Menggali Sejarah Pemakaman
Naluri, kepercayaan dan religi, hingga modernisasi turut membentuk konsep kematian bagi manusia dari masa ke masa.
SEJARAH ritual penguburan mungkin beriringan dengan sejarah kehidupan manusia. Ritual menguburkan jenazah diperkirakan diawali dari kesadaran dan keingintahuan manusia terhadap tubuh yang telah mati. Dalam setiap budaya dan peradaban, manusia mengenal cara memperlakukan anggota keluarga atau kelompok mereka yang mati.
Perkuburan Qafzeh
Situs perkuburan di Qafzeh, Israel, ditemukan pada 1933 oleh R. Neuville, konsul Prancis di Jerussalem, dan M. Stekelis, prehistorian Israel. Berdasarkan penanggalan fosil rangka yang ditemukan di dalam gua, temuan ini diperkirakan berusia 90.000 tahun lalu.
Persembahan Hewan Liar
Dipraktikkan di Tibet sejak 8.560 SM dan masih dilakukan di beberapa wilayah seperti Qinghai, Inner Mongolia, dan Mongolia. Mereka yang masih hidup berkumpul menyaksikan jenazah yang telah dicincang dimakan burung bangkai. Sebagai penganut ajaran Budha Vajrayana, mereka menganggap tubuh hanyalah cangkang kosong. Mengorbankan tubuh semacam sedekah. Sementara burung bangkai diyakini sebagai malaikat yang akan membawa jiwa ke langit, untuk menanti reinkarnasi.
Mumifikasi
Jenazah diawetkan dengan getah aromatik dari tetumbuhan. Getah utama yang digunakan adalah balsam. Metode pembalsaman tertua mengharuskan jenazah dibungkus kain dan dikubur dalam arang kayu dan pasir di wilayah yang bebas dari kelembaban. Yang terkenal berasal dari Mesir Kuno pada antara 4.500-3.400 SM.
Baca juga:
Mumi-mumi Tertua yang Terjadi Secara Alami
Mumi Berlidah Emas dari Mesir
Rahasia Membuat Mumi di Mesir Kuno
Penguburan Mesopotamia
Penguburan oleh bangsa Mesopotami dimulai sejak 5.000 tahun lalu. Mereka membuat makam di dalam tanah, yang dipercaya akan membantu roh mencapai kehidupan setelah mati. Ritual penguburan biasanya menyertakan bekal kubur seperti makanan dan perkakas.
Penguburan Sarkofagus
Sarkofagus merupakan tempat untuk menyimpan jenazah. Umumnya terbuat dari batu. Metode penguburan ini dilakukan orang Romawi Kuno. Di Indonesia, tradisi ini dikenal sebagai salah satu aspek kebudayaan megalitikum. Salah satu yang tertua dan paling dikenal di dunia adalah sarkofagus emas Firaun Tutankhamun di Pemakaman Lembah Para Raja, Luxor, Mesir, yang berasal dari 1.323 SM.
Kremasi
Dilakukan dengan cara membakar jenazah hingga menjadi abu. Dalam ajaran Hindu, kremasi dianggap membantu melepaskan roh dari keterikatan duniawi. Dengan cara ini, unsur materi yang membentuk tubuh lebih cepat kembali menyatu dengan alam. Kremasi menjadi tradisi umum di Yunani Kuno pada 800 SM. Ritual ini masih bisa ditemui di India dan Bali, Indonesia (ngaben).
Katakomba
Pada awal masehi, terdapat kuburan bawah tanah di berbagai wilayah Kekaisaran Roma, khususnya di kota Roma. Ia dikenal dengan nama Katakomba (catacombe). Jenazah dikuburkan di dinding-dinding lorong. Orang Romawi mulai membangunnya abad ke-2 M. Mereka sengaja memilih areal tanah yang lunak tapi cepat mengeras ketika terkena udara kering.
Waruga
Suku Minahasa di Sulawesi Utara memiliki tradisi menguburkan jenazah, dalam posisi meringkuk sebagaimana posisi janin dalam kandungan, pada sebuah batu yang disebut waruga. Posisi makam dan jenazah mengarah ke utara, sesuai kepercayaan asal-usul masyarakat Minahasa yang datang dari utara. Dipercaya, tradisi ini telah ada sekira abad ke-9 M. Pada 1860 pemerintah Belanda melarang penguburan waruga.
Rambu Solo
Dianut masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan. Dalam kepercayaan Aluk To Dolo, semakin tinggi tempat jenazah diletakkan semakin cepat rohnya menuju puya. Maka mereka meletakkan jenazah di tebing-tebing batu yang dilubangi. Jika yang meninggal kalangan bangsawan, keluarga akan memotong 24-100 kerbau sebagai kurban. Penanggalan karbon yang diambil dari fragmen peti mati kayu mengungkap praktik ini setidaknya sudah ada pada abad ke-9 M.
Baca juga:
Membongkar Sejarah Makam Kalibata
Pemakaman Khusus bagi Korban Pandemi
Di Balik Kutukan Makam Firaun
Makam Trunyan
Di Desa Trunyan, Kintamani, Bali, jenazah ditutup jalinan rotan dan diletakkan di area hutan yang dipenuhi pohon tarumenyan. Pohon yang dikramatkan ini mengeluarkan enzim alami yang mampu menghilangkan bau busuk mayat. Belum dapat dipastikan sejak kapan ritual ini muncul. Namun konon, pohon tarumenyan sudah tumbuh selama 11 abad terakhir.
Larung
Pada 950 M, bangsa Viking di Skandinavia percaya perahu merupakan kendaraan untuk menuju kehidupan setelah mati. Mereka pun melarung pejuang Viking dengan perahu yang dibakar. Jika tak dilarung, bangsa Viking akan menguburkan kerabatnya dan mengelilingi kuburan itu dengan batu yang dibentuk seperti perahu.
Pembalsaman Modern
Teknik pembalsaman mayat di era modern dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Saat Perang Sipil di Amerika (1861-1865), arsenik dipakai untuk mengawetkan serdadu yang tewas untuk dikirim pulang. Saat Perang Dunia, formalin (formaldehyde) disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri.
Plastinasi
Metode mengawetkan janazah dengan menggantikan komponen air dan lemak pada tubuh dengan jenis plastik tertentu. Hasilnya, sebuah spesimen yang bisa disentuh, tak berbau atau busuk, dan awet. Metode ini diciptakan Gunther von Hagens, ahli anatomi Jerman, pada 1977. Ia kemudian mendirikan Institute for Plastination di Heidelberg pada 1993.
Pemakaman Luar Angkasa
Sejak 1997, orang-orang kaya bisa melarung abu jenazah keluarganya ke luar angkasa. Perusahaan Elysium Space dari San Fransisco, Amerika Serikat, menawarkan layanan ini dengan tiga pilihan pelepasan abu jenasah: di orbit bumi lalu turun sebagai bintang jatuh (Shooting Star Memorial), permukaan bulan (Lunar Memorial), dan ke luar angkasa terjauh sampai meninggalkan tata surya dan mengarungi semesta yang tak terbatas (Milky Way Memorial).
Resomasi
Dilakukan di Skotlandia sejak 2007. Metode ini tanpa asap dan dinilai lebih ramah lingkungan. Resomasi dapat mengabukan jenazah secepat kremasi. Prosesnya tidak menggunakan api, tetapi air dan senyawa basakuat, potassium hidroksida.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar