Masuk Daftar
My Getplus

Ratna di Pulau Buru

Para tapol di Pulau Buru pernah mengira Ratna adalah istri komandan kamp yang belakangan menjadi walikota Medan.

Oleh: Petrik Matanasi | 28 Nov 2022
Tentara sedang memberikan pengumuman kepada tahanan politik di Pulau Buru. (Dok. Hersri Setiawan via ypkp1965.org).

Nun jauh di Pulau Buru sana, tempat para tahanan politik (tapol) yang dituduh bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI), ditampung demi Orde Baru. Di tahun 1970-an, salah satu  komandan dalam Proyek Tempat Pemanfaatan Tahanan Politik (Tefaat) Pulau Buru adalah Letnan Kolonel Agus Salim Rangkuti.

Sekitar 1971, para tapol mendapat perintah untuk menjemput ibu-ibu yang konon dari Persatuan Istri Tentara (Persit). Salah satunya istri komandan Tefaat itu.

“Kami diperintahkan untuk menjemput istri Letnan Kolonel Rangkuti ke Pantai Sanleko,” kata Tedjabayu dalam Mutiara di Padang Ilalang.

Advertising
Advertising

Mereka mengerahkan gerobak menuju pantai, tempat kapal pengantar ibu-ibu itu akan merapat. Para tapol harus rela repot menyediakan papan untuk ibu-ibu itu berjalan. Maklum para tapol harus memperlakukan ibu-ibu itu sebagai tamu VVIP.

“Ibu Rangkuti, yang memakai celana panjang cutbray model terbaru dan berkaos warna cerah, keluar dari mulut landing (kapal). Ia berkacamata rayban asli berwarna abu-abu tua, kalau kutaksir saat itu lumayan harganya,” kata Tedjabayu menggambarkan glamornya perempuan muda yang dianggap Ibu Rangkuti itu.

Baca juga: Ç'est la vie, Tedjabayu!

Ketika wanita yang disebut Ibu Rangkuti dan kawan-kawannya itu melewati papan yang dipegangi para tapol, mereka seenaknya menyeimbangkan tubuh dengan menjambaki rambut para tapol agar tidak jatuh.

“Gila betul, Dik! Anak secantik dia, bagaikan Miss Universe, dan kakinya bersih tanpa cacat! Tumitnya itu Lho! Halus bagaikan sutra,” kata Hersat Sudiono yang seperti Ken Arok melihat betis Ken Dedes. Seingat Tedjabayu, yang mereka anggap Ibu Rangkuti itu bernama Ratna.

Ratna pernah menjadi juara lomba Putri Ayu di Pulau Buru. Ratna mengalahkan Rietje Lawalata, yang sering bernyanyi untuk sebuah band tapol di Savana Jaya. Ratna menjadi buah bibir para tapol.

Lama setelah bebas, Tedjabayu dapat kabar lagi tentang Ratna dari Leo Mulyono. Cerita dari sesama bekas tapol ini cukup mengejutkan Tedjabayu.

“Belakangan aku baru mendengar ibu VVIP yang bernama Ratna itu bukanlah istri komandan Rangkuti, melainkan simpanan dia,” kata Tedjabayu. Bahkan, Leo menyebut bahwa Ratna tak ubahnya semacam perempuan milik bersama para perwira yang satu korps dengan Rangkuti, Corps Polisi Militer (CPM), di Wisma Anggrek Namlea. Begitulah sepenggal kisah tapol di Pulau Buru.

Baca juga: Ingin Kembali ke Pulau Buru

Letkol Agus Salim Rangkuti menjabat komandan Tefaat Buru, yang sebagian isinya Angkatan 1945 yang melawan tentara Belanda, dari 1973 hingga 1975. Setelahnya, ia pindah ke tempat tugas lain terkait statusnya sebagai perwira ABRI.

Dalam buku Apa Siapa Orang Film Indonesia, 1926–1978 disebutkan, Agus Salim Rangkuti lahir di Lubuk Pakam, Deli Serdang, 10 Agustus 1928. Kolonel Polisi Militer Angkatan Darat ini pernah menjadi Kepala Polisi Militer Wilayah I. Di Sumatra Utara, ia aktif dalam kesenian. Ia pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Medan dan Ketua kehormatan PARFI Sumatra Utara.

Pada masa mudanya, Agus Salim Rangkuti pernah menjadi aktor. Ia bermain dalam film Sungai Ular pada 1950-an.

Sebagai orang yang pernah berjuang di Sumatra Utara, Agus Salim Rangkuti kemudian kembali lagi ke Sumatra Utara. Ia menjadi orang penting di sana. Kolonel Agus Salim Rangkuti menjabat walikota Medan dua periode tahun 1980–1985 dan 1985–1990.*

TAG

tahanan politik pulau buru

ARTIKEL TERKAIT

Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Permina di Tangan Ibnu Sutowo Selintas Hubungan Iran dan Israel Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 Melawan Sumber Bermasalah Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Kibuli Raden Paku