Istri Jenderal Minta Panser
Khawatir akan keselamatan sang suami, Nyonya Djamin Gintings bersikeras meminta kendaraan lapis baja.
HATI Likas Tarigan ketar-ketir begitu mendengar sejumlah jenderal teras TNI AD di jajaran Staf Umum AD (SUAD) menghilang pada 1 Oktober 1965. Pasalnya, suami Likas yakni Mayor Jenderal TNI Djamin Gintings yang termasuk perwira tinggi SUAD (menjabat Asisten II/Operasi dan Latihan Menpangad) juga saat itu tak jelas keberadaannya . Berita dari radio dan televisi memberikan kabar simpang siur, salah satunya adalah bahwa para jenderal itu diculik oleh pasukan yang menamakan dirinya Gerakan 30 Septebmer.
“Aku bertanya dalam hati, di mana suamiku kini berada? Hubungan telepon terputus di mana-mana,” kenang Likas dalam Perempuan Tegar dari Sibolangit: Biografi Likas Tarigan Jamin Gintings karya Hilda Unu Senduk.
Djamin Gintings ketika itu sedang kunjungan kerja mendampingi rombongan Menteri Luar Negeri Soebandrio di Medan. Untuk memastikan suaminya aman, Likas bergegas ke lapangan terbang Kemayoran. Tujuannya adalah menitipkan sepucuk surat kepada pilot pesawat terbang yang menuju Medan. Isi surat itu singkat saja: “Apa kabar Abang di sana? Kami sehat dan selamat di sini. Selamatkanlah dirimu.”
Di Bandara Kemayoran ada satu pesawat yang siap lepas landas. Tanpa pikir panjang, Likas nekat mengejar pesawat ke landasan pacu. Seorang tentara yang mengenalinya turun dari pesawat. Kepada prajurit itulah Likas menitipkan suratnya.
Kendati demikian, batin Likas belum cukup tenang. Selanjutnya dia menghubungi Mayor Jenderal TNI Pranoto Reksosamudra, Asisten III/Personalia Menpangad. Pranoto coba menenangkan istri koleganya itu. Kata Pranoto, “Sepanjang pengetahuan saya, Jamin tidak mendapat bahaya. Tapi saya tidak tahu di mana dia berada. Sudahlah, Ibu tenang saja di rumah.”
Likas masih belum puas sebelum mendengar kabar suaminya selamat. Kali ini dia menelepon Brigadir Jenderal TNI Josep Muskita yang menjabat wakil Asisten II, wakilnya Djamin Gintings. Dalam sambungan telepon itu terjadilah percakapan antara keduanya.
“Pak, saya minta panser,” kata Likas tegas.
“Untuk apa, Bu,” tanya Muskita heran.
“Saya mau ke rumah Bapak Soebandrio,” jawab Likas.
“Ibu tahu, Soebandrio itu siapa?” ujar Muskita.
Baca juga: Djamin Gintings Nyaris Dibunuh
“Dia kan Menteri Luar Negeri.” Likas mulai tidak sabar dengan tanya jawab yang sedang berlangsung.
“Ibu mau apa ke sana?” sanggah Muskita penuh khawatir.
“Saya mau menanyakan suami saya. Ke mana ditaruhnya suami saya. Siapkan panser,” perintah Likas.
Muskita coba membujuk. “Belum pulang saja Bapak itu, Bu,” katanya.
Likas tetap kekeh. Pantang menyerah dia menghadapi anak buah suaminya yang satu itu. “Justru itulah yang akan saya tanyakan. Saya mau ke rumah Bapak Soebandrio menanyakan suami saya. Siapkan panser, Pak,” ujar Likas mengulangi permintaannya.
Muskita bingung. Tapi supaya menentramkan suasana, dia janji mengupayakan panser yang diminta. Likas sendiri tdak tahu persis mau diapakan nanti panser tersebut. Namun yang pasti, dengan kendaraan lapis baja itu, dia ingin menyelamatkan suaminya. Sembari menanti, Likas makin tidak sabar.
Baca juga: Ketika Djamin Gintings Rindu Tanah Air
“Tiba-tiba telepon berdering. Dari suamiku! Puji Tuhan, suamiku selamat,” seru Likas.
Secara singkat, Djamin mengabarkan bahwa dirinya berhasil pulang kembali ke Jakarta. Djamin telah lebih dahulu menelepon Muskita. Dari Muskita, Djamin kemudian mengetahui istrinya meminta panser. Tentu saja panser yang diminta tidak akan dikirim. Karena sekalipun istri jenderal tertinggi, bukan porsinya mengeluarkan perintah mengerahkan persenjataan berat.
Setiba di Jakarta, Djamin singgah sebentar di rumahnya melepas rindu kepada anak dan istri tercinta. Kemudian sebuah panser menjemput Djamin untuk membawanya ke Markas Besar AD. Di sana, rencana disiapkan untuk menghancurkan Gerakan 30 September. Setelah hari-hari operasi penumpasan, Djamin Gintings diangkat sebagai Inspektur Jenderal AD.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar