Rahasia Masa Mahasiswa Kasino
Ketika Kasino harus memilih: memenuhi harapan orang tua menjadi pegawai negeri atau meneruskan perjalanan bersama Warkop.
Sudah lewat dini hari. Api unggun menyala. Udara dingin di bumi perkemahan Cibubur berubah hangat. Tak jauh dari api unggun, sejumlah mahasiswa duduk menghadap sebuah rakit di Situ Cibubur.
Di atas rakit, dua orang mahasiswa lagi membanyol. Banyolannya agak jorok dan menyindir kebijakan politik-ekonomi saat itu, tahun 1973. Teman-temannya tertawa mendengar banyolan mereka.
Dua mahasiswa tadi bernama Kasino Hadiwibowo dan Nanu Mulyono. Keduanya beda jurusan di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia (FIS UI). Kasino anak administrasi niaga, Nanu mengambil sosiologi. Tapi keduanya sama-sama punya daya humor yang kuat.
Temmy Lesanpura, salah satu mahasiswa di perkemahan sekaligus kru radio Prambors, terpikat dengan polah Kasino dan Nanu. Dia meminta Rudy Badil, mahasiswa antropologi Fakultas Sastra UI sekaligus teman Kasino dan Nanu, untuk membawa keduanya siaran di acara Obrolan Malam Jumat (Omamat) Prambors.
Kasino, Nanu, Rudy Badil, dan Temmy bertemu. Kepada mereka, Temmy mengutarakan garis-garis besar acara itu: konsep obrolan seperti di warung kopi. Bercanda tapi pakai otak. Bergurau tapi menyindir ketidakberesan kondisi politik negeri.
Mengangkat Musik Dangdut
Bagi Kasino, garis besar siaran itu cocok dengan kehidupan dirinya di kampus. Dia aktif berpolitik di Senat Mahasiswa. “Sekalipun aktivis, Kasino sama sekali bukan mahasiswa yang ‘sok genting’ mau mengurusi soal politik semata-mata,” kata Budiarto Shambazy dalam Warkop Dari Main-Main Jadi Bukan Main.
Di luar urusan politik, Kasino senang mencicip beragam aktivitas seperti kesenian, naik gunung bersama Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI, dan darmawisata ke desa-desa. “Aku suka tanah lapang, aku menyukai perkampungan yang hijau dan aku menyukai sesuatu yang alamiah,” kata Kasino dalam “Biografi Kasino Warkop” dalam Vista, No. 550 Tahun 1982.
Baca juga: Kasino Sebelum Gabung Warkop
Dari berbagai aktivitasnya itu, Kasino melihat bermacam kenyataan sosial di sekitarnya. Dia mengendapkannya, lalu mengolahnya bersama buku-buku yang dia baca dan pengalaman yang dia dapat dari kampus. Wujudnya tampak dalam acara Omamat di Prambors.
Bersama Rudy Badil dan Nanu, Kasino mencuri perhatian pendengar Prambors. Dia sering mengajukan teka-teki. Agak jorok, tapi ternyata ilmiah. “Bulat panjang, warnanya dekil, letaknya di antara paha lelaki, suka dipencet dan ditekan keras-keras. Apa itu? Rem Becak!” kata Kasino, seperti diceritakan Rudy Badil dalam Warkop Dari Main-Main Jadi Bukan Main
Kasino mengambil bahan teka-teki dari dosennya Rudy Badil, James Dananjaya, seorang antropolog pengumpul folklor dari berbagai daerah Indonesia. Folklor adalah kekayaan budaya suatu masyarakat yang berbentuk lisan atau gerak isyarat dan meliputi legenda, mitos, dongeng, nyanyian, kepercayaan, serta mainan.
Kasino gemar mencatat segala macam cerita lucu. Kemudian dia akan membeberkannya kepada Nanu dan Rudy menjelang siaran Omamat. “Yang lucu-lucu gampang diingat. Kalau pelajaran, suka lupa,” ujar Kasino dalam Tempo, 2 Desember 1978.
Baca juga: Warkop, Ini Baru Namanya Mainan
Resep Kasino cukup ampuh. Omamat mempunyai pendengar setia. Tapi Kasino sadar, mengandalkan lawakan saja akan membuat acara itu membosankan. Maka dia coba terobosan baru: menggabungkan musik dangdut dengan lawakan.
Saat itu kebanyakan orang memandang musik dangdut sebelah mata. Musik kampungan, kata mereka. Tapi Kasino justru mendekati musik dangdut dengan mengikuti festival musik dangdut antarfakultas di UI. Dia tampil dengan peralatan seadanya bersama teman-temannya. Di tangan mereka, lagu-lagu Barat diparodikan dan diberi irama dangdut. Hasilnya mereka keluar sebagai pemenang.
Teman-teman Kasino kemudian membentuk grup sendiri bernama Orkes Mahasiswa Pancaran Sinar Petromaks (OM-PSP). “Sejak itu kelompoknya yang telah sering tampil di berbagai acara dengan melucu itu kerap diiringi musik dangdut rekan mereka. Warkop dengan PSP,” catat Pos Kota, 13 November 1994.
Baca juga: Dono Mahasiswa Kritis
Kehadiran musik dangdut melambungkan acara Omamat. Dono menyusul memperkuat Warkop pada 1975. Nama Warkop pun mulai dikenal. Kasino jadi orang tenar di kalangan anak muda dan remaja. Pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sering kali memintanya untuk mengisi acara mereka. Dia menyambut permintaan itu dengan semangat. “Senang sekali kalau diminta ngurusin anak-anak OSIS,” ungkap Rudy Badil
Bertemu Istri
Meski waktunya cukup tersita oleh berbagai aktivitas Warkop, Kasino masih sempat naik gunung dan mengadakan kegiatan lapangan. Suatu hari dia bertemu dengan seorang mahasiswi bernama Amarmini, adik kelasnya di FIS.
Semula Kasino dan Mieke, panggilan karib Amarmini, berlaku biasa saja selayaknya teman. Lama-kelamaan, hubungan itu berubah. Karena sering berkegiatan bersama, keduanya jatuh cinta.
Kasino mulai berani mendatangi rumah Mieke. Dia pun bertemu dengan orang tuanya dan disapa oleh mereka.
“Sudah tingkat berapa, Nak?” kata Ibunya Mieke.
“Tingkat empat, Bu,” jawab Kasino.
“Rajin-rajin belajar, ya. Biar cepat lulus,” kata sang Ibu.
Setahun berselang, Kasino datang lagi. Ibunya Mieke mengulang pertanyaannya.
“Sudah tingkat berapa, Nak?”
“Tinggal membuat skripsi, Bu.”
“Rajin-rajin datang kemari, ya!”
Kasino menangkap ucapan itu sebagai lampu hijau hubungannya dengan Mieke. Dia segera melamar Mieke meskipun belum selesai kuliah. Dia merasa sudah bisa memperoleh uang cukup dari membanyol di radio Prambors dan manggung di beberapa tempat lainnya.
“Orang tua Mieke sudah maklum, Kasino memang serius untuk menjadikan Mieke sebagai teman hidupnya nanti,” catat Sinar Harapan, 27 Juli 1986.
Baca juga: Jodoh Dono Ditunjukkan Jailangkung
Lamaran Kasino diterima keluarga Mieke. Mereka resmi jadi satu keluarga pada 30 April 1976. Kemudian Ayah Mieke yang bekerja sebagai dokter meminta Kasino untuk membantu kliniknya. Dia sempat menerima pekerjaan ini selama satu setengah tahun.
Kasino terpaksa mengundurkan diri setelah tak sanggup lagi berbagi waktu. Dia memilih fokus menyelesaikan skripsi dan manggung bersama Warkop.
Pegawai Negeri atau Pelawak?
Kasino menjadi sarjana pada 1978. Orang tuanya gembira anaknya telah lulus kuliah. Selangkah lagi harapan mereka tercapai. Orang tuanya telah lama menaruh harapan agar Kasino dapat menjadi pegawai negeri. Atau setidaknya, dia bisa bekerja sebagai orang kantoran.
Bagi orang tua Kasino, menjadi pegawai negeri atau pekerja kantoran akan memberikan ketenteraman pada anaknya. “Katanya, meski berpenghasilan sedikit, tapi hidup tenang dan tenteram terutama untuk jangka panjang,” cerita Kasino dalam Vista No. 550.
Baca juga: Dono dan Novel-novelnya
Kasino tiba di simpangan jalan. Antara memenuhi harapan orang tua atau meneruskan perjalanannya bersama Warkop.
Sebenarnya selama manggung bersama Warkop, Kasino sering kepikiran apa dia bisa memenuhi harapan orang tuanya. Dia mengaku sempat menolak tawaran tampil di TV bersama Warkop agar ayahnya tak marah.
“Takut sama ayah yang di daerah. Jauh-jauh disekolahkan, tahu-tahu di Jakarta kerjanya cuma mbadut,” kata Kasino dalam Gadis, 13 Mei 1976.
Kasino juga memikirkan bagaimana perasaan orang tuanya jika dia memilih meneruskan perjalanan bersama Warkop. Menurutnya, orang tuanya sudah capek lahir batin membiayai kuliahnya sampai lulus. Pada hari kelulusan Kasino, mereka datang dengan harapan yang masih sama.
Kasino lalu berdiskusi dengan teman-teman di Warkop. Dia juga bertanya pada dirinya sendiri. Kesimpulannya, dia memilih meneruskan perjalanan bersama Warkop. Dia ingin serius dan total bersama Warkop.
“Kalau nggak salah ingat, waktu itu jawaban untuk orang tua saya adalah saya akan coba dulu dunia lawak, nanti kalau gagal saya akan pakai gelar kesarjanaan untuk mencari sesuap nasi,” kata Kasino dalam Femina, 4 Oktober 1983.
Baca juga: Dono dan Artikel-Artikelnya
Bersama Warkop, Kasino justru memperoleh keberhasilan. Ini makin menjauhkan dirinya dari harapan orang tuanya. “Apa boleh buat, jalan menuju ketenteraman banyak. Tidak harus menjadi pegawai negeri seperti kata Bapak,” kata Kasino.
Kasino bersedia tampil di TV setelah orang tuanya memberikan restu. Sebagai bentuk terima kasih dan baktinya, dia sering pulang ke rumah untuk menemui orang tuanya. “Beliau hidup di desa sekarang ini. Tetapi setiap bulan aku ketemu dan memberikan pensiun khusus dariku, menurut besar kecilnya hasilku,” kata Kasino.
Kasino percaya keberhasilannya berasal dari kerelaan orang tuanya membiarkan dirinya tumbuh memilih jalannya sendiri.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar