Masuk Daftar
My Getplus

Moskva, Kapal Kebanggaan Rusia yang Tinggal Nama

Usai hancurnya pesawat terbesar Ukraina, kini giliran “flagship” Armada Laut Hitam Rusia yang jadi tumbal konflik Ukraina-Rusia.

Oleh: Randy Wirayudha | 18 Apr 2022
Penampakan "Moskva", kapal penjelajah kawal rudal cum "flagship" armada Laut Hitam AL Rusia (mil.ru)

SESOSOK prajurit Ukraina berdiri tegap di tepi pantai menghadap Laut Hitam. Tangan kirinya menyandang senapan serbu AK-47 sementara tangan kanannya mengacungkan jari tengah pada sebuah kapal kebanggaan Rusia. Adegan itu dijadikan gambar perangko yang diterbitkan sebanyak satu juta oleh otoritas Ukraina sebagai simbol perlawanan negeri itu terhadap operasi militer Rusia sejak Februari 2022.

Prangko itu sejatinya sudah dirilis pada 24 Februari 2022 untuk menggambarkan perlawanan garnisun Ukraina di Ostriv Zmiinyi (Pulau Ular) di Laut Hitam. Ia kian viral setelah kapal yang digambarkan di perangko tersebut, kapal penjelajah kawal rudal Moskva (121), dilaporkan mengalami kebakaran dan tenggelam di 111-120 kilometer lepas pantai Odesa pada Kamis (14/4/2022).

Kubu Ukraina dengan bangga menyatakan bahwa pasukan merekalah yang menghancurkan Moskva. Penghancuran ibarat pembalasan dendam atas serangan-serangan Rusia di berbagai kota Ukraina dan penghancuran pesawat terbesar dunia yang jadi kebanggaan Ukraina, Antonov An-225 “Mriya”, di tengah Pertempuran Bandara Hostomel, 24-25 Februari 2022.

Advertising
Advertising

Baca juga: Prahara Kharkiv

Disebutkan pihak militer Ukraina, mereka menghajar Moskva dengan dua rudal anti-kapal R-360 Neptune jelang tengah malam 13 April. Moskva lantas mengalami kebakaran dan menyulut ledakan kompartemen amunisinya sebelum tenggelam pada 14 April pagi.

“Di area operasional Laut Hitam, kapal penjelajah Moskva terkena rudal anti-kapal Neptune dan mengalami kerusakan serius. Kebakaran pun terjadi. Kapal-kapal lain mencoba membantu tetapi kondisi badai dan ledakan amunisinya membalikkan kapalnya dan mulai tenggelam,” kata Komando Operasi Selatan (Ukraina) dalam pernyataan resminya, dikutip Ukrinform, Senin (18/4/2022).

Perangko karya Boris Groh yang mengolok-olok kapal Rusia (ukrposhta.ua)

Namun, pernyataan berbeda disampaikan Kementerian Pertahanan Rusia. Mengutip kantor berita pelat merah Rusia, TASS, Kemhan Rusia menyebutkan bahwa Moskva memang mengalami kebakaran dengan penyebab yang tak disebutkan. Moskva lalu tenggelam karena badai dan cuaca buruk kala sedang ditarik kapal lain ke Pelabuhan Sevastopol.

“Selama proses penarikan Moskva ke pelabuhan tujuan, kapalnya kehilangan keseimbangan yang stabil karena kerusakan pada lambung kapal, di mana terjadi ledakan amunisi karena kebakaran. Di tengah badai yang hebat, kapalnya tenggelam,” demikian bunyi pernyataan Kemhan Rusia.

Terlepas dari saling klaim kedua pihak, tenggelamnya Moskva jadi pukulan tersendiri bagi Kremlin dan utamanya Presiden Rusia Vladimir Putin. Pasalnya kekuatan maritim Rusia, terutama di Laut Hitam, mulai melemah lantaran Moskva kapal terbesar dan merupakan flagship (kapal utama/komando) armada Laut Hitam VMF (Voyenno-Morskoi Flot/Angkatan Laut Rusia).

Baca juga: Nanggala dalam Armada Indonesia

Moskva yang kini tinggal kenangan, menjadi kapal perang terbesar di dunia yang tenggelam dalam operasi militer pasca-Perang Dunia II. Sebelum Moskva yang berbobot 12.490 ton dengan dimensi panjang-lebar 186,4 meter x 20,8 meter, kapal terbesar yang tenggelam dalam pertempuran adalah kapal penjelajah ringan General Belgrano (C-4) milik Armada de la República Argentina (ARA/AL Argentina). Belgrano yang berbobot 12.242 ton tenggelam pada 2 Mei 1982 di tengah kecamuk Perang Falkland/Malvinas.

Dalam sejarah Rusia, Moskva juga jadi kapal terbesar yang tenggelam setelah kapal tempur Marat yang dihancurkan Jerman pada 1941 dalam Perang Dunia II. Status Moskva sebagai flagship juga menjadikannya yang pertama sejak Rusia kehilangan flagship di masa perang pasca-tenggelamnya kapal tempur Knyaz Suvorov oleh armada Jepang di Pertempuran Selat Tsushima pada 1905.

“(Tenggelamnya Moskva) lebih kepada pukulan secara psikis ketimbang material. Memang tidak serta-merta Rusia melonggarkan blokade laut terhadap Ukraina tetapi hal ini jadi simbol yang powerful, di mana kami mampu menggunakan persenjataan dengan efektif. Kapal-kapal Rusia kini terpaksa bergerak lebih jauh dari pesisir Ukraina karena mereka tak lagi merasa aman,” kata analis Ukraine National Institute for Strategic Studies, Mykola Bielieskov, kepada BBC, 15 April 2022.

Tampak sebuah kapal penyelamat Rusia yang gagal memadamkan api di Moskva (tertutup asap) (Twitter @OAlexanderDK)

Dari Slava Menjadi Moskva

Moskva (121) sendiri merupakan identitas kedua yang melekat pada kapal perang tersebut. Sebelumnya, kapal itu bernama Slava (126) yang berarti “kejayaan”. Kapal ini merupakan kapal penjelajah kawal rudal pertama kelas-Slava yang lahir dari Project 1164 Atlant Krasina pada pertengahan 1960-an. Project 1164 merupakan salah satu upaya Rusia untuk menangkal ancaman NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) di masa Perang Dingin.

“Pada 1959 (pemimpin Uni Soviet, Nikita) Khrushchev menarik kebijakan AL yang tadinya cenderung membangun kapal-kapal untuk menyerang daratan. Para peneliti dan desainer AL Soviet kemudian ‘menyelamatkan’ situasi tersebut dengan mendesain ulang rudal-rudal di gugus tugas roket menjadi senjata anti-kapal, untuk menghancurkan kapal induk-kapal induk NATO sebelum mereka bisa meluncurkan pesawat-pesawat pembom nuklir yang mengancam Uni Soviet,” tulis sejarawan maritim Kementerian Pertahahanan Inggris Edward Hampshire dalam Soviet Cold War Guided Missile Cruisers.

Baca juga: Enam Tragedi Kapal Selam Rusia

Dari sekian proyek baru yang dibangun AL Soviet, Slava (126) dibuat tak hanya untuk pertahanan anti-kapal selam tapi juga anti-kapal permukaan. Kendati didesain pada 1960-an, pembangunan Slava baru dimulai pada dekade berikutnya.

“Proyek kapal penjelajah kelas-Slava adalah kelanjutan kapal-kapal bersenjata rudal Project 58 dan Project 1134. Project 58 adalah proyek pembangunan kapal penjelajah ringan bersenjata rudal dan Project 1134 mulanya didesain untuk anti-kapal selam NATO,” imbuhnya.

Kapal penjelajah Slava (126) saat bertugas di Laut Hitam pada 1983 (US Navy)

Slava (126) mulai dibangun pada 1976 di galangan kapal Kommunara 61 di Nikolayev, Ukraina. Ia rampung tiga tahun berselang dan mulai bertugas di armada Laut Hitam AL Soviet pada 30 Januari 1983. Dengan diawaki sekira 500 kru, termasuk perwira, kapal tersebut bisa berlayar dengan kecepatan maksimal 32 knot (59 km/jam) dengan dipasok empat penggerak turbin gas COGOG.

“(Slava) didesain untuk ASUW (anti-surface warfare) dan pertahanan udara armada. Kapal kelas-Slava bisa membawa 16 rudal SS-N-12 (P-500 Bazalt) dan ASCM (anti-ship cruise missile), serta 64 rudal misil anti-udara SA-N-6,” ungkap laporan intelijen Kementerian Pertahanan Amerika Serikat dalam Soviet Military Power: An Assessment of the Threat 1988.

Baca juga: Kursk, Kisah Getir di Laut Barents

Slava juga diperkuat 24 mortir anti-kapal selam RBU-6000, 10 torpedo 533 milimeter, satu meriam AK-130, dan enam meriam AK-630. Di bagian buritannya, Slava bisa “menggendong” satu helikopter maritim Kamov Ka-25 atau Ka-27.

Sebagai flagship Armada Laut Hitam, Slava jadi momok bagi NATO dan kebanggaan bagi Soviet. Terlebih ketika dijadikan kapal akomodasi rombongan pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev, kala menghadiri pertemuan bilateral dengan rombongan Presiden Amerika George H.W. Bush, Malta Summit, di lepas pantai Marsaxlokk, Malta, 2-3 Desember 1989.

Tampak TS Maxim Gorky (putih) di pesisir Malta yang diapit Slava (kiri) dan USS Belknap (George H. W. Bush Presidential Library)

Malta Summit jadi salah satu langkah awal rekonsiliasi antara Soviet-Amerika seminggu pasca-runtuhnya Tembok Berlin. Diagendakan, Pertemuan dua hari itu diagendakan berlangsung di kapal Slava dan kapal penjelajah USS Belknap (CG-26) yang menjadi flagship Armada Ke-6 AL Amerika.

“Akan tetapi cuaca buruk memaksa pertemuannya dihelat di kapal pesiar Maxim Gorky yang lebih stabil. Faktanya sangat disayangkan karena sejak hari pertama, di mana cuacanya buruk, kami nyaris bertabrakan dengan Slava yang lepas jangkar berdampingan dengan kami. Beruntung pemikiran cepat para perwiranya menghindarkan musibah tersebut,” kenang Mike Abbott, salah satu kru Belknap dalam bukunya, Starbuster: Memories of a Great U.S. Navy Warship from the Men Who Sailed in Her.

Baca juga: Musibah Kapal Hibah

Kapal pesiar TS Maxim Gorky yang berbobot 25 ribu ton dipilih karena mengikatkan diri tepat di Dermaga Marsaxlokk. Dalam pertemuan itu, Gorbachev didampingi lima pejabat tingginya, termasuk penasihat militer kepresidenan Marsekal Sergei Akhromeyev. Sementara, Presiden Bush didampingi 10 anggota delegasi, di antaranya Menteri Luar Negeri James Baker dan Direktur Bagian Soviet dan Eropa Timur dari Dewan Keamanan Nasional Condoleezza Rice.

Pertemuan itu memang tidak menghasilkan kesepakatan tertulis. Akan tetapi kedua pihak mencapai kesepakatan lisan terkait keamanan di era transisi Perang Dingin tersebut.

“Kami memastikan kepada Presiden Amerika bahwa saya tidak akan memulai perang panas terhadap Amerika,” kata Gorbachev. Presiden Bush pun menimpali, “Kita bisa menyadari sebuah hubungan kerjasama dari sebuah perdamaian yang abadi. Itulah yang akan jadi masa depan, di mana Ketua (Partai) Gorbachev dan saya memulainya di sini, di Malta.”

Kolase pertemuan Mikhail Sergeyevich Gorbachev dengan Presiden George Herbert Walker Bush di kapal Maxim Gorky (George H. W. Bush Presidential Library)

Pada Desember 1990, Slava beberapakali balik “kandang” ke Galangan Nikolayev untuk perbaikan, yakni pada 1993, 1995, dan 1998. Ia baru kembali bertugas sebagai flagship Armada Laut Hitam pada April 2000. Saat itulah namanya diubah menjadi Moskva (121), merujuk nama ibukota Rusia.

Lamanya waktu perbaikan dan overhaul disebabkan oleh keterbatasan dana yang jadi dampak runtuhnya Uni Soviet. Terlebih kapal itu butuh peremajaan dan modernisasi di berbagai aspek: persenjataan, radar, sonar, dan sistem komunikasinya.

Baca juga: Upaya Perdamaian Amerika-Rusia di Helsinki

Setelah terlibat patroli di Laut Hitam dan latihan bersama dengan AL negara sahabat, Moskva mengecap pengalaman tempur pertamanya pada Agustus 2008 sebagai penyokong invasi Rusia ke Georgia. Beberapa kali Moskva yang melakukan blokade laut, terlibat konfrontasi dengan kapal-kapal patroli AL Georgia.

“Armada Laut Hitam Rusia, dipimpin Moskva dan kapal perusak Smetlivy, mendukung batalyon infantri AL yang menginfiltrasi dengan tiga kapal pendarat di pesisir Abkhazia,” ungkap sejarawan militer Inggris Mayjen (Purn.) Mungo Melvin dalam Sevastopol’s Wars: Crimea from Potemkin to Putin.

Upaya pendaratan pada 10 Agustus 2008 itu segera “dilabrak” sejumlah kapal patroli Georgia. Meski kalah jumlah, tambah Melvin, salah satu kapal patroli Georgia sempat menghantamkan satu rudalnya ke Moskva meski ia tak tenggelam. Serangan itu memicu keberingasan armada Rusia yang menyerang balik dan menenggelamkan kapal patroli Georgia Georgiy Toreli, sebelum akhirnya merebut Pelabuhan Poti dan menghancurkan semua kapal patroli Georgia yang tersisa.

Baca juga: Petualangan Evertsen, dari Arktik hingga Arafura

Setelah kembali diperbaiki setahun pasca-invasi ke Georgia, Moskva bertugas lagi untuk memblokade AL Ukraina di Danau Donuzlav dan Laut Mediterania pada 2014. Setahun berselang, setelah dipasok senjata tambahan rudal anti-udara S-300F, Moskva mendukung kampanye Rusia di Suriah.

Tugas terakhirnya sebelum tenggelam yakni turut serta dalam serangan ke Pulau Zmiinyi pada Februari 2022. Ia dibantu kapal patroli Vasily Bykov. Sebelum melancarkan serangan, awak Moskva mengeluarkan ultimatum via radio kepada garnisun Ukraina agar menyerahkan diri. Bukannya menyerah, garnisun Ukraina itu malah meledek: “Kepada kapal perang Rusia, persetan dengan kalian!”

Setelah pasukan Rusia didaratkan di pulau itu, praktis 13 prajurit di garnisun itu tak berdaya. Beberapa kapal kecil sipil Ukraina sempat berupaya mengevakuasi ke-13 prajurit itu tapi keburu dicegat. Sementara para pelaut sipil Ukraina dibebaskan, ke-13 prajurit Ukraina ditawan Rusia.

Moskva (atas) dan Vasily Bykov yang menyerang Pulau Zmiinyi pada Februari 2022 (mil.ru)

TAG

rusia ukraina kapal tenggelam kapal perang

ARTIKEL TERKAIT

Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Waktu Punya Tupolev, Angkatan Udara Indonesia Kuat Getirnya Tragedi di Stadion Luzhniki Di Balik Warna Merah dan Istilah Kiri Kisah Tank Leopard Sebelum Tank Leopard 2 Parade Kemenangan Perang di Lapangan Merah Darah Turki Perdana Menteri Inggris Boris Johnson Kiprah Putin di KGB Aceh, Turki, dan Rusia Standar Ganda FIFA terhadap Israel dan Rusia?