Kasino Sebelum Gabung Warkop
Masa kecil dan remaja Kasino. Usil pada orang, pandai di sekolah, tapi bakat humornya juga menonjol.
Kasino Hadiwibowo atau Kasino, sohor sebagai komedian serba-bisa dari grup Warkop Prambors. Dia lincah melawak dalam berbagai logat: Jawa, Betawi, Melayu, dan Mandarin. Dia juga piawai bergitar dan bernyanyi memplesetkan lagu-lagu tenar seperti “Come Together”, “My Bonnie”, “Sukiyaki”, dan “Feeling”.
Kasino dianggap sebagai personel paling kocak di Warkop. Pleseten lagunya bikin orang tergelak. Dia tampil dengan gaya bicara ceplas-ceplos di panggung dan gesit menyampaikan humor tentang kondisi masyarakat. Celetukannya di film pun banyak dikenang.
Sebutlah beberapa di antaranya. “Anak orang kaya emang begitu. Kayak duit bapaknya halal aja!”, “Kasino, Putra Gombong, nyogok tidak etis”, atau “Hidup di Jakarta musti lihai. Kalau gak lihai, kita yang dilihaiin orang.”
Eddy Suhardi dalam Warkop: Dari Main-Main Jadi Bukan Main mengungkap kebisaan lain Kasino di luar lawak. “Mulai dari sekadar juru bicara, public relations sampai deal bisnis. Kasino pula yang mengatur strategi dan konsep Warkop sebagai sebuah usaha jasa tawa. Singkat cerita, Kasino adalah leader di kelompok ini.”
Baca juga: Warkop, Ini Baru Namanya Mainan
Tapi sebelum mencapai semua itu, Kasino melalui berbagai pengalaman yang penuh warna dan belum banyak diketahui orang. Dia lahir di Gombong, Jawa Tengah, pada 15 September 1950 dari pasangan Notopramono dan Kasiyem. Ayahnya pekerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) dan sering berpindah tugas dari satu tempat ke tempat lainnya.
Kasino sempat mencicip masa kecil di Padalarang, Bandung, Jawa Barat. Saat duduk di kelas 3 Sekolah Dasar, dia ikut ayahnya pindah ke Jakarta. Ayahnya sangat ketat dan disiplin dalam mendidik anak. Dia berharap anak-anaknya kelak bakal jadi pegawai negeri atau orang kantoran.
Pengaruh Bing dan Mang Udel
Kasino kecil pandai dalam pelajaran sekolah. Dia paling jago dalam pelajaran berhitung. Tapi di sisi lain, bakat humornya juga menonjol. Kasino mengaku sudah berkarib dengan humor sejak kecil.
“Humor memang sudah menjadi bagian hidupku sejak dulu,” kata Kasino dalam “Biografi Kasino Warkop” termuat di majalah Vista, No. 550 tahun 1982.
Kasino mempunyai pelawak favorit: Bing Slamet dan Mang Udel, dua komedian andal dari grup Trio Los Gilos. Bersama Mang Cepot, Bing dan Mang Udel mempelopori lawak dengan naskah. Mereka merajai panggung lawak dan siaran radio selama 1950–1960-an. Sebagian orang menyebut Los Gilos sebagai pelopor lawak cerdas.
Baca juga: Los Gilos Pelopor Lawakan Cerdas
Bing mahir menirukan suara anak kecil dan Bung Karno. Seluruh tubuhnya bisa menjadi sumber daya penunjang lawakan. Sedangkan Udel jago bermain ukulele dan berpegang pada naskah sebelum dan selama tampil di panggung. Terakhir Cepot, fasih membuat naskah humor yang berangkat dari idiom dan ungkapan masyarakat setempat.
Kasino bilang lebih memperhatikan gaya Bing dan Mang Udel setiap kali mereka tampil. “Kalau Bing Slamet main, ku amati gayanya. Kemudian esoknya dalam panggung kut Demikian pula Mang Udel, gaya-gayanya yang khas banyak mewarnai penampilanku dalam panggung-panggung sekolah,” lanjut Kasino.
Selain gemar memperhatikan polah pelawak, Kasino kecil suka bicara ceplas-ceplos. “Apalagi ada orang yang bentuknya agak aneh, rasanya pengen nyeplos saja,” ungkap Kasino. Dia telah terbiasa pula memirip-miripkan polahnya dengan polah orang lain. Misalnya ketika dia punya teman sebaya dengan kaki pengkor dan berjalan pincang.
Baca juga: Dono dan Novel-novelnya
Suatu kali Kasino bertemu teman sebayanya di sebuah jalan. Dia mengikutinya dari belakang dengan menirukan cara berjalannya. Maksud hati ingin melucu di hadapan teman-teman lainnya, tapi dia justru kena sial.
Saking asyiknya meniru, Kasino tak awas terhadap keadaan sekitar. Ayah si anak tiba-tiba muncul dari belakang. Melihat kepincangan anaknya jadi bahan tiruan, Sang ayah murka. “Karuan saja ditendangnya tubuhku, gusrak jatuh tersungkur. Sambil teriak ampun-ampun minta dikasihani,” kenang Kasino.
Kasino merasa masa kecilnya penuh dengan kenakalan wajar. “Sebab masa itu masih murni. Kalau toh nakal, merupakan keindahan tersendiri untuk dikenang,” kata Kasino.
Ingat Pesan Ibu
Di luar meniru cara berjalan anak berkebutuhan khusus, Kasino pernah menghiraukan larangan orang tuanya berlari naik turun mengejar kereta api yang berjalan. Dia baru kapok dan sadar mengapa orang tuanya melarang perbuatan itu ketika menyaksikan temannya tewas setelah terjatuh dari sambungan kereta.
Menginjak masa remaja, Kasino mulai sering tampil di panggung sekolah. Dia bermain sandiwara bersama teman-temannya ketika ada acara tur sekolah. Biasanya dia tampil membawakan lawakan. Karena lawakan, namanya jadi tenar di antara teman-teman.
Baca juga: Dono dan Artikel-Artikelnya
Polah kocak seorang lelaki remaja sering kali jadi jurus ampuh untuk memikat perempuan remaja. Kasino remaja tahu itu. Tapi orang tuanya melarang pacaran atau dekat-dekat dengan lawan jenis. “Pacaran boleh kalau sudah punya penghasilan,” kata Kasino menirukan ucapan ayahnya.
Remaja periang dan usil seperti Kasino sesekali akan melanggar larangan. Dia sempat mencuri-curi kesempatan berdekatan dengan lawan jenis. Tapi sebatas saling lirik dan berpegangan tangan saja. “Anehnya, kalau cewek tersebut saya pegang tangannya, nurut. Tidak dikipatake (ditepis, red.),” ungkap Kasino.
Selain sesekali melanggar larangan pacaran, Kasino pernah pula mengabaikan larangan berkelahi dari orang tuanya. Dia sebenarnya bukan tukang kelahi. Tapi situasi membuatnya tak bisa menghindar dari perkelahian. Ceritanya ada tukang palak di dekat sekolahnya. Dia tak suka orang minta uang pakai cara begitu. “Terpaksa ku lawan. Terjadi pergumulan seru mempertahankan duit,” cerita Kasino.
Baca juga: Dono Mahasiswa Kritis
Ujungnya Kasino tak pernah berkelahi lagi. Dia berupaya keras memegang teguh pesan ibunya. “Wong ngalah iku duwur wekasane,” kata sang ibu kepadanya. Artinya, orang mengalah itu tinggi harkatnya.
Alasan lainnya, Kasino tak mau kena tempeleng ayahnya. Menurutnya, kalau dia ketahuan terlibat perkelahian, ayahnya akan lebih dulu mengoreksi tingkah laku anaknya dengan memukulnya.
Berdandan ala Hippies
Masa remaja Kasino sebati dengan masa maraknya demonstrasi pelajar anti-Sukarno dan anti-PKI. Mereka tergabung dalam Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). SMP tempat Kasino belajar tak luput pula dari pergolakan ini. Kegiatan belajar terganggu.
Orang tua Kasino melihat tensi politik di Jakarta kurang baik bagi rencana masa depannya untuk Kasino. Mereka memindahkan putranya ke Cirebon agar tetap bisa belajar. Di sana dia memperoleh pelajaran membaca al-Qur’an dari guru ngaji. “Hampir setiap malam sehabis belajar aku berhadapan dengan kitab Al-Qur’an,” kata Kasino.
Baca juga: Kelucuan Dono di Luar Film
Cirebon memberikan pengalaman baru lainnya kepada Kasino. Dia mulai berkesempatan mempelajari alat-alat musik. “Saya menjadi pemain band, pegang rhythm, dan menyanyi,” kata Kasino. Dia sering memainkan lagu-lagu band kebanggaannya, The Beatles, saban ngeband. Saat itu kekuasaan Sukarno sudah melemah dan pengawasan terhadap musik-musik Barat melonggar.
Situasi Jakarta berangsur pulih setelah huru-hara politik yang panjang. Sekolah kembali normal dan Kasino balik lagi bersekolah di Jakarta. Masa-masa awal Orde Baru sangat menyenangkan untuknya.
Seiring kejatuhan rezim Sukarno, benteng terhadap penetrasi budaya Barat ikut roboh. Nilai-nilai baru dari Barat menerobos dan menyebar masuk ke Indonesia ibarat virus. Para remaja Indonesia ketularan gerakan generasi bunga (flowers generation). Tak terkecuali Kasino. Dia kini tampil dengan setelan ala hippies, sebuah tatanan hidup baru anak muda di Amerika Serikat.
Baca juga: Virus Kaum Hippies
“Dengan topi ala Bali, jaket klewer-klewer penuh gambar bunga hilir mudik naik motor. Kalau sudah begitu, urutan kalimat ngaji mulai lupa lagi,” kata Kasino. Tapi dia tak meniru semua gaya hidup Hippies. “Aku tak pernah sama sekali melibatkan diri dalam urusan narkotik,” terang Kasino.
Meski penampilannya urakan, otak Kasino tetap cemerlang. Dia berhasil menembus jurusan Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Kelak di kampus ini, dia bertemu dengan Nanu, Rudi Badil, Dono, Temmy Lesanpura, dan Indro. Pertemuan yang mengubah harapan orang tuanya dan jalan hidupnya sendiri.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar