Prahara Kharkiv
Prahara Kota Kharkiv usai diserang Rusia. Kota plural yang berkembang pesat itu empat kali hancur pada Perang Dunia II.
NEGOSIASI pertama antara delegasi Ukraina dan Rusia di wilayah Gomel, Belarusia pada Senin (28/2/2022) waktu setempat belum menampakkan perdamaian konkret. Bahkan selama pembicaraan hingga berakhirnya negosiasi berdurasi lima jam itu, mesin-mesin perang Rusia tetap bergulir. Tak hanya mendekati ibukota Kyiv, mesin-mesin perang itu bahkan membombardir Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina.
Kharkiv jadi kota terparah yang diserang roket-roket Rusia yang juga menghantam area-area pemukiman. Hal itu disesali Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
“(Serangan) ini jelas kejahatan perang. Karkhiv adalah kota yang damai dengan sejumlah area pemukiman yang damai pula, tidak ada fasilitas militer. Lusinan pernyataan saksi mata membuktikan ini bukan kekeliruan sasaran tapi kesengajaan untuk menghancurkan rakyat. Ini melanggar semua konvensi internasional. Sebuah persidangan internasional mesti dibentuk untuk menyelidiki kejahatan ini,” imbuhnya, dikutip Anadolu Agency, Rabu (1/3/2022).
Baca juga: Serba-serbi Chernobyl yang Diserang Rusia
Serangan-serangan roket Rusia itu jadi salah satu cara untuk merebut Kharkiv yang masih dipertahankan mati-matian oleh pasukan Ukraina. Namun, serangan itu mengakibatkan sejumlah warga sipil jadi korban. Hingga tulisan ini diturunkan, tercatat setidaknya sembilan warga sipil tewas dan 37 lainnya terluka kala roket-roket BM-21 “Grad” Rusia menghancurkan gedung-gedung sekolah, kompleks pemerintahan, dan apartemen.
“Hari ini kami mengalami hari yang sulit. (Serangan) ini menunjukkan bahwa ini bukanlah sekadar perang tapi pembantaian terhadap rakyat Ukraina. Roket-roket menghancurkan gedung-gedung pemukiman, menewaskan dan melukai warga sipil Kharkiv yang sudah sangat lama tak melihat kehancuran seperti ini,” ungkap Walikota Kharkiv Ihor Terekhov via Telegram, dikutip The Guardian, Rabu (1/3/2022).
Baca juga: Perang dan Pandemi
Empat Pertempuran Sengit
Kharkiv, kota berpenduduk 1,4 orang yang mayoritas berbahasa Rusia, sejak pecahnya Uni Soviet berinduk pada Kharkiv Oblast. Ia berkembang berkat pesatnya pertumbuhan industri keuangan, sains, perdagangan, dan teknologi informasi.
Kota plural dengan sejumlah katedral Kristen Ortodoks, sinagoga tua, dan masjid yang dirawat baik pemerintah kotanya itu sayangnya sejak hari-hari terakhir Februari hingga permulaan Maret 2022 ini harus mengalami kehancuran. Kehancuran ini baru terjadi lagi sejak Perang Dunia II, di mana Kharkiv empat kali jadi medan pertempuran sengit tantara Tentara Merah dan Nazi Jerman.
Noktah hitam pernah mewarnai sejarah Kharkiv pada masa Perang Dunia II. Sejumlah perwira Polandia yang ditawan kala itu dibantai April-Mei 1940.
“Selama April dan Mei 1940 sekitar 3.900 tawanan Polandia dari Kamp Starobelsk dieksekusi di gedung NKVD Kharkiv, kemudian diam-diam dikubur di Hutan Pyatykhatky (bagian dari Hutan Katyn) di luar Kharkiv. Situs yang sama di mana para pekerja seni Ukraina ditahan dan ditembak selama pembersihan (Josef) Stalin 1937-1938,” ungkap Benjamin B. Fischer dalam jurnalnya “The Katyn Controversy: Stalin’s Killing Field” yang termaktub dalam Studies in Intelligence.
Baca juga: Alarm Perang Dunia Ketiga
Ketika Operasi Barbarossa dilancarkan Hitler pada 22 Juni-5 Desember 1941, Kharkiv direbut LV Armeekorps (Korps Angkatan Darat ke-55) pimpinan Jenderal Erwin Vierow lewat Pertempuran Kharkiv I, 20-24 Oktober 1941. Dalam pertempuran empat hari itu, pertahanan kota yang dikawal Divisi Senapan ke-216 Tentara Merah kocar-kacir.
“Saat pendudukan, pada 14 Desember Stadtkommandant memerintahkan populasi Yahudi dikumpulkan di pabrik traktor. Dalam dua hari 20 ribu Yahudi terkumpul. (Pasukan SS/Schutzstaffel) Sonderkommando 4a, unit Einsatzgruppe C pimpinan Standartenführer Paul Blobel mulai menembaki mereka hingga pada Januari diganti metode gas di mobil van. Sementara sampai Januari 1942 sekitar 300 ribu populasi yang tersisa berada di ambang kematian karena kelaparan di musim dingin,” singkap Karel Margry dalam Kharkov, After the Battle.
Sejumlah arsitektur bersejarah pun ikut hancur akibat serangan tersebut. Lebih memprihatinkan, banyak benda bersejarah dijarah. Sastrawan Aleksey Tolstoy sampai menyetarakan Kharkiv dengan kehancuran Romawi pada abad kelima.
“Saya melihat Kharkov…Roma mungkin terlihat seperti ini ketika bangsa Jerman barbar datang pada abad kelima. Kota yang menjadi satu kuburan besar. Ribuan orang tewas karena kelaparan pada musim dingin 1941-1942, mayoritas kaum intelektual,” sebut Tolstoy.
Stalin berinisiatif merebut kembali Kharkiv dari tangan Hitler. Dia lalu menggulirkan Pertempuran Kharkiv II (12-28 Mei 1942). Stalin berharap kegemilangan Tentara Merah di Pertempuran Moskow (2 Oktober 1941-7 Januari 1942) bisa menular ke Kharkiv.
Tugas merebut itu jatuh ke pundak Marsekal Semyon Timoshenko. Veteran Perang Dunia I tersebut diberikan 765 ribu personil yang terbagi di unit AD ke-6, AD ke-21, AD ke-28, AD ke-38, ditambah Korps Tank ke-23, Korps Kavaleri ke-5, dan Divisi Senapan ke-270.
Kubu Jerman sudah mencium gelagat Kharkiv bakal diserang lagi. Oleh karenanya Grup AD Selatan mengonsolidasi diri dengan menunjuk Generaldfeldmarschall Fedor von Bock sebagai panglima anyar menggantikan Generaldfeldmarschall Walter von Reichenau sejak Januari 1942.
Untuk menangkal serangan Tentara Merah, Von Bock merancang counteroffensive dengan Operasi Fredericus. Taktik ini hanya memanfaatkan sisa pasukan AD ke-6 yang kekuatannya hanya setengah pasukan Timoshenko.
Tembakan pertama Pertempuran Kharkiv II meletus pada pukul 6.30 pagi tanggal 12 Mei. Pasukan Jerman yang dijepit dari dua arah, Volchanks dan Barvenkovo, mampu bertahan berkat bantuan Korps ke-8 Luftwaffe (AU Jerman) pimpinan Generaldfeldmarschall Wolfram von Richtofen yang –masih sepupu ace legendaris Jerman berjuluk “Si Baron Merah” Manfred von Richthofen– berbasis di Krimea.
Alutsista udara Jerman yang masih superior nyatanya krusial membalikkan posisi Tentara Merah dari pihak ofensif menjadi pihak defensif. Panser-panser Jerman dengan mudah menembus garis-garis pertahanan Tentara Merah pada 17-18 Mei, hingga kemudian memaksa Timoshenko memberi perintah mundur pada 22 Mei.
Baca juga: Horor Warsawa dari Mata Lensa Pewarta
Enam hari berselang, sejumlah kantong pertahanan Tentara Merah yang terkepung mulai menyerahkan diri. Mengutip Joel Hayward dalam Stopped at Stalingrad: The Luftwaffe and Hitler’s Defeat in the East, korban di pihak Soviet sekira 75 ribu dan 239 ribu lainnya tertawan. Adapun Jerman kehilangan sekitar 20 ribu prajuritnya.
Lantaran Kharkiv tetap dalam cengkeraman Jerman hingga setahun berselang, Soviet kembali berhasrat untuk merebutnya. Tentara Merah lalu melancarkan Operasi Zvezda untuk –merebut Kharkiv dan Kursk– adu kekuatan lagi dengan Jerman dalam Pertempuran Kharkiv III (19 Februari-15 Maret 1943).
Stalin mempercayakan tampuk kepemimpinan Operasi Zvezda pada Jenderal Max Reyter dan Filipp Golikov. Total kekuatan Front Sentral Tentara Merah mencapai 500 ribu personil. Jumlah itu terbagi dalam 15 unit AD baik tank maupun infantri, di mana 346 ribu di antaranya dikerahkan untuk merebut Kharkiv.
Pertahanan Jerman di Kharkiv bergantung pada Generalfeldmarschall Erich von Manstein yang memegang kekuatan 70 ribu personil, meliputi unit lapis baja AD Panser ke-1, AD Panser ke-4, serta dua divisi luftflotte atau armada AU Jerman. Seiring jalannya pertempuran, pada akhir Februari 1943 kubu Jerman mendapat tambahan sekira 200 ribu personil.
Baca juga: Neraka Hitler di Stalingrad
Dalam pertempuran sengit selama hampir sebulan, Soviet kembali harus membayar mahal. Menurut sejarawan Bevin Alexander dalam How Hitler Could Have Won World War II: The Fatal Errors that Led to Nazi Defeat, selain gagal merebut Kharkiv, Stalin kehilangan 45 ribu serdadunya yang tewas maupun hilang. Sedangkan Hitler menderita kerugian 4.500 pasukan SS-nya tewas maupun hilang.
“Tetapi (Pertempuran Kharkiv III) itu kemudian jadi kemenangan besar Hitler terakhir di front timur,” tulis Alexander.
Pada 1943, situasi perang mulai berbalik mengarah ke tanah Jerman. Kharkiv baru benar-benar bisa direbut Stalin lewat Pertempuran Kharkiv IV yang jadi bagian dari kampanye ofensif Belgorod-Kharkiv pada 3-23 Agustus 1943.
Lewat Operasi Polkovodets Rumyantsev, pasukan Tentara Merah di bawah Marsekal Ivan Konev datang dengan kekuatan sekira 1,1 juta personil dan 2.418 tank. Kekuatan ini tentu bukan lawan bagi Von Manstein yang hanya punya 200 ribu prajurit dan sisa 237 tank. “Badai” Tentara Merah pun menghampiri pasukan-pasukan Jerman walau harus melalui pertempuran sengit.
“Jenderal Werner Kempf, kolega Manstein sempat mengusulkan segenap pasukan Jerman mundur dari Kharkiv pada 12 Agustus. Manstein tidak keberatan tapi Hitler menampik dengan perintah agar kota (Kharkiv) dipertahankan dengan segala daya dan upaya. Setelah memprediksi Kharkiv akan bernasib seperti Stalingrad, Kempf malah dibebastugaskan untuk digantikan Jenderal Otto Wöhler,” ungkap Earl F. Ziemke dalam Stalingrad to Berlin: The German Defeat in the East.
Baca juga: Bencana di Danau Ladoga
Pada 22 Agustus, Manstein terpaksa mengabaikan perintah Hitler agar sisa-sisa pasukan AD ke-57 dan ke-69 bisa mundur dari kota Kharkiv. Tepat pada 23 Agustus 1943 pukul dua dini hari, pasukan Divisi Senapan ke-183 dan ke-89 Tentara Merah resmi merebut Kharkiv dan membentangkan bendera merah di Alun-Alun Dzerzhinsky.
“Kerugian dari operasi ini sulit dipastikan karena besarnya angka perpindahan pasukan maupun status prajurit yang hilang. Korban pihak Soviet di kampanye Belgorod-Kharkov setidaknya mencapai 71.611 dan 183 ribu terluka. Personil Jerman kehilangan setidaknya 10 ribu jiwa tewas dan hilang, serta 20 ribu terluka,” tandas Jonathan Glantz dan David House dalam When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler.
Jumlah itu belum termasuk catatan korban sipil. Michael S. Bryant dalam Nazi Crimes and Their Punishment: 1943-1950 menyebut korban sipil di Kharkiv yang tak sempat mengevakuasi diri ke arah timur mencapai 30 ribu. Mereka tewas akibat terjebak dalam baku tembak, dieksekusi, atau mati kelaparan.
“Selama pendudukan sementara kota Kharkov dan provinsi Kharkov, para penyerbu fasis-Jerman telah menembak, menggantung, membakar hidup-hidup dan meracun dengan gas karbon monoksida sebanyak 30 ribu warga tak berdosa, termasuk perempuan, lansia, dan anak-anak,” tulis Bryant.
Mayoritas yang dieksekusi adalah orang Yahudi. Mereka dibunuh dengan gas maupun dilempar ke jurang-jurang yang terdapat dekat kota Kharkiv.
Laman Yad Vashem mencatat, pada 1930-an, populasi Yahudi di Kharkiv mencapai 130 ribu jiwa. Pada 1941, sebelum pendudukan Jerman, sekira 100 ribu Yahudi sudah mengungsi ke kota-kota di timur yang masih dikuasai Uni Soviet. Sekira 20 ribu yang tersisa bersama 10 ribu warga minoritas Ukraina lain jadi korban holocaust maupun tewas kelaparan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar