Arena Sejarah Kun Khmer "Kembaran" Muay Thai
Beladiri tradisional Kamboja yang kadang juga disebut pradal serey. Perkembangannya diiringi sengketa saking miripnya dengan muay thai.
KAMBOJA tak melewatkan kesempatannya sebagai tuan rumah SEA Games 2023 untuk mempopulerkan cabang olahraga (cabor) tradisionalnya. Selain bokator, Kamboja turut mempertandingkan cabor Kun Khmer atau kadang disebut Pradal Serey.
Kun khmer dipertandingkan di Morodok Techno National Stadium, Phnom Penh, 6-11 Mei 2023. Namun, hanya lima kontingen negara yang mengikutinya. Selain tuan rumah Kamboja, cabor ini diikuti Laos, Vietnam, Malaysia, dan Myanmar.
Namun rupanya, kun khmer diboikot IFMA selaku federasi muay thai internasional, dan kontingen Thailand. Boikot itu sebagai bentuk protes karena mereka menganggap kun khmer setali tiga uang dengan muay thai. Mereka enggan bertanding di bawah nama “kun khmer”.
“Kami menghormati kun khmer. Tetapi kami tidak bisa mengirim atlet untuk berkompetisi karena hal itu melanggar aturan IFMA dan Thailand tidak punya asosiasi kun khmer. Kami sudah bicara dengan perwakilan Komite Olimpiade Thailand dan mereka secara prinsip menyetujuinya,” tutur presiden AMTAT (asosiasi muay thai amatir Thailand) Sakchye Tapsuwan, disitat Bangkok Post, 10 Februari 2023.
Selain dengan muay thai, kun khmer juga mirip dengan bokator, baik atribut maupun beberapa teknik serangan sikut dan lututnya. Bedanya bokator tak sepenuhnya beladiri tangan kosong. Ia juga mempertandingkan nomor-nomor seni dan kombat atau pertarungan. Sementara, kun khmer murni beladiri tangan kosong dan hanya mempertandingkan nomor-nomor kombat per kelas seperti halnya kickboxing atau muay thai.
Nyaris tiada perbedaan antara muay thai dan kun khmer. Kun khmer adalah muay thai-nya Kamboja atau sebaliknya lantaran kedua negara bertetangga ini saling mengklaim warisan dan asal-usulnya.
“Pradal serey adalah olahraga keras. Seperti muay thai, beladirinya mengombinasikan tendangan keras dan pukulan, serta serangan lutut dan sikut. Tetapi pradal serey juga mengutamakan pengendalian diri,” tulis Janet O’Shea, penari dan praktisi beladiri UCLA, dalam Risk, Failure, Play: What Dance Reveals about Martial Arts Training.
Antara keduanya hanya dibedakan oleh beberapa teknik. Dalam serangan kaki, di kun khmer teknik populernya adalah clinch fight atau pertarungan saat berangkulan dan tendangan dengan memutar pinggang ketimbang hanya sekadar melayangkan kaki di muay thai.
“Clinch fight digunakan untuk menguras tenaga lawan dengan posisi dominan guna serangan jarak pendek dengan dikut atau lutut. Sedangkan teknik tendangan yang paling populer adalah tendangan memutar dengan mengandalkan rotasi pinggang ketimbang sekadar mengangkat kaki,” ungkap Robert A. Webster dalam Siam Storm, The Series.
Baca juga: SAMBO, Seni Beladiri dari Negeri Tirai Besi
Warisan Peradaban Angkor
Seperti juga bokator, belum ada catatan sejarah yang bisa memastikan siapa dan kapan kun khmer mulai eksis di Tanah Khmer. Beberapa sumber menyebut kun khmer sudah mulai ada di era Kerajaan Funan (68-550 Masehi).
“Beberapa peneliti meyakini bahwa semua gaya kickboxing di segenap Indocina berakar sejak Kerajaan Funan yang terpengaruh budaya India, sebelum eksistensi Kekaisaran Khmer (802-1431 M, red). Oleh karenanya kun khmer, muay thai, muay lao, lethwei, dan tomoi memiliki kuda-kuda dan teknik yang sama,” sambung Webster.
Tetapi yang pasti kun khmer, seperti juga bokator, digunakan sebagai beladiri militer. Kun khmer dikembangkan dan disempurnakan para prajurit Kekaisaran Khmer untuk memperluas Peradaban Angkor sejak abad ke-9 yang mendominasi kawasan Indocina (kini Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand).
Baca juga: Pencak Silat Warisan Mataram Menembus Zaman
Bukti sahihnya tersebar di banyak relief dan mural pada bangunan dan candi peninggalan Peradaban Angkor. Sementara, bukti-bukti tertulis era Khmer kuno banyak yang hancur saat Kerajaan Ayutthaya (Thailand) mengepung dan merebut ibukota Angkor (kini Yasodharapura) pada 1431.
“Muasal kun khmer lebih jamak berbasis cerita dari mulut ke mulut para leluhur yang diperkuat relief-relief candi dan bangunan kuno di Bayon, Banteay Chhmar dan candi-candi Angkor lain yang sudah eksis sebelum berkembangnya negeri-negeri tetangga,” ungkap Trevor Ranges dan Kris LeBoutillier dalam National Geographic Traveler Cambodia.
Beladiri itu tetap bertahan meski Peradaban Angkor sudah hancur. Akhirnyadi era kolonial Prancis (1873-1945), kun khmer dimodernisasi orang-orang Barat. Pasalnya kun khmer atau pradal serey tradisional dianggap terlalu brutal karena pertarungannya lebih sering berakhir ketika lawan tumbang dalam keadaan tak bernyawa.
“Di masa kolonial, pradal serey dijadikan olahraga yang lebih modern. Saat orang Prancis datang, mereka menambahkan atribut dari Barat, di antaranya sarung tinju, ronde yang diberi waktu, dan ring tinju demi membuat beladiri itu lebih beradab dan mengurangi angka kematian atau cedera berat,” tulis Shiv Shaker Tiwary dan Rajeev Kumar dalam Encyclopaedia of Southeast Asia and Its Tribes, Volume 1.
Baca juga: Melacak Jejak Pencak Silat
Namun, kun khmer dan banyak seni maupun olahraga tradisional terkena pemberangusan rezim Khmer Merah (1975-1979). Banyak guru dan praktisinya dieksekusi bersamaan dengan para pejabat republik dan para akademisi.
Meski situasi di Kamboja sudah mulai pulih pada 1980-an dengan kembali berdirinya Kerajaan Kamboja, geliat kun khmer baru mulai bangkit lagi pada awal 2000-an seiring kembalinya para pengajar dan praktisi kun khmer yang mengungsi. Salah satunya Huot Hok, pelatih berusia 72 tahun yang sudah mendalami kun khmer sejak 1940-an.
Awalnya, kata Huot Hok yang masih melatih di Battambang, kun khmer bangkit sedikit demi sedikit di wilayah pedesaan atau pinggiran kota. Bahkan, bertarung di arena kun khmer seringkali jadi andalan untuk mencari nafkah.
“Orang-orang di kota besar hidupnya lebih bersenang-senang. Sementara anak muda dari area pinggiran punya motivasi dan kekuatan yang lebih karena mereka tak punya uang untuk alkohol apalagi perempuan. Keadaannya juga hampir seperti masa lalu; mereka berlatih dan menjadi petarung sebagai cara menafkahi keluarga dan diri mereka sendiri,” ujar Huot Hok, dikutip Cambodia Daily, 23 Agustus 2003.
Baca juga: Vovinam, Silat Kebanggaan Vietnam
Bangkitnya kembali kun khmer atau pradal serey di awal 2000-an dimanfaatkan figur-figur olahraga Kamboja untuk mengklaim beladiri itu asli budaya mereka dalam sengketa dengan muay thai asal Thailand.
“Setelah beberapa dekade masa perang, kickboxing (pradal serey) terlupakan dan para atlet baru kami lemah. Sekarang kami berusaha mengembalikan reputasi kami. Para petarung kami sangat bagus dan tidaklah bijak jika Thailand mengatakan Kamboja meniru olahraga ini ketika kami masih sibuk dengan perang,” kata Um Yurann, deputi direktur federasi tinju Kamboja kepada Shanghai Star, 6 Juli 2001
Sampai kini, sengketa itu masih belum menemukan titik cerah. Maka ketika muay thai pertamakali dipertandingkan dalam SEA Games 2005 di Manila (Filipina), Kamboja memboikot. Kini saat Kamboja menjadi tuan rumah SEA Games 2023 dan memperkenalkan kun khmer, Thailand balas memboikot.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar