fisik tapi juga membangun semangat pemuda-pemudanya dalam hal kemanusiaan dan kebudayaan. Kurash menjelma menjadi gagasan-gagasan yang mengajarkan tentang keberanian, kejujuran, integritas, menghormati lawan saat kalah maupun menang,” ungkap Khaitov dkk.
Salah satu tokoh kurash modern yang kemudian berupaya mengglobalkannya adalah Komil Yusupov. Dibantu pemerintah Republik Uzbekistan yang baru merdeka pada 31 Agustus 1991, dia memperkenalkan konsep standar bobot sebagai aturan combat kurash.
“Popularitas kurash modern kemudian dipicu kemerdekaan Uzbekistan pada 1991. Presiden Islam Karimov menjadikan kurash sebagai salah satu promosi identitas negara. Salah satunya dengan menggelar turnamen internasional pertamanya di Tashkent pada 1998 yang kemudian disusul dengan berdirinya Asosiasi Kurash Internasional (IKA, red),” sambung Nauright dan Parrish.
Baca juga: Arena Sejarah Kun Khmer "Kembaran" Muay Thai
Selain memperkenalkan teknik-teknik dengan 14 terminologi berdasarkan bahasa Uzbek, Yusupov juga mengenalkan atribut resmi kurash, mulai untuk atlet hingga wasitnya. Seorang atlet diharuskan mengenakan pakaian bagian atas berwarna hijau, sementara lawannya biru. Adapun celananya berwarna putih. Kesemuanya merupakan warna-warna kebesaran seperti pada bendera Uzbekistan.
“Dalam kurash, para atletnya mengenakan pakaian biru atau hijau yang dinamakan yaktag, sabuk merah, dan celana putih. Selama pertarungan, memegang bagian yaktag dan sabuk diperbolehkan. Sementara arena pertarungan khususnya dinamai gilam,” tambah Khaitov dkk.
Dengan digelarnya kejuaraan dunia dua tahunan oleh IKA sejak 1998 dan menjamurnya federasi-federasi kurash, termasuk Federasi Kurash Indonesia (Ferkushi), kurash mulai diajukan ke berbagai pesta olahraga internasional. Di antaranya Asian Indoor Games 2009 dan Asian Games 2018.
Baca juga: Vovinam, Silat Kebanggaan Vietnam
Tambahkan komentar
Belum ada komentar