Di Balik Kutukan Makam Firaun
Rentetan kematian menimpa para pengganggu tidur panjang Tutankhamun. Apakah benar roh sang firaun terus melindungi makamnya?
Pada 1923, makam Tutankhamun di Lembah Para Raja Mesir untuk pertama kali ditemukan dan digali. Penelitinya adalah ahli Mesir Kuno Howard Carter dengan dukungan dana dari seorang bangsawan Inggris, Lord Carnarvon.
Kutukan menyeramkan seakan menjaga makam firaun yang kerap disebut Raja Tut itu. "Kematian akan datang dengan sangat cepat kepada dia yang mengganggu kedamaian raja," tulis kutukan itu.
Di ruang makam penguasa Mesir pada sekira 1333 SM yang sempit itu, mereka menemukan beragam barang berharga. Di antaranya patung-patung emas, perhiasan indah, kotak-kotak dan perahu berhias. Ada juga bahan pangan seperti roti, daging, dan keranjang kacang buncis, dan kurma. Bahkan ada karangan bunga.
Raja Tut meninggal pada 1323 SM di usia 19 tahun. Makamnya berada di Lembah Para Raja, di seberang Sungai Nil, Luxor, Mesir.
Lembah Para Raja menjadi pemakaman bagi firaun sejak abad ke-16 hingga ke-11 SM. Sebagian besar makam sudah dijarah perampok makam. Namun, makam Tutankhamun adalah yang pertama ketika ditemukan, hampir seluruhnya tak tersentuh.
Penemuan makamnya pun menciptakan sensasi dan ketertarikan pers di seluruh dunia. Kebudayaan Mesir Kuno segera dikenal luas.
Cerita yang menyebar bukan cuma soal penemuan makam firaun yang bergelimang harta, tetapi juga sisi mistik yang terjadi selanjutnya. Serangkaian kematian, luka-luka, penyakit, dan kesialan menimpa sejumlah orang yang memasuki makam atau terlibat di dalam pembukaan makam sang firaun. Orang-orang kemudian percaya bahwa makam itu memang terkutuk, sebagaimana tulisan menyeramkan yang tertera padanya.
Ancient Origins mencatat, insiden pertama yang memicu desas-desus kutukan itu, tepat pada hari ketika makam raja dibuka, Howard Carter pulang. Ia menemukan sangkar burungnya ditempati seekor kobra. Burung kenari mati di mulutnya. Dalam kepercayaan Mesir Kuno, kobra merupakan simbol keningratan.
"Cerita itu dilaporkan di New York Times dengan klaim bahwa itu merupakan Royal Cobra, sama seperti simbol yang selalu dikenakan di kepala raja, sebagai tanda awal adanya kutukan," tulis laman itu.
Baca juga: Makam Firaun di Indonesia?
Lalu giliran penyandang dana, Lord Carnarvon yang menjadi korban kutukan. Sebagaimana ditulis laman History, dia meninggal setelah keracunan darah akibat pipinya digigit nyamuk yang terinfeksi. Kejadiannya enam minggu setelah pembukaan makam Tutankhamun.
"Surat kabar berspekulasi bahwa dia adalah korban dari ‘kutukan mumi’ atau ‘kutukan firaun’," catat History.
Setelah Carnarvon, Pangeran Ali Kamel Gahmy Bey dari Mesir ditembak mati oleh istrinya, diikuti saudara tiri Carnarvon yang meninggal karena keracunan darah. Woolf Joel, seorang jutawan Afrika Selatan, dibunuh beberapa bulan setelah kunjungannya ke makam. Pemodal George Jay Gould meninggal karena demam enam bulan setelah kunjungannya.
Baca juga: Menggali Sejarah Pemakaman
Kematian Sir Archibald Douglas-Reid, ahli radiologi yang memeriksa mumi Tutankhamun juga dikaitkan dengan kutukan. Dia meninggal karena penyakit misterius.
Sir Lee Stack, gubernur jenderal Sudan, dibunuh saat mengemudi melalui Kairo. A.C. Mace, anggota tim penggalian Howard Carter, meninggal karena keracunan arsenik. Richard Bethell, sekretaris pribadi Carter dibekap di tempat tidurnya. Carter sendiri yang membuka makam, meninggal karena limfoma lebih dari satu dekade kemudian pada 2 Maret 1939.
Baca juga: Prasasti Berisi Kutukan
Nasib buruk tidak hanya menimpa mereka yang mengunjungi makam, tetapi juga yang terlibat dengan makam itu. Kutukan ini seakan terus berjangkit bahkan beberapa dekade kemudian.
Misalnya, pada 1972 harta karun makam Tutankhamun diangkut ke London untuk dipamerkan di British Museum. Direktur Purbakala Gamal Mehrez mencemooh cerita tentang kutukan dengan mengatakan semua kematian dan nasib buruk murni kebetulan. Dia meninggal pada malam hari setelah mengawasi pengemasan untuk diangkut ke Inggris.
Gas Beracun, Patogen, dan Jamur
Beberapa ahli yang mencari penjelasan ilmiah mengatakan bahwa kematian Carnarvon mungkin disebabkan racun di dalam makam Tut. Beberapa mumi kuno terbukti membawa spesies jamur yang beracun. Dinding makam juga mungkin ditutupi oleh bakteri yang menyerang sistem pernapasan.
Sebagaimana dilansir Ancient Origins, studi ilmiah tentang makam Mesir kuno yang baru dibuka memang menemukan bakteri patogen, Staphylococcus dan Pseudomonas, kapang, Aspergillus niger dan Aspergillus flavus. Bakteri-bakteri itu dapat menyebabkan reaksi alergi mulai dari kongesti hingga pendarahan pada paru-paru.
Studi ini juga mencatat peran kelelawar yang menghuni banyak kuburan yang digali. Kotorannya membawa jamur yang dapat menyebabkan histoplasmosis, penyakit pernapasan mirip influenza.
Baca juga: Korona dan Beragam Virus yang Berasal dari Kelelawar
Jennifer Wegner, ahli Mesir Kuno Museum Universitas Pennsylvania di Philadelphia, menyebutkan kalau di dalam makam Raja Tut juga ada bahan makanan, seperti daging, sayuran, dan buah-buahan. Bahan makanan ini ikut dikuburkan untuk membekali perjalanan sang firaun ke akhirat.
"Itu pasti menarik serangga, jamur, bakteri, dan hal-hal semacam itu. Bahan bakunya sudah ada ribuan tahun yang lalu," kata Wegner dikutip Ancient Origins.
Sampel udara yang diambil dari dalam sarkofagus juga menunjukkan adanya tingkat gas amonia, formaldehida, dan hidrogen sulfida yang tinggi. Dalam konsentrasi yang kuat dapat menyebabkan rasa terbakar di mata dan hidung, gejala mirip pneumonia; dan dalam kasus yang sangat ekstrem mengakibatkan kematian.
Sementara semua temuan ini diverifikasi secara ilmiah, para ahli yang telah memeriksa kasus Lord Carnarvon menolak pendapat ini. Menurut mereka Carnarvon sudah mengidap sakit kronis sebelum dia menginjakkan kaki di makam Tut. Pun kalau memang karena racun, Carnarvon pasti akan lebih cepat terjangkit, alih-alih harus menunggu sebulan setengah kemudian dan meninggal.
Baca juga: Ganja untuk Ritual Pemakaman
DeWolfe Miller, profesor epidemiologi di Universitas Hawaii, juga menegaskan bahwa belum ada satu kasus pun seorang arkeolog atau turis jatuh sakit akibat jamur atau bakteri di makam. Lebih jauh, teori makam beracun tidak menjelaskan beragam cara kematian orang-orang yang terlibat dalam penemuan makam.
Jadi, apakah benar makam penguasa Mesir itu benar-benar terkutuk? Apakah roh Tutankhamun terus hidup melindungi makamnya sebagaimana dipercaya banyak orang? Hingga kini jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu masih menjadi misteri.
Menghalau Perampok Makam
Faktanya, banyak makam bangsawan Mesir Kuno, bukan hanya Tutankhamun, dijaga oleh kutukan. Namun, tak ada efek sial yang muncul ketika makam-makam itu digali.
Menurut James Randi, pesulap panggung Kanada-Amerika yang skeptis pada hal-hal berbau paranormal dan pseudosains, kutukan pada makam Tutankhamun hanyalah rumor yang sengaja diembuskan. Sebagaimana dikutip laman Livescience, kendati bukan Carter yang menciptakan kisah kutukan itu, tapi ia memanfaatkannya. Tujuannya agar perampok makam menjauh dari penemuannya yang bersejarah.
Baca juga: Ketika Firaun Keliling Dunia
Howard Carter sendiri tak yakin dengan penjelasan soal kutukan itu. Namun, sebagaimana disebutkan Ancient Origins, catatan aneh ditemukan di dalam buku hariannya. Pada Mei 1926, ia melihat serigala mirip Anubis, Dewa Kematian dalam kepercayaan Mesir Kuno yang berbadan manusia dan berkepala jakal.
"Tak penting apakah Howard Carter benar-benar percaya pada kutukan itu, yang penting adalah mereka yang mungkin menggangu makam kuno itu mempercayainya," tulis Livescience. Dan itu berhasil. Hampir seabad setelah makam Raja Tut dibuka, banyak orang masih mempercayai kisah seram ini.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar