Badai Tentara Merah Menyapu Pasukan Baja Jerman
Petaka pasukan baja Jerman di gerbang kota Moskow. Dihempas cuaca beku dan gelombang jutaan Tentara Merah.
SEMALAMAN Heinz Otto Fausten berjuang mati-matian melawan cuaca minus 30 derajat Celcius yang membekukan tubuh di tengah Operasi Barbarossa (invasi Jerman Nazi atas Uni Soviet). Bersama beberapa rekannya di batalyon intai panzergrenadier Divisi Lapis Baja ke-7, Fausten berdiam di sebuah kantung pertahanan di tepi barat stasiun dan Kanal Moskow-Volga. Titik itu merupakan posisi terdekat pasukan Jerman dari gerbang barat kota Moskow yang berjarak 30 kilometer dari Kremlin, pusat pemerintahan komunis Uni Soviet.
Fausten berharap pagi 5 Desember 1941 membawakan sedikit kehangatan dari sinar mentari. Namun apa lacur, mata prajurit panzergrenadier (infantri mekanis) Jerman itu justru melihat gelombang manusia dari pihak musuh.
“Kanal Moskow-Volga terhampar di hadapan kami dan di seberang tepiannya, terdapat gelombang pasukan Rusia yang tiba-tiba datang. Banyaknya jumlah mereka membuat kami tak bisa berkata-kata. Barisan mereka bergerak tanpa ujung, serdadu yang naik ski dengan mantel putih mereka. Ada juga barisan tank dan unit-unit artileri serta kendaraan tempur lain yang tak terhingga jumlahnya. Dari mana datangnya mereka?” kenang Fausten dikutip David Stahel dalam The Battle for Moscow.
Baca juga: Horor Warsawa dari Lensa Pewarta
Pagi itu jadi penanda berakhirnya laju ofensif Jerman sekaligus menutup buku Operasi Barbarossa. Itu juga jadi penanda titik balik pertama dalam Pertempuran Moskow. Sebelumnya, Soviet acap jadi pihak yang bertahan.
Gelombang Tentara Merah yang dilihat Fausten tak lain adalah lima divisi pasukan gelombang pertama Angkatan Darat (AD) ke-31 di bawah Kolonel Jenderal Ivan Konev yang berbasis di Front Kalinin. Gelombang kedua menyusul menjelang siang, memukul AD ke-9 Jerman di timur Kalinin.
Jumlah itu baru sebagian kecil dari kekuatan Tentara Merah yang melancarkan serangan balik kolosal keesokannya, 6 Desember 1941, lewat Front Barat dan Front Barat Daya. Untuk memukul balik Jerman sekaligus menamatkan ofensif Barbarossa, Panglima Front Barat Soviet Marsekal Georgy Zhukov punya modal besar berupa 1,2 juta personil segar dari Siberia yang tersebar di 58 divisi infantri, 1.700 tank, dan 1.500 pesawat.
Baca juga: Neraka Hitler di Stalingrad
Rencana serangan balik itu sudah dipersiapkan Marsekal Zhukov sejak akhir November. Setelah beberapakali bersurat dan mengontak Stalin via telepon, Zhukov bisa meyakinkan Stalin untuk memberikan puluhan divisi segar dari Siberia yang sebelumnya jadi barisan cadangan di bawah wewenang Stavka atau dewan tertinggi militer Soviet.
“Tetapi apakah Anda yakin musuh telah mencapai situasi kritis dan mereka takkan punya kemampuan mengeluarkan kekuatan baru untuk melanjutkan ofensif?” tanya Stalin kepada Zhukov via telepon, dikutip Otto Preston Chaney dalam Zhukov: Revised Edition.
Zhukov memaparkan lebih dalam bahwa Heeresgruppe Mitte (Grup AD Tengah) Jerman di bawah Generalfeldmarschall Fedor von Bock sudah kewalahan akibat cuaca yang membekukan. Kalaupun masih ada serangan, itu berasal dari sisa unit-unit Jerman dan bukan pasukan baru dari barat. Untuk menyapu pasukan Jerman yang kelelahan itu, Zhukov butuh pasukan baru yang lebih segar.
Kekacauan Pasukan Jerman
Sedianya Marsekal Bock hendak melanjutkan ofensif lewat Operasi Tyhpoon yang tertunda pada 6 Desember. Itu dia rencanakan tiga hari sebelumnya dengan bekal pasukan yang ada tanpa tambahan bantuan dari Adolf Hitler. Namun melihat situasi serangan balik Tentara Merah, pada 5 Desember malam Von Bock mengirim kabel ke Berlin bahwa Operasi Typhoon sudah berakhir.
Pesan Bock ke Berlin diterima Kepala Staf Komando Tertinggi (OKH) AD Jerman Kolonel Jenderal Franz Halder. Bunyinya, sebagaimana dikutip Stahel, “Tidak ada lagi kekuatan (ofensif). Serangan besok oleh Grup Lapis Baja ke-4 mustahil dilancarkan. Terkait penarikan mundur yang dibutuhkan akan dilaporkan lagi esok hari.”
Pada 5 Desember malam hingga menjelang 6 Desember dini hari itu Marsekal Bock juga mengizinkan Grup Lapis Baja ke-2 pimpinan jago tank termasyhur Jenderal Heinz Guderian untuk mundur dari garis selatan dekat kota Tula. Juga AD ke-2 yang diperintahkannya untuk mundur sejauh 50 kilometer dari Kursk untuk konsolidasi.
Hampir semua pasukan baja di bawah Marsekal Bock mundur dari garis terdepan masing-masing demi mencegah pengepungan dan kehancuran total. Mulai dini hari 7 Desember 1941, inisiatif ofensif sudah resmi direbut Tentara Merah.
Baca juga: Dari Mława hingga Benteng Modlin
Sementara, sejak 6 Desember Hitler yang menerima laporan di markasnya di Wolffschanze, Polandia, tak terima alasan para perwira OKH yang merestui langkah mundur Marsekal Bock. Ia bersikeras setiap kubu terdepan dipertahankan sampai prajurit dan peluru terakhir.
“Fuhrer, seperti biasanya, mulai bermonolog tanpa akhir. Tak percaya akan pasukan segar Rusia, menganggap itu hanya gertakan belaka, berasumsi bahwa yang menyerang balik hanyalah pasukan cadangan terakhir,” kenang Mayor Gerhard Engel, ajudan Hitler, sebagaimana dikutpi Evan Mawdsley dalam December 1941: Twelve Days that Began a World War.
Namun, Hitler akhirnya mau berkompromi. Pada 8 Desember 1941 ia mengeluarkan Instruksi No. 39. Menurut George E. Blau dalam The German Campaign in Russia: Planning and Operations, 1940-1042, isinya: semua pasukan Jerman di front Rusia untuk berada dalam status defensif, bukan untuk menarik mundur secara besar-besaran.
Poin-poinnya, disebutkan Blau antara lain, Grup AD Tengah hanya menarik mundur beberapa divisi mekanis untuk dikonsolidasikan lagi, mempertahankan beberapa fasilitas di garis belakang dan jalur komunikasi, Grup AD Selatan agar membuat kubu pertahanan terkuat dengan merebut Sevastopol, dan Grup AD Utara agar menunggu kedatangan pasukan bantuan.
Baca juga: Blitzkrieg, Serbuan Kilat ala Nazi
Namun instruksi itu datang terlambat. Di berbagai kubu, pertahanan Jerman kian hari kian payah. Di hari yang sama dengan datangnya instruksi Hitler, pasukan baja Jenderal Guderian makin terdesak diserang dari tiga jurusan oleh AD ke-10 dan AD ke-50 Soviet di kota Tula. Ia menyesalkan keputusan OKH sebelumnya yang tak berdasarkan kenyataan di lapangan.
“Saya tak pernah bisa percaya bahwa sebuah posisi militer yang amat brilian bisa dihancurkan hanya dalam dua bulan. Jika sebuah keputusan bisa diambil dalam waktu yang tepat untuk memencarkan kekuatan dan menahan diri di sepanjang musim dingin demi bisa beradaptasi lebih dulu, kami takkan berada dalam bahaya seperti sekarang,” tulis Guderian dalam suratnya tertanggal 8 Desember, dikutip Mawdsley.
Yang lebih disesalkan Marsekal Bock adalah penolakan OKH terhadap permintaan pasukan bantuan segar dari Prusia Timur. OKH hanya mengizinkan Bock mundur hingga Sungai Oka pada 14 Desember. Namun karena keputusan OKH tak seizin Hitler, sang diktator justru membatalkan arahan mundur itu.
Akhir Pertempuran Moskow
Tentara Merah kian hari kian sukses mendesak Jerman mundur dari Moskow dan kota-kota penyangganya dengan serangan baliknya. “Sejak 6 Desember 1941, pasukan di front terdepan di hadapan musuh yang kelelahan, terus-menerus melancarkan serangan balik menentukan terhadap pasukan-pasukan sayap musuh. Hasilnya musuh terus mundur, meninggalkan persenjataannya dengan kekalahan besar,” kata Marsekal Zhukov dalam laporannya kepada Stalin, dikutip Chaney.
Memasuki 16 Desember, Tentara Merah mampu membersihkan kota Kalinin, Klin, dan Yelets dari sisa-sisa pasukan Jerman. Saat Natal 25 Desember 1941, mereka bahkan bisa mengepung pasukan baja Guderian di Chern meski Guderian sendiri bisa meloloskan diri ke garis pertahanan Sushka-Oka.
Baca juga: Aliansi Amerika-Jerman di Pertempuran Kastil Itter
Pasukan Jerman tak hanya kepayahan namun juga kondisi morilnya menurun drastis. Terlebih setelah banyak pergantian kepemimpinan.
Di tanggal 25 Desember itu pula Hitler membebastugaskan para perwira lapangan yang menurutnya tak becus. Selain Marsekal Bock, yang dibebastugaskan Hitler yakni Jenderal Erich Hoepner (Panglima Grup Lapis Baja ke-4) dan Guderian. Hitler juga memecat Panglima Tertinggi AD Jerman Generalfeldmarschall Walther von Brauchitsch dan wewenang atas pasukan di Rusia dipegang Hitler sendiri.
Baca juga: Vasily dan Tradisi Sniper Rusia
Keputusan Hitler itu menambah panjang daftar blundernya. Menurut Marsekal Bock, ketidakbecusan itu sudah terjadi sejak musim panas 1941 dengan pengalihan tujuan Operasi Barbarossa dari Moskow ke ke Leningrad di utara dan Kiev di selatan. Akibatnya, peluang menang lewat Blitzkrieg di musim panas terbuang percuma.
“Sekian lama saya meminta otoritas OKH untuk langsung menyerang musuh ketika masih lemah. Kita bisa saja mengakhiri perlawanan musuh musim panas lalu. Agustus lalu jalan menuju Moskow masih terbuka; kita bisa masuk ke ibukota Bolshevik dengan kemenangan dinaungi cuaca musim panas. Kepemimpinan tinggi militer membuat kesalahan besar saat memaksa Grup AD mengadopsi posisi bertahan Agustus lalu. Sekarang kita harus membayar kesalahan itu,” tulis Marsekal Bock di buku hariannya, dikutip Alfred W. Turney dalam Disaster at Moscow: von Bock’s Campaign 1941-1942.
Hitler akhirnya harus kehilangan muka di front timur, terutama kegagalannya merebut Moskow. Per 7 Januari 1942, Pertempuran Moskow berakhir dengan kemenangan besar Tentara Merah. Operasi Barbarossa pun musnah.
Pertempuran Moskow berakhir setelah Zhukov menghentikan sementara ofensif terus-menerus sebulan penuh. Alasannya, makin mendesak posisi-posisi Jerman dengan garis ofensif yang makin melebar, makin tipis pula garis terdepan Soviet. Zhukov khawatir garis itu terputus jika sewaktu-waktu Jerman berinisiatif menyerang balik. Toh maksudnya untuk mengamankan Moskow sudah tercapai dengan memukul mundur Jerman hingga 160 kilometer dari barat ibukota. Selain itu, 58 divisi Tentara Merah butuh sedikit istirahat untuk melanjutkan gerak majunya menuju Warsawa dan Berlin.
Baca juga: Texel, Palagan Terakhir di Eropa
Zhukov akhirnya bisa terlelap setelah berhari-hari terjaga hanya dengan terus-menerus menenggak kopi. Telepon dari Stalin pun tak bisa membangunkannya.
“Kita tak bisa membangunkannya. Biarkan ia terlelap,” kata Stalin kepada salah satu staf Zhukov di sambungan telepon, dikutip Chris Bellamy dalam Absolute War: Soviet Russia in the Second World War.
Meskipun keinginan Stalin menghancurkan total Grup AD Tengah Jerman tak tercapai, baginya melihat Moskow aman dari ancaman Jerman sudah lebih dari cukup. Untuk itu Tentara Merah membayar mahal serangan baliknya dengan kehilangan hampir 139 ribu serdadunya yang tewas. Sementara, Jerman kehilangan lebih dari 60 ribu prajuritnya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar