Masuk Daftar
My Getplus

Keringat dan Air Mata King Richard

Kebintangan Venus dan Serena Williams di dunia tenis tak lepas dari perjuangan ayahnya. Kisahnya diangkat ke layar lebar secara apa adanya.

Oleh: Randy Wirayudha | 01 Apr 2022
Kisah Richard Dove Williams Jr. (tengah) sosok kunci di balik kebintangan Venus dan Serena Williams diangkat ke layar perak (Warner Bros. Pictures)

SUATU sore pada Desember 1986 di kota kecil Compton, California, Amerika Serikat. Pikiran Richard Williams (diperankan Will Smith) kalut dan batinnya berkecamuk. Konsentrasinya melatih dua putrinya, Venus (Saniyya Sidney) dan Serena (Demi Singleton), di lapangan tenis umum buyar. Pria berkulit hitam berjaket merah itu tak tahan mendengar pelecehan secara verbal dari sekelompok geng terhadap salah satu putrinya.

Richard langsung menyuruh Venus, Serena, dan tiga putri lain yang ikut membantu latihan segera masuk mobil VW “Kombi” usangnya. Richard lalu membulatkan tekad untuk menegur berandalan itu.

Dari jendela mobil, kelima putrinya melihat ayahnya dikelilingi berandalan tersebut. Richard bahkan dihina balik sampai diludahi oleh salah satunya. Meski begitu, Richard masih menahan diri.

Advertising
Advertising

Baca juga: Konflik Kehidupan Roberto Durán dalam Hands of Stone

Adegan sebuah rintangan yang dihadapi Richard kala membentuk dan melatih sendiri dua putri kesayangannya, Venus dan Serena, untuk jadi bintang tenis itu hanyalah pembuka film biopik bertajuk King Richard garapan sutradara Reinaldo Marcus Green.

Selama hidupnya Richard selalu mencontohkan keteladanan baik tentang kesabaran, kerendahan hati, maupun pantang menyerah, terutama kepada keluarganya. Dalam King Richard, gambaran itu begitu jelas ketika Richard wara-wiri menemui sejumlah sponsor maupun pelatih yang saban waktu meremehkan dan menolak untuk menyokong Venus dan Serena untuk jadi petenis profesional hanya karena perbedaan warna kulit.

Richard Williams (kanan) saat melatih sendiri kedua putrinya di lapangan publik dengan peralatan seadanya (Warner Bros. Pictures)

Richard tak pernah memamerkan ekspersi marah atau murka. Banyaknya penolakan justru membuat Richard lebih semangat untuk membuat catatan rencana sebanyak 78 halaman, rekaman video, maupun brosur tentang kedua putrinya yang selama ini hanya dilatih Richard dan istrinya, Oracene ‘Brandy’ Price (Aunjanue Ellis).

Semua itu dilakukan Richard dengan perjuangan ekstra lantaran perekonomiannya dari bekerja sebagai satpam pasar pas-pasan untuk menafkahi lima anak perempuannya. Brandy sampai harus membantunya dengan bekerja dua shift sebagai perawat. Richard biasanya bekerja pada malam setelah menemani Venus dan Serena latihan pagi hingga sore.

Perjuangan Richard tak sia-sia. Paul Cohen (Tony Goldwin), pelatih petenis Pete Sampras dan John McEnroe, terkesan pada permainan Venus dan Serena. Namun Cohen hanya bersedia melatih Venus lantaran Richard hanya mampu membayar pelatih untuk satu putrinya.

Baca juga: Race, Kisah Dramatis Atlet Kulit Hitam di Olimpiade Nazi

Richard (tengah) dan keluarga besar Williams (Warner Bros. Pictures)

Venus lantas dibawa Cohen mencetak prestasi. Ia berhasil 63 kali menang tanpa kalah di sejumlah turnamen junior.

Prestasi Venus membuat Serena mulai merasa berada di bawah bayang-bayang kakaknya. Serena hanya dilatih ibunya atau berlatih sendiri dengan melihat rekaman latihan Venus bersama Cohen. Termasuk rekaman ketika Venus kemudian dilatih Rick Macci (Jon Bernthal) di Rick Macci International Academy, Florida.

Macci melihat bakat besar pada Venus. Oleh karena itu dia bersedia memindahkannya ke Florida dan melatihnya plus memberi fasilitas rumah dan pendidikan asalkan Venus bersedia mengikutsertakan seluruh keluarganya. Kesempatan itu tak disia-siakan kakak-beradik Williams. Di tangan Macci, Venus dan Serena berkembang pesat.

Baca juga: Konsekuensi Persahabatan Atlet Kulit Hitam dan “Nazi”

Paul Cohen (kanan) pelatih pertama Venus Williams (Warner Bros. Pictures)

Namun, Richard terus menolak keikutsertaan Venus, yang mulai jadi sensasi media massa, ke berbagai turnamen junior. Hingga tiga tahun berselang, Venus dan Serena pun sekadar sekolah, latihan, dan bermain karena Richard tak ingin putri-putrinya tertekan dan jadi “rusak” seperti kasus narkoba yang dialami Jennifer Capriati, salah satu mantan anak asuh Macci.

Richard dan Brandy akhirnya bertengkar dengan Macci saat Richard menolak tawaran Venus untuk melakoni debut karier profesionalnya pada usia 14 tahun di Turnamen Bank of the West Classic 1994 di Oakland. Event yang diikuti bintang asal Spanyol Arantxa Sánchez Vicario itu padahal bisa jadi momen terbaik untuk Venus unjuk gigi.

Bagaimana kelanjutan kisahnya yang menyentuh dan dibumbui drama-drama faktual? Baiknya Anda simak sendiri biopik King Richard yang –sudah ditayangkan di bioskop sejak 19 November 2021–masih bisa ditonton di platform daring HBO Max.

Baca juga: Captains of Zaatari Meretas Mimpi dari Kamp Pengungsi

Rick Macci (kiri) yang membawa Venus dan Serena membuka jalan ke level pro (Warner Bros. Pictures)

Faktual Meluruskan Kekeliruan Publik

Set latar tempat di California dan Florida agaknya membuat King Richard “dibungkus” dengan tone warna yang terang. Dominasi warna putih untuk sejumlah properti dan wardrobe-nya juga kian menegaskan bahwa keluarga Williams yang berkulit hitam jadi pembeda spesial di tengah masyarakat olahraga milik orang kulit putih kala itu.

Dalam hal music scoring, King Richard lebih “berwarna”. Selain warna musik Motown, ada soul 1980-an Whitney Houston, punk-rock 1990-an, country Kenny Rogers, hingga orkestra lembut nan mengharukan. Semuanya cukup apik kala dipadukan komposer Kris Bowers di adegan-adegan penting film. Perpaduannya nyaris menyempurnakan kisah mengharukan King Richard yang diracik apa adanya oleh Green. Terlebih dua petenis dunia yang difilmkan, Venus dan Serena Williams, turut mensupervisi penggarapannya sebagai produser eksekutif agar film tak didominasi drama-drama fiktif.

“Banyak orang mendengar cerita yang keliru, atau media yang telah menggambarkan ayah saya dengan sorotan tidak benar. Kami ingin cerita ini dibuat dengan benar. Dan banyak orang berpikir bahwa ayah kami sosok dengan karakter berbeda. Dia selalu menginginkan kami bersenang-senang di atas segalanya. Itu hal yang paling saya cintai dari dirinya,” tutur Serena kepada Forbes, 3 Desember 2021.

Baca juga: Layar Lebar Chadwick Boseman

Sutradara Reinaldo Marcus Green (kanan) saat memberi instruksi pada para pemerannya (Warner Bros. Pictures)

Smith sebelumnya melayangkan hal senada. Di balik perjuangan keras Richard dan istrinya, ujarnya, tak pernah terkandung paksaan. Kekerashatian Venus dan Serena berlatih tenis memang karena keinginan sendiri.

“Dia (Richard Williams) bukan seorang ayah yang mendorong dan memaksa mereka untuk sukses dalam tenis. Justru kebalikannya. Dia selalu mendorong mereka untuk beribadah ke gereja dan mendapatkan nilai bagus (di sekolah) dan menjadi pribadi yang baik. Tenis hanya urutan keempat atau kelima dalam daftar prioritas. Sesungguhnya dia menggunakan tenis untuk mengajari mereka agar bisa survive di dunia ini,” papar Smith, dilansir USA Today, 17 November 2021.

Baca juga: Durán dan Leonard, dari Lawan jadi Kawan

Penggambaran kisah Brandy juga digarap cukup seimbang dalam peran sebagai sosok ibu kedua putri sekaligus istri kedua Richard. Brandy punya jasa besar dalam membentuk kepribadian para putrinya yang masih belia di dalam maupun luar lapangan.

“Dia (Brandy) adalah tulang punggung (keluarga) kami dan dialah yang benar-benar memberikan kami nilai-nilai yang baik. Tentu saja ayah kami juga tapi Ellis (pemeran Brandy) sungguh mengerti kekuatan yang tak tergoyahkan dalam sikap diamnya ibu saya,” kata Venus.

Alhasil, King Richard jamak mendapat respons positif. Tak hanya dari apresiasi positif para kritikus tapi juga dalam bentuk beragam penghargaan. Di ajang Golden Globe ke-79 maupun Academy Awards (Piala Oscars) ke-94, King Richard sama-sama mendapat enam nominasi dan berbuah kemenangan Smith di kategori pemeran pria terbaik.

Sosok asli Venus Ebony Starr Williams & Serena Jameka Williams (kanan) yang diperankan Demi Singleton & Saniyya Sidney (Warner Bros. Pictures/briansmith.com)

Richard Williams Mengenal Tenis

Dalam prolog King Richard, Smith menarasikan bahwa salah satu alasan Richard membuat buklet dan brosur serta menyemangati Venus dan Serena dalam tenis karena alasan ekonomi. Bahkan sebelum kedua putrinya lahir pun Richard sudah membuat buklet rencana 78 halaman itu dan kemudian merangkumnya ke dalam brosur yang kemudian dibagikannya ke banyak calon sponsor.

“Saat itu tahun 1977 aku menonton tenis dan melihat ada perempuan itu, Virginia Ruzici, menghasilkan USD40 ribu selama empat hari. Karena aku tahu cuma bisa menghasilkan USD52 ribu sepanjang tahun, aku sadar berada dalam pekerjaan yang salah. Aku pulang dan memberitahu istriku: ‘kita harus membuat dua anak lagi.’ Jadi aku menulis rencana itu, satu untuk Venus, satunya untuk Serena,” ujar Richard.

Namun, ada yang kurang dari pengisahan di King Richard. Masa lalu Richard, terutama perkenalannya dengan tenis, tak digambarkan dengan porsi yang laik. Penggambarannya hanya sekadar melalui narasi, bahwa di Cedar Grove, Louisiana yang jadi kota tempat Richard kecil tumbuh, tenis bukan olahraga yang lazim dimainkan, terutama bagi kaum kulit hitam. Kala itu prioritas orang kulit hitam hanyalah menghindari ancaman kelompok ekstremis-rasis Ku Klux Klan.

Baca juga: Minggu Berdarah di Kota Selma

Sosok asli Richard Dove Williams Jr. (kiri) yang diperankan Willard Carroll 'Will' Smith II (Warner Bros. Pictures/wtatennis.com)

Richard Dove Williams Jr. sendiri lahir di Shreveport, Louisiana pada 14 Februari 1942 sebagai anak sulung dari lima bersaudara pasangan Julia Mae Metcalf dan Richard Dove Williams Sr. Kehidupan masa kecil Richard tak lebih baik dibanding saat ia mulai melatih Venus dan Serena. Terinspirasi dari akvitis Dr. Martin Luther King Jr., Richard muda memberanikan diri pindah ke California.

“Pertengahan 1960-an perubahan terjadi di beberapa level kehidupan kulit hitam Amerika. Pesan Dr. King bahwa seseorang tanpa mimpi adalah seseorang tanpa masa depan. Saya juga percaya jika kita berhenti bermimpi, kita akan menutup pikiran pada kemungkinan hari esok. Dengan menggenggam mimpi-mimpi, saya berangkat dengan kereta api menuju Los Angeles. Saya punya rencana. Pertama, saya ingin menaikkan tingkat edukasi. Kedua, saya ingin memulai bisnis sendiri,” tulis Richard dalam otobiografinya, Black and White: The Way I See It.

Sebagaimana bisnis yang dibukanya, kehidupan pribadi Richard pun menemui kegagalan setelah pernikahannya dengan Betty Johnson bubar pada 1973. Dari pernikahan itu, Richard mendapat lima anak. Richard kemudian menikahi janda tiga anak, Oracene ‘Brandy’ Price, pada 1980.

Baca juga: Ronde Terakhir Roger Mayweather

Tokoh Oracene 'Brandy' Price (kiri) yang diperankan Aunjune Ellis (Warner Bros. Pictures/wtatennis.com)

Tiga tahun berselang, Richard pindah ke Compton di California selatan membawa serta Brandy dan ketiga putri tirinya: Yotunde Price, Lyndrea Price, dan Isha Price. Richard memberanikan diri membuka bisnis jasa keamanan karena melihat peluang kebutuhan keamanan yang besar di Compton yang rawan kejahatan kelompok geng.

Richard tertarik pada prospek tenis sebagai jalan keluar dari perekonomian keluarganya yang pas-pasan. Namun saat itu Richard sama sekali belum mengenal tenis.

“Saya masih harus banyak belajar. Saya tak pernah bermain tenis. Saya bahkan tak tahu bagaimana mencetak angka. Setelah mengulik sendiri soal berapa harga raket dan bola, saya menemui Bill dan Ted Hodges, pemilik Paramount Sports di Hollywood yang sudah saya kenal sejak lama,” kenang Richard.

Baca juga: Persahabatan Petinju Jerman dan Afro Amerika

Kolase Venus dan Serena Williams saat dilatih ayahnya sendiri (Smithsonian)

Bill dan Ted Hodges tentu menertawakan rencana Richard tentang tenis untuk kedua putrinya yang bahkan belum lahir. Namun itu tak melunturkan mimpi Richard, hingga pada suatu ketika ia bersua seorang tua berkulit hitam bernama Tuan Oliver di Compton Avenue. Richard minta dilatih dengan bayaran yang lain daripada yang lain.

“Nama saya Richard Williams. Saya akan merasa terhormat jika bisa mendapat pelatihan dari Anda, Tuan Oliver. Berapa bayarannya?” tanya Richard.

“Hmmm. Bayaran saya sangat ekonomis, sangat terjangkau. Bawakan saja sebotol wiski setiap kali kau datang berlatih dan kita akan mencapai kesepakatan,” jawab Oliver. “Saya selalu ada setiap jam delapan pagi sampai jam makan siang dan kemudian saya kembali lagi ke sini sampai jam setengah tujuh (malam). Tergantung berapa banyak wiski yang kau bawa. Semakin banyak wiski, semakin lama saya di sini. Itu kebijakan saya.”

“Baiklah. Sampai bertemu di sini jam lima (pagi) besok,” kata Richard.

Baca juga: Turnamen Tertua Itu Bernama Wimbledon

Kolase kesuksesan Venus dan Serena Williams yang mendominasi tenis putri dunia (wtatennis.com/worldtennisusa.org)

Richard pun saban waktu berlatih dengan Oliver “Old Whiskey” yang selalu menenggak minuman keras itu sebagai pendamping sarapan, makan siang, dan makan malam. Di kemudian hari, Richard baru tahu bahwa Oliver pernah melatih bintang tenis legendaris macam Jimmy Connors dan Artur Ashe.

Tak hanya berlatih, Richard juga memperhatikan dengan seksama cara melatih dan beragam teknik Oliver. Itu jadi modal pentingnya ketika melatih Venus Ebony Starr Williams yang lahir pada 17 Juni 1980 dan Serena Jameka Williams (26 September 1981).

Selebihnya, kisah Richard sama akuratnya dengan apa yang ditampilkan King Richard. Nyaris semua tulisannya dalam 78 halaman rencananya untuk Venus dan Serena jadi kenyataan. Venus mengentaskan mimpinya jadi petenis nomor satu dunia pada Februari 2002, sekaligus menjuarai 10 turnamen grand slam (lima di antaranya adalah nomor tunggal putri Wimbledon).

Sementara, Serena mengikuti Venus menjadi petenis nomor satu dunia baru pada Juli 2002. Tak kurang dari 23 gelar grand slam diraihnya, menjadikannya petenis dengan rekor grand slam terbanyak. Sebagaimana yang diprediksi Richard, hingga saat ini Serena dianggap sebagai salah satu pemain terhebat sepanjang masa.

Baca juga: Serba-serbi Tradisi Wimbledon

Deskripsi Film:

Judul: King Richard | Sutradara: Reinaldo Marcus Green | Produser: Tim White, Trevor White, Will Smith | Pemain: Will Smith, Aunjanue Ellis, Saniyya Sidney, Demi Singleton, Jon Bernthal, Tony Goldwin | Produksi: Westbrook Studios, Star Thrower Entertainment, Keepin’ It Real | Distributor: Warner Bros. Pictures | Genre: Biopik Olahraga | Durasi: 145 Menit | Rilis: 19 November 2021 (Bioskop & HBO Max).

TAG

tenis film

ARTIKEL TERKAIT

Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Hasrat Nurnaningsih Menembus Hollywood Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah Mengganyang Chauvinis Laki-Laki di Lapangan Tenis Sabra, Superhero Israel Sarat Kontroversi Alain Delon Ikut Perang di Vietnam Nostalgia Wolverine yang Orisinil Anak-anak Nonton Film di Zaman Kolonial Belanda Nyanyi Sunyi Ianfu Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One