Nanggala dalam Armada Indonesia
Dua kapal selam Indonesia yang sama-sama menyandang nama senjata pamungkas Prabu Baladewa. Keduanya berakhir nahas.
KAPAL selam TNI AL KRI Nanggala (402) dilaporkan hilang kontak saat melakoni gladi resik latihan di perairan utara Pulau Bali, Rabu (21/4/2021) pagi. Segenap upaya pencarian dilakoni TNI AL, termasuk dengan menurunkan tim penyelam.
Mengutip Kumparan, Rabu (21/4/2021), Kadispenal Laksma Julius Widjojono menyebutkan bahwa Nanggala yang dikomandani Letkol Laut Heri Oktavian mulanya akan turut serta dalam agenda latihan TNI AL pada Kamis (22/4/2021). Nanggala akan melakoni demonstrasi penembakan torpedo di siang harinya.
“Setidaknya terdapat 53 awak di dalam kapal selam tersebut. Sampai saat ini tim masih mencari keberadaan awak kapal selam. Akan tetapi titik koordinat hilangnya kapal selam telah ditemukan di 95 kilometer dari utara Pulau Bali. Dua kapal selam telah diturunkan melakukan pencarian,” ungkap Laksma Julius.
Nanggala Kedua
Nanggala merupakan kapal selam bertenaga listrik yang dipasok mesin diesel buatan Jerman. Mengutip Jane’s Fighting Ships: 2009-2010, Nanggala (402) merupakan satu dari dua kapal selam kelas Cakra pesanan TNI AL.
Alutsista ini dikembangkan desainer Ulrich Gabler dari Ingenieur Kontor Lübeck pada awal 1970-an sebagai kapal selam Type 209. Gabler mendesainnya bertolak dari desain kapal selam sebelumnya, Type 206. Bedanya, Type 209 dilengkapi beberapa perangkat terbaru, salah satunya adalah baterai berkapasitas tinggi GRP dan baterai pendingin Wilhelm Hagen AG.
Baca juga: Musibah Kapal Hibah TNI AL
Di masanya, Type 209 jadi salah satu kapal selam paling laris dioperasikan di dunia. Uniknya, AL Jerman sendiri tak punya satu pun lantaran pembatasan militernya pasca-Perang Dunia II. Sebelum Indonesia, kapal selam Type 209 lebih dulu dimiliki Argentina, Brasil, Cile, Kolombia, Ekuador, Mesir, Yunani, dan India.
“Type 209 adalah kapal selam paling sukses diekspor dari Eropa Barat, walau tak dioperasikan di armada Jerman. Desainnya berdasarkan kapal selam Jerman sebelumnya (Type 206) dengan beberapa komponen yang lebih andal. Type 209 punya layout yang lebih baik dari ruang torpedo sampai kompartemen-kompartemen mesin. Baterai berkapasitas tingginya membolehkan Type 209 punya jarak jelajah dan kecepatan menyelam lebih baik,” ungkap Paul E. Fontenoy dalam Submarines: An Illustrated History of Their Impact.
Baca juga: Enam Tragedi Kapal Selam Rusia
Nanggala (402) dipesan bersamaan dengan Cakra (401) oleh Indonesia pada 2 April 1977. Pembangunannya dipercayakan kepada Howaldtswerke-Deutsche Werft di Kiel, Jerman Barat. Pada 10 September 1980, pembangunannya rampung. Nanggala dan Cakra dikirimkan ke tanah air pada 6 Juli 1981 dan resmi dioperasikan TNI AL pada 21 Oktober 1981.
Nanggala punya spesifikasi panjang 59,5 meter dan lebar 6,2 meter serta bobot 1.285 ton saat di permukaan dan 1.390 ton kala menyelam. Dipasok empat mesin diesel MTU yang masing-masing berkekuatan 2.400 tenaga kuda, Nanggala bisa dipacu dalam kecepatan maksimal 11 knot di permukaan dan 21,5 knot saat menyelam. Dilengkapi empat mesin alternator Siemens yang menopang empat mesin diesel di atas, Nanggala punya daya jelajah hingga 8.200 mil laut dan berlayar nonstop selama 50 hari sebelum re-supply.
Sistem radar Thomson-CSF dan sonar Atlas Elektronik CSU 3-2 jadi mata dan telinganya untuk mencari dan menghindari musuh. Jika terpaksa bertempur, Nanggala siap dengan delapan tabung torpedo kaliber 21 inci.
Dalam peresmiannya oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab Jenderal M. Jusuf pada 21 Oktober 1981, kapal selam 402 itu diberi nama “Nanggala” sebagaimana sebutan senjata sakti milik Prabu Baladewa dalam kisah pewayangan Jawa. Senjata tersebut berbentuk tongkat sependek lengan orang dewasa yang selalu disandang saudara kandung Prabu Kresna.
“Yang luar biasa dari tongkat (Nanggala) ini adalah, berpadu dengan kesaktian Baladewa dengan genggamannya, bisa mengeluarkan sinar berbentuk ular naga. Sinar ular naga yang dapat menjulur sangat panjang dan memagut apa saja sesuai kehendak tuannya, Prabu Baladewa. Setiap benda apa saja yang dipagut sinar naga ini serta merta bisa berkeping-keping hancur. Sedangkan bila mengenai manusia, dalam sekejap bisa terbakar menyala dan langsung jadi abu,” tulis Pitoyo Amrih dalam Baratayuda: Kisah Kabut Merah di Atas Tanah Bersimbah.
Sebelum dilaporkan hilang kemarin, Nanggala sudah pernah beberapakali overhaul. Sekali di Kiel pada 1989 dan tiga kali (2004, 2006, dan 2009) di Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME), Korea Selatan. Pada perbaikan terakhirnya (2009), Nanggala dimodernisasi perangkat sonarnya dari Atlas Elektronik ke sistem sonar LOPAS 8300.
Nanggala dari Orde Lama
Namun, Nanggala (402) yang hilang kontak di perairan Bali itu faktanya merupakan kapal selam kedua TNI AL yang dinamakan dengan senjata mitos pewayangan itu. Di masa Orde Lama, ALRI punya satu kapal selam Nanggala pula. Kapal selam itu buatan Uni Soviet dan didapat Indonesia pada 1959 dari tangan ketiga, Polandia.
Nanggala itu kelas Whiskey yang merupakan kelanjutan program pengembangan kapal selam Soviet setelah kapal selam kelas S pada 1946. Cetak biru kapal selam kelas Whiskey ini sangat dipengaruhi kapal selam canggih Jerman Nazi Type XXI Elektroboot. Selain dioperasikan AL Soviet, kapal selam kelas Whiskey juga dijadikan andalan negara-negara Pakta Warsawa, termasuk Polandia yang menjual dua miliknya ke Indonesia pada September 1959.
“Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang mengoperasikan kapal selam dengan dua kapal selam kelas Whiskey yang dibeli dari Uni Soviet melalui Polandia pada 1959, RI Tjakra (S-01) dan RI Nanggala (S-02). Baru pada 1962 sepuluh kapal selam kelas Whiskey menyusul seiring modernisasi TNI AL sepanjang 1950-an sampai 1960-an,” ungkap Collin Koh Swee Lean dalam Naval Modernisation in Southeast Asia, Part Two.
RI Nanggala (S-02) dengan panjang 76 meter dan lebar 6,3 meter mampu berlayar dengan kecepatan 18,25 knot di permukaan dan 13,1 knot di bawah permukaan dengan ditenagai dua mesin diesel listrik. Kelengkapan tempur Nanggala dilengkapi enam tabung torpedo 21 inci, satu meriam AA 25 mm, serta sepasang meriam AA 57 mm.
Dalam catatan operasinya, Nanggala jadi bagian dari Komando Depan Al Mandala (KOPANALA) dalam rangka konflik Irian Barat dengan Belanda. Pada 1972, seiring penyingkiran alutsista-alutsista buatan Uni Soviet di Indonesia, Nanggala dipensiunkan lalu dibesituakan. Yang tersisa hanya kapal selam sejenis, yakni RI Pasopati, yang kemudian dijadikan museum di Surabaya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar